Minjun baru saja selesai mengikuti salah seorang profesornya operasi dadakan. Jadi dia baru bisa keluar untuk menemui Minhyuk sekarang.
Tapi saat dia sampai di depan kafe sesuai kesepakatan dengan kakaknya itu, dia tidak melihat hyungnya sama sekali.
Minjun mengeluarkan hapenya dan langsung menyentuh layar untuk menghubungi hyung satu-satunya itu. "Eo. Hyung, eodiya? Aku sudah di kafe."
"Di belakangmu." Minjun sedikit terkejut karna suara jawaban itu terdengar sangat dekat. Lalu saat dia berbalik, Minhyuk sedang berjalan ke arahnya. Tentu saja dengna begitu, telepon itu ia matikan.
"Kau sedang apa dari ruang IGD? Kau sakit?" tanyanya.
Minhyuk menggeleng seraya mengulurkan tas bekal yang dititipkan oleh mamanya tadi. "Hanya membantu meleraikan suatu kejadian antara dokter dan keluarga pasien tadi."
Mata Minjun sedikit melebar, kepalanya sedikit miring bingung, walaupun tangannya tetap menerima tas bekal itu. Apakah dirinya salah dengar? Hyungnya ini membantu orang? "Kau benaran sakit, ya? Mau kuberikan obat?" tanya Minjun dengna mata menyelidik.
Minhyuk mencibir, "tidak."
Mata yang tadi menyelidik itu sekarnag berubah secepat flash menjadi tatapan usil dari Minjun. "Hyung.." Seakan sudah tau dari nada bicara adiknya ini, Minhyuk hanya bisa menghela napasnya. "Kau mengenal seseorang disini ya? Dokter? Siapa? Aku penasaran. Siapa tau aku kenal dengan orang itu!"
"Jangna bicara sembarangan. Aku pulang dulu," kata Minhyuk untuk kabur dari sana. Karna jika ia tinggal lebih lama lagi disana, sudah dipastikan adiknya itu akan terus menerornya lebih tegas sampai mendapatkan informasi darinya. Membayangkan itu saja, kepalanya sudah berdenyut. Sebenarnya, adiknya itu cocok sebagai intel tau. Ckckck.
***
Di ruang jaga, setelah berlari dari ruang operasi lalu mencari Minhyuk tadi, Yura kembali ke ruang jaga, tentu saja. Dirinya sedang menyenderkan tubuh di sofa dan menatap langit saat Minjun tiba-tiba datang dan memberikan secangkir kopi untuknya.
Yura dengan sigap, duduk dengan benar dan menerima kopi itu. Harum sekali. "Thankyou! Tumben sekali."
Minjun ikut duduk di dekat Yura dan menyesap kopi hangatnya. "Bukan dari aku. Tadi Rowoon datang kesini sebentar, tapi kau tidak ada. Dia membawakan kopi karna tau hari ini kita jaga malam berdua. Ya, tambahannya sih, dia juga meledek kita karna dia tidak jaga malam, kan."
Lagi-lagi Rowoon. Benar-benar. Padahal saat Minjun bilang kalau Rowoon datang membawakan kopi karna mereka jaga malam, dia sudah sedikit terharu loh karna ternyata Rowoon masih punya hati. Tapi memang Rowoon tetaplah Rowoon.
Yura memejamkan matanya setelah menyesap kopinya sedikit, "persetan dengannya. Aku masih emosi."
"Kenapa lagi? Oh, by the way, tadi sore katanya ada kejadian heboh di eung geub sil. Sampai polisi datang. Kau tau itu?"
Mata yura yang tadinya terpejam, langsung terbuka, dan duduk tegak. "Itu aku!" Setelah itu, cerita lnagsung meluncur dengan mulus dari mulutnya, sambil sesekali sedikit memaki karna kesal sekali. "Tapi kau tau darimana? Ganhosa?"
Minjun menggeleng. "Ani. Tadi hyungku datang untuk mengantarkan makanan dari eomma. Terus dia katanya ikut membantu untuk meleraikan katanya. Dia bilang ada kejadian yang hampir menjadi perkelahian hebat antara dokter dan pasien. Tak kusangka itu adalah kau." Yaaa, sebenarnya Minjun agak melebih-lebihkan sih, tapi Minhyuk memang membantu mereka kan?
Eh? Mata Yura langsung membulat, "lelaki itu... hyungmu?" Minjun mengangguk. "Go Minhyuk?"
"Nae hyung-eui ireumeul nega eottohge ara?" Kedua mata Minjun langsung membulat sempurna.Kenapa hyungnya tidak pernahmenceritakan hal ini. (Bagaimana kau tau nama kakak ku?)
