Sasha berangkat ke sekolah seperti biasanya. Pagi ini dia dimarahi ibunya karena di salah pahami melaporkan dirinya pada Astrid.
" Kenapa baru berangkat? " Tanya Mariana.
" Ada trouble dikit "
" Owh, kukira kamu nggak berangkat " Ujar Mathilda.
" Nggak dong. Aku lebih suka sekolah daripada di rumah "
Mathilda dan Mariana mengangguk
" Oh ya, kamu udah pilih ekskul? " Tanya Mariana mengalihkan topik.
" Belum kayaknya "
" Nanti siang ada pendaftaran ekskul. Kamu daftar nanti siang aja "
" Oke. Thanks infonya "
π
Seperti yang di katakan oleh Mariana dan Mathilda, sepulang sekolah ada pendaftaran ekskul.
Seperti yang sudah direncanakan oleh Sasha dari awal, dia memilih ekskul drama. Tapi sepertinya dia kurang beruntung karena harus bertemu dengan Clara disana.
" Welcome di ruang penyiksaan, Sasha " Bisik Clara pada Sasha.
" Kayaknya seru deh kalo Aigar ada disini juga. Sayang banget dia ikutnya club olahraga " Tambah Yudha yang juga mengikuti club drama.
" It's okay Dha, kita aja udah cukup "
Sasha tersenyum " Kutunggu saat-saat itu "
Clara menyeringai " Nggak usah nunggu deh kayaknya "
Clara menarik tangan Sasha dan mendorong gadia itu hingga jatuh. Semua mata memandang kearah Sasha sekarang.
" Guys, anak baru ini tuh babu gua dan dia udah berani ngelawan. Menurut kalian hukuman apa yang harus gua kasih ke dia? "
Berbagai jawaban dilontarkan. Suasana ramai. Hingga satu teriakan nyalang menghentikan suara bising lainnya.
" Ada ribut-ribut apa ini? " Tanya lelaki berparas gagah itu.
Clara menatap lelaki itu tak senang " Nggak usah ikut campur kak Marious "
" Nggak ikut campur? Saya salah satu senior disini. Sudah seharusnya saya ikut campur " Jawab Marious Zaphelin dengan suara tegas.
" Sudah jelas tertulis dalam rules bahwa nggak ada perundungan disini. Kalo kamu punya masalah sama dia, selesaikan baik-baik " Sambungnya.
Marious berjalan mendekati Sasha dan menolong gadis itu 'tuk berdiri.
" Dia anak baru disini. Harusnya disambut dengan baik. Bukan malah langsung di kasih trauma gini "
Clara bersedekap " Cuma gitu nggak bakal trauma kali. Alay banget " Gadis itu memutar bola matanya malas.
" Cla-- "
" Shuutt. Nggak usah ceramahin gua. Dah ah cabut "
Clara berbalik dan pergi. Dia langsung keluar dari ruang club drama.
Marious menghembuskan nafas lelah " Huh. Oke, balik ke kegiatan masing-masing "
" BUBAR!! " Semua orang kembali fokus pada kegiatan masing-masing.
" Maaf ya, baru masuk udah di sambut hal buruk aja hehe " Ucap Marious.
Sasha tersenyum dan mengangguk " Nggak masalah "
" Betah-betah disini ya. Nggak semua orang disini kayak Clara kok "
" Ya Makasih "
π
Sasha memutuskan untuk pulang berjalan kaki. Selain menghemat pengeluarannya, dia juga sengaja ingin mampir ke toko kue.
Dia memilih sebuah cake yang tentu harganya terjangkau untuk dirinya. Tak lupa dia juga membeli lilin. Tak lengkap rasanya kue tanpa lilin.
Sepanjang perjalanan pulang Sasha bersenandung senang. Senyuman terus terukir di bibir merah mudanya.
Senyumnya pudar saat memasuki rumah. Ibunya sudah menyambut dengan tatapan tak senang.
" Dari mana aja? Kok baru pulang? "
" Emm, Sasha abis beli makan hehe "
" Oh. Bagus. Kamu udah paham ibu nggak akan kasih kamu makan ternyata "
Sasha hanya tersenyum menanggapi ucapan Melisa.
" Ada kerjaan? " Tanya Sasha
" Ada dong. Tanpa harus tanya pun harusnya kamu tahu "
" Oke Sasha kerjain "
Sasha merapikan buku-bukunya dan mengganti pakainya. Dia meletakkan kue yang di belinya di tempat yang sekiranya aman dari gangguan Melisa.
π
Sasha melaksanakan pekerjaan yang memang sudah jadi jatah untuk ibunya.
" Sasha? Kenapa kamu disini? " Tanya Astrid yang baru saja masuk ke dalam dapur.
" Aku bantu pekerjaan ibu "
" Pekerjaan ibu kamu? "
Sasha mengangguk " Kenapa kamu mau? " Ekspresi Astrid langsung berubah.
" Eh? "
" Anak seumuran kamu itu harusnya fokus belajar bukan malah kerja. Memang sudah tugas ibu kamu kan untuk mencari uang buat biayain kamu? "
Sasha tersenyum " Aku pengen kerja. Nggak cuma menikmati hasil jerih payah ibu aja. Waktunya juga nggak bentrok sama waktu belajar ku kok "
" Udah lah ma, biarin aja. Biar nggak cuma jadi beban disini. Udah cukup kali biaya sekolah dia di biayai papa " Aigar yang baru saja datang langsung berbicara.
