Loading...
Logo TinLit
Read Story - The Snow That Slowly Melts
MENU
About Us  

Rowoon tiba di apartemen Yura dalam waktu singkat. Begitu pintu terbuka, matanya langsung menyapu wajah Yura dengan cermat.

Tanpa ragu, tangannya menangkup wajah perempuan itu, ibu jarinya menyentuh pelan di bawah mata Yura yang terlihat sembab.

"Apa yang terjadi?" suaranya dalam, penuh perhatian.

Yura menggigit bibir bawahnya sebelum dengan halus menyingkirkan tangan Rowoon. "Masuklah."

Rowoon tidak memilih sofa, melainkan menarik kursi di meja makan, matanya terus mengawasi Yura yang berjalan menuju dapur untuk menuangkan air.

Rambutnya masih setengah kering, beberapa helai menempel di leher dan pelipisnya.

"Kau kehujanan tadi?"

Yura hanya mengangguk kecil.

Rowoon menghela napas. "Kenapa kau tidak memberitauku? Aku bisa menjemputmu."

"Tidak perlu." Yura mendorong cangkir berisi air ke depan Rowoon. "Ada apa kau ke sini?"

Rowoon mendengus pelan. "Hei, aku khawatir denganmu. Kami semua khawatir, makanya aku datang. Bersyukurlah Minjun dan Hyena berhasil aku hentikan untuk ikut."

Yura mendecih, tersenyum miring.

"Apa maksudnya senyum miring itu, heh?" Rowoon mengangkat alis, pura-pura tersinggung.

"Tidak ada." Yura mengangkat bahu santai. "Aku baik-baik saja. Kalian tidak perlu khawatir. Aku hanya... sedih."

Rowoon menyipitkan matanya. "Sedih kenapa?"

Yura menghirup napas, lalu mengembuskannya pelan. "Karena anak-anak di panti asuhan tadi. Aku kasihan pada mereka."

Rowoon menatapnya lama, lalu tersenyum miring. "Tenang saja. Aku akan melakukan yang terbaik sebagai orang tua."

Yura hampir tersedak minumnya. "Apa?"

Tatapannya langsung berubah tajam, tapi Rowoon justru tertawa puas. "Hei, aku hanya bercanda! Kau tidak perlu menatapku semenyeramkan itu."

Yura memutar bola matanya.

"Tapi serius, kau yakin cuma karena itu?"

Anggukan kecil diberikan sebagai jawaban.

Anggukan kecil diberikan sebagai jawaban. "Kau kapan mau pulang?"

"Kau mengusirku sekarang?"

"Aku lelah. Kalau kau lupa, aku bisa dikatakan habis kerja juga loh ini."

Rowoon mendesah pendek. "Baiklah. Aku pulang sekarang. Tapi janji, kalau ada apa-apa, langsung beritau kami."

"Arasseo, arasseo! Ppalli jibe ga!"

Rowoon tertawa kecil sebelum akhirnya pergi.

Begitu pintu apartemen tertutup, Yura menarik napas dalam dan membuangnya perlahan. Dia pikir dia bisa langsung tidur, tapi ternyata ponselnya kembali berdering. Kali ini, Hyena.

Yura mengangkatnya tanpa basa-basi. "Ya? Aku baik-baik saja. Hanya butuh istirahat. Sudah?"

Di seberang sana, terdengar kekehan kecil.

"Bagaimana kau tau aku akan menanyakan kabarmu?"

Yura mendecih. "Sudah tertebak."

"Malhae." Suara Hyena terdengar lebih lembut sekarang. "Ada apa sampai matamu sembab?"

Yura mengusap wajahnya. Dia tau Rowoon pasti yang memberi tau.

Sambil membiarkan dirinya tenggelam dalam kenyamanan suara sahabatnya, Yura mulai bercerita.

"Malam ini aku... bertengkar dengan Minhyuk-ssi."

"Minhyuk-ssi? Maksudmu... Minjun-ie hyung?"