"Aku yang menjaganya saat dia di rumah sakit di Jakarta waktu itu." Waw, Yura kembali disadarkan kalau dunia memang sesempit ini. "Wah, jadi kau adiknya. Kau tau tidak kalau dia sempat dirawat?"
Kepala Minjun mengangguk kencang, "tau lah! Aku sudah berkata padanya untuk ke byeongwon kalau perutnya sakit lagi. Dia memang keras kepala. Kau pasti setuju, kan?"
"Sangat setuju. Mana dia juga pendiam sekali."
"Hah... itu mah... Padahal sebelumnya dia tidak seperti itu. Ini semua karna... lupakan."
"HEI! Kau tidak bisa berhenti begitu saja! Aku kan jadi penasaran!"
"Itu bukan hak ku untuk bercerita, tapi terima kasih karna sudah memberitau ku. Jadi aku ada bahan untuk mengejeknya lagi," ujar Minjun dengan tatapan jahil di kepalanya.
Yura memutar bola matanya, tak habis pikir. "memang dasar usil kau ini. Tapi, Minhyuk-ssi itu fotografer, kah?"
Minjun mengangguk lagi, "Dia sudah cukup terkenal di bidang ini. Kadang jugaada yang memanggilnya untuk dokumentasi acara-acara penting, walaupun lebihbanyak dia tolak sih. Lebih sering mengiyakan kalau acara volunteer,sukarelawan gitu. Dia sendiri uda pernah mengadakan pameran foto travel nya sebanyak 3 kali sepertinyasejak dia menekuni bidang ini."
Yura ber-oh ria, fotografer bidang apa memangnya?"
"Hm.. bebas sih. Semaunya dia saja. Aku juga tidak terlalu tau spesifiknya, tapi yang pasti dia bukan tipe fotografer yang seperti agensi model gitu. Lebih banyak foto lingkungan, bangunan, dan lainnya."
Kepala Yrua mengangguk mendengarnya. Dia sendiri juga tidak terlalu mengerti mengenai dunia fotografer, tpai sepertinya Minhyuk ini jago dalam pekerjaannya.
"Kenapa?" Minhyuk menyesap kopinya, "kau tertarik dengna hyungku? Tumben seklai kau bertanya sampai seperti ini."
Seketika wajah Yura seakan menghangat. Perasaan macam apa ini. Sepertinya dia tidak mungkin tertarik dengan lelaki berwajah menarik dengan kepribadian -yang kelihatannya tsundere- seperti itu. Tidak mungkin.
"Eiii, tidak lah. Aku hanya penasaran saja. Karna dia diem sekali,dan suka membawa kamera kemana-mana. Aku pernah tanya dia, tapi hhhjawabannya.. ampun dah." Mengingat jawaban dingin oleh Minhyuk waktu itu, Yurajadi bergidik ngeri lagi. Bukan urusanmu,ingatan itu langsung terlintas lagi di kepala Yura.
Minjun dibuat terkekeh mendengarnya. Sangat hyung-nya sekali. Sudah tidak aneh kalau ada yang seperti itu pada hyungnya. "Sebagai adiknya, aku mewakilkan diri untuk minta maaf. Sagwadeurimnida."
Yuraterkekeh, "tak perlu seperti itu. Hanya saja... dia terlalu dingin jadi manusia."
"Injeong. Aku memang adiknya, tapi juga masih belum terbiasa dengan kepribadiannya yang baru ini."
Yura kembali menyesap kopinya, "ah, aku boleh minta kontaknya kah? Aku belum sempat berterima kasih dengan benar untuk urusan yang tadi."
Tatapan jahil MInjun langsung keluar mendengar permintaan Yura itu, dan itu sedikit mengusik Yura. "Ohhhhhhh, yakin karna itu saja? Tidak karna yang lain?" ledek temannya itu.
"Jugeullae?"
Minjun terkekeh, sudah kukirimkan lewat katalk. Jangan bilang kau tau dari aku. Nanti aku bisa di--" ujar Minjun sedikit bercanda dan serius saatmempraktekan tangannya yang membuat garis di lehernya sendiri.
Yura tertawa pelan mendengarnya lalu mengucapkan terima kasih.
Tapi sebenarnya apa ayng membuat Minhyuk sampai seperti itu, ya? Kalau dari perkataan Minjun tadi, sepertinya Minhyuk tidak seperti itu dulunya. Berarti ada alasannya, kan? Hm.. Yura jadi penasaran.