" Aigar, nggak boleh ngomong gitu. Nggak sopan sayang " Tegur Astrid.
" Mama lebih milih belain anak pembantu itu dibandingkan bela anak kandung mama ini? " Protes Senja.
" Bukan gitu Gar, mama cuma- "
" Ya, ya, ya. Mama cuma kasian aja sama Sasha. Tapi kan itu emang udah jadi pilihan dia sendiri. Mama nggak bisa maksa dia buat berhenti. Iya nggak Sha? "
Sasha mengangguk " Tuan Aigar bener banget "
" Yaudah kalau gitu. Tapi hati-hati ya. Di dapur banyak benda berbahaya yang bisa menyebabkan kecelakaan tak terduga " Pesan Astrid sebelum di dorong keluar dari dapur oleh putranya.
" Caper banget sih lo jadi cewek! " Ucap Senja setelah Astrid benar-benar keluar dari dapur.
" Maaf? Bukan aku yang caper. Tapi nyonya sendiri yang emang kasih perhatian " Balas Sasha yang tetap fokus pada pekerjaannya.
" Halah dasar nggak tahu diri. Mama cuma kasian aja sama lo. Itu aja "
π
Malam sudah larut. Tapi Sasha masih terjaga. Dia mengambil kue yang tadi dibelinya dan keluar dari rumah.
Gadis itu berjalan menuju taman belakang yang letaknya tak jauh dari pemukiman pelayan.
Sasha duduk disalah satu kursi taman yang disertai meja. Dia membuka bungkus kue itu dan meletakkan lilin diatas kue.
Sasha memandang jam besar yang berada di taman.
" Udah jam duabelas lebih " Gumamnya.
" Terus kenapa kalo udah jam duabelas lebih? " Tanya seorang yang berhasil mengejutkan Sasha.
" Aigar? Ngapain disini? " Tanya Sasha.
" Harusnya gua yang nanya. Ngapain lo disini? Mau bakar taman ini? Mau ngerusak taman ini dengan adanya kehadiran lo disini? "
Sasha terdiam. Di berpikir hendak menjawab apa.
" Aku-- "
Belum sempat Sasha mengucapkan jawabannya, saat sadar bahwa Senja sudah menatap kue dengan lilin menyala diatasnya.
" Oh, ceritanya lo lagi ulang tahun? "
" Ya kayak yang kamu liat sekarang "
" Oh gitu. Kalo gitu gua punya hadiah buat lo "
Sasha menatap Senja heran " Hadiah? "
Tanpa aba-aba Senja menggeser kue itu hingga jatuh keatas rumput hijau yang kini mereka pijak.
" Aigar!! "
" Shuutt. Jangan berisik. Nanti ada yang dateng " Ucap Senja sambil membungkam mulu Sasha.
" Hadiahnya bagus kan? Lo nggak perlu makan makanan manis yang bisa bikin kamu tambah gemuk dan nggak laku di club malam "
Sasha menepis tangan Senja yang masih mengunci mulutnya.
" Bisa nggak sih kamu itu hargai orang lain? Kamu orang kaya mudah buat beli kue kayak gini. Tapi beda sama aku yang tiap hari kamu panggil anak pembantu ini! Bisa pahami itu nggak? " Ucap Sasha meluapkan semua amarahnya.
" Oh, jadi lo butuh uang? Iya? " Senja merogoh saku celananya dan mengambil semua uang yang ada disana.
" Nih buat lo aja. Gua nggak butuh " Ucapnya sedari melemparkan uang itu tepat di wajah Sasha.
" Makannya lahir tuh di keluarga kaya. Jadi anak orang kaya bukan anak pembantu "
Senja mulai bersiap untuk pergi dari sana. Hingga...
" Kalo bisa pun aku pengennya gitu. Aku juga pengen kayak kamu dan Clara yang terlahir dari keluarga berkecukupan "
Seringai di bibir Senja kembali terlihat. Lelaki itu berbalik dan menatap Sasha.
" Lo mau? Lo mau ngubah hidup lo jadi lebih baik? Lo mau jadi kaya? "
Sasha meneguk salivanya susah payah. Menebak-nebak hal buruk apa lagi yang akan di lakukan bajingan dihadapannya ini.
Seperti dugaan Sasha. Dengan gerakan cepat lelaki itu mengunci pergerakan gadis itu dan kembali mengecup bibir Sasha. Kali ini lebih lama dari sebelumnya.
Tak ada penolakan. Keduanya sama-sama menikmati saat ini.
" Cari orang kaya yang bisa nerima lo walaupun lo anak pembantu " Ucap Senja setelah kecupan panjang itu.
" Kayak gua "
Mata Sasha melebar mendengar ucapan Senja barusan.
" Nerima lo sebagai babu gua tentunya " Ucap Senja sambil mendorong Sasha hingga jatuh.
Senja tertawa lepas setelahnya. Dia perjalanan pergi tanpa memperdulikan Sasha lagi.
" Ada-ada aja anak pembantu satu ini bermimpi jadi princess yang bakal gua kejar-kejar. Jijik banget "