"Hm."

"Hah? Apa yang terjadi?"

Yura menelan ludah, mencoba mengurai apa yang baru saja terjadi. "Tadi aku ke apartemennya. Kami kehujanan, jadi dia memberikanku pakaian kering. Saat aku menunggu di ruang tamu, aku melihat ada figura foto yang sengaja diletakkan menghadap meja. Aku hanya... penasaran."

Hyena tidak menyela, membiarkan Yura melanjutkan.

"Aku membalik figura itu... dan melihat fotonya dengan seorang perempuan. Aku tidak tau siapa dia, tapi sebelum sempat berpikir lebih jauh, Minhyuk tiba-tiba muncul dan mengambilnya dariku."

"Lalu?"

"Dia... membentakku." Suara Yura bergetar sedikit, mengingat ekspresi Minhyuk tadi. "Dia menatapku begitu dingin. Marah. Aku tidak pernah melihatnya seperti itu sebelumnya. Aku terlalu kaget sampai tidak bisa bilang apa-apa. Aku hanya... pergi."

Keheningan mengisi jeda antara mereka.

Hyena akhirnya bersuara, suaranya terdengar hati-hati. "Mungkin... itu barang berharga untuknya."

Yura mendengus pelan. "Aku tau. Tapi... itu bahkan ditutup. Aku hanya ingin melihat."

Hyena menghela napas. "Justru karena ditutup, mungkin itu sesuatu yang tidak ingin dia perlihatkan."

Yura menggigit bibirnya. "Tapi, aku tidak bermaksud—"

"Aku mengerti," potong Hyena lembut. "Aku tau kau tidak bermaksud macam-macam. Tapi mungkin... lain kali, jangan terlalu penasaran, hm?"

Yura terdiam. Merasa disadarkan oleh perkataan temannya saat ini.

"Kau sudah merasa lebih baik?" tanya Hyena.

"Sedikit."

"Bagus. Tidurlah. Jangan dipikirkan terlalu dalam."

"Hm. Gomawo, Hyena."

Telepon terputus.

Keheningan kembali menyelimuti kamarnya. Yura menatap langit-langit untuk beberapa saat, membiarkan pikirannya berkelana dalam sisa percakapan barusan.

Perlahan, dia berbaring di kasur, menarik selimut hingga menutupi separuh wajahnya.

Dan saat itu juga, tanpa bisa dicegah, matanya kembali memanas.

***

Berbeda dengan Yura yang sudah menumpahkan perasaannya pada Hyena, Minhyuk justru menghabiskan malam dengan gelisah. Entah sudah berapa kali tangannya mengacak rambutnya sendiri, gusar dan menyesal. Rasa bersalah itu menghantui setiap sudut pikirannya, tapi di sisi lain, ego dan emosinya masih bertahan.

Ia ingin meminta maaf.

Tapi, di saat yang sama, ia juga tidak ingin.

"Kenapa juga harus membentaknya, kau bodoh!" gerutunya pada diri sendiri.

Dari tadi hanya helaan napas berat yang memenuhi kamarnya. Matahari sudah naik, tapi Minhyuk masih enggan meninggalkan kasur. Rasanya lebih baik kalau dia bisa menghilang saja untuk sementara.

Ting tong

Bel apartemen berbunyi. Minhyuk menghela napas panjang, sebelum akhirnya menyeret tubuhnya ke pintu. Begitu melihat siapa yang datang, dia langsung tahu kalau dia akan kena semprot habis-habisan.

Minjun berdiri di sana dengan ekspresi yang tidak enak dilihat. Wajah adiknya jelas-jelas menyimpan kekesalan. Tanpa berkata apa-apa, Minjun langsung masuk begitu saja.

"Tolong percepat kalau kau mau memarahiku," kata Minhyuk sambil berjalan menuju kamar mandi. "Tapi biarkan aku cuci muka dan sikat gigi dulu."

Minjun hanya menggeleng, sudah terbiasa dengan sikap santai kakaknya yang kadang menyebalkan.

Ketika Minhyuk kembali ke ruang tamu, dia sudah siap menerima ceramah pagi.

"Hyung." Minjun memulai, nadanya serius. "Kau sadar kalau kau keterlaluan?"

Minhyuk diam. Tidak membantah, tapi juga tidak menunjukkan reaksi.

"Kudengar dia hanya melihat figura itu. Dia tidak merusaknya atau mengotorinya, kan? Jadi kenapa kau harus membentaknya sampai dia menangis begitu?"

Minhyuk yang semula menatap lantai kini mengangkat wajahnya.

"... Menangis?"

Suara Minhyuk nyaris tak terdengar. Ada keterkejutan di sana, juga sedikit kepanikan. Tatapannya menuntut kepastian dari Minjun.

Dan Minjun tidak membual.

Seketika, dada Minhyuk terasa semakin sesak. Rasa bersalah yang sejak tadi ia tahan kini benar-benar menghantamnya.

"Kalau memang tidak mau disentuh, kenapa kau taruh figura itu di—"

Minjun tiba-tiba menghentikan ucapannya. Tangannya yang hendak menunjuk ke arah meja di samping sofa terhenti di udara.

Wajahnya yang tadi kesal kini berubah bingung.

"... Kok nggak ada?" gumamnya. "Kau membuangnya?"

Minhyuk menghela napas, lalu kembali mengusap wajahnya dengan frustasi. "Sudah kubuang."

Minjun terdiam, tak habis pikir lagi dengan hyungnya ini. Kalau memang mau dibuang, kenapa harus sampai membentak orang. Tapi di sisi lain, dia merasa tenang karna akhirnya Minyhuk bisa membuang foto itu. Setelah sekian tahun foto itu dibiarkan ditutup ke meja saja.

Sempat bingung harus bagaimana, akhirnya Minjun mengangkat tangannya yang sempat terhenti di udara, lalu memilih melanjutkan gerak tangannya dan menepuk bahu Minhyuk beberapa kali. 

"Jalhaesseo, Hyung. Kau membuat keputusan yang baik dengan membuang foto itu. Memang sudah waktunya." 

Minhyuk memilih diam saja.

Minjun menghela napasnya pelan, "tapi bukan berarti kau bisa membentak Yura karna hal itu. Biar bagaimanapun, dia tidak tau masalahmu. Jadi kau tidak bisa membentaknya. Ani, dia tau pun, tidak seharusnya kau membentak orang sesukamu. Kau dulu bukan orang yang seperti ini, Hyung. Kau.. akan minta maaf dengannya, kan?"

Minhyuk tetap diam, tapi dalam hatinya, ia tahu Minjun benar. Ia salah. Dan ia memang harus meminta maaf.

Tapi bagaimana? Dan kapan?

Saat Minhyuk masih mencari cara, Minjun tiba-tiba berkata, "Ngomong-ngomong, eomma bertanya kapan kau akan pulang lagi."

Seketika, sebuah ide melintas di kepalanya.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Premium
The Devil Soul of Maria [18+]
16101      3801     3     
Inspirational
Ambisi besar Meira nyaris tercapai namun halangan mengesalkan datang dan membuatnya terhenti sejenak Di saat tak berdaya itu seorang pria menawarkan kesepakatan gila padanya Melihat adanya peluang Meira pun akhirnya masuk dalam permainan menarik kehidupan
Bait of love
2284      1085     2     
Romance
Lelaki itu berandalan. Perempuan itu umpan. Kata siapa?. \"Jangan ngacoh Kamu, semabuknya saya kemaren, mana mungkin saya perkosa Kamu.\" \"Ya terserah Bapak! Percaya atau nggak. Saya cuma bilang. Toh Saya sudah tahu sifat asli Bapak. Bos kok nggak ada tanggung jawabnya sama sekali.\"
When the Winter Comes
60791      8207     124     
Mystery
Pertemuan Eun-Hye dengan Hyun-Shik mengingatkannya kembali pada trauma masa lalu yang menghancurkan hidupnya. Pemuda itu seakan mengisi kekosongan hatinya karena kepergian Ji-Hyun. Perlahan semua ini membawanya pada takdir yang menguak misteri kematian kedua kakaknya.
Semesta Berbicara
1423      824     10     
Romance
Suci Riganna Latief, petugas fasilitas di PT RumahWaktu, hanyalah wajah biasa di antara deretan profesional kelas atas di dunia restorasi gedung tua. Tak ada yang tahu, di balik seragam kerjanya yang lusuh, ia menyimpan luka, kecerdasan tersembunyi, dan masa lalu yang rumit. Dikhianati calon tunangannya sendiri, Tougo—teman masa kecil yang kini berkhianat bersama Anya, wanita ambisius dari k...
Flower With(out) Butterfly
441      305     2     
Romance
Kami adalah bunga, indah, memikat, namun tak dapat dimiliki, jika kau mencabut kami maka perlahan kami akan mati. Walau pada dasarnya suatu saat kami akan layu sendiri. Kisah kehidupan seorang gadis bernama Eun Ji, mengenal cinta, namun tak bisa memiliki. Kisah hidup seorang gisaeng yang harus memilih antara menjalani takdirnya atau memilih melawan takdir dan mengikuti kata hati
Between Us
3254      1363     5     
Romance
Song Dami jelas bukanlah perempuan yang banyak bicara, suka tersenyum. Oke, mungkin iya, dulunya, tapi sekarang tidak. Entahlah, dia juga lupa alasan kenapa dia lebih banyak menyembunyikan emosinya dan memilih untuk melakukan apa yang disuruh padanya. Dan karna itu, Sangho, oppanya meminta dia untuk berhenti dari pekerjaannya yang sekarang karna Dami ternyata ditindas oleh sunbaenya. Siapa ya...
Mendadak Halal
8256      2251     1     
Romance
Gue sebenarnya tahu. kalau menaruh perasaan pada orang yang bukan makhramnya itu sangat menyakitkan. tapi nasi sudah menjadi bubur. Gue anggap hal ini sebagai pelajaran hidup. agar gue tidak dengan mudahnya menaruh perasaan pada laki-laki kecuali suami gue nanti. --- killa. "Ini salah!,. Kenapa aku selalu memandangi perempuan itu. Yang jelas-jelas bukan makhrom ku. Astagfirullah... A...
Hidden Path
5951      1583     7     
Mystery
Seorang reporter berdarah campuran Korea Indonesia, bernama Lee Hana menemukan sebuah keanehan di tempat tinggal barunya. Ia yang terjebak, mau tidak mau harus melakukan sebuah misi 'gila' mengubah takdirnya melalui perjalanan waktu demi menyelamatkan dirinya dan orang yang disayanginya. Dengan dibantu Arjuna, seorang detektif muda yang kompeten, ia ternyata menemukan fakta lainnya yang berkaita...
My love doctor
306      258     1     
Romance
seorang Dokter berparas tampan berwajah oriental bernama Rezky Mahardika yang jatuh hati pada seorang Perawat Salsabila Annisa sejak pertama kali bertemu. Namun ada sebuah rahasia tentang Salsa (nama panggilan perawat) yang belum Dokter Rezky ketahui, hingga Dokter Rezky mengetahui tentang status Salsa serta masa lalunya . Salsa mengira setelah mengetahui tentang dirinya Dokter Rezky akan menja...
Renjana
534      391     2     
Romance
Paramitha Nareswari yakin hubungan yang telah ia bangun selama bertahun-tahun dengan penuh kepercayaan akan berakhir indah. Selayaknya yang telah ia korbankan, ia berharap agar semesta membalasnya serupa pula. Namun bagaimana jika takdir tidak berkata demikian? "Jika bukan masaku bersamamu, aku harap masanya adalah milikmu."