Ada satu pemikiran konyol yang sempat terlintas dalam benakku setelah aku memutuskan meninggalkan rumah. Saat itu aku belum terlalu jauh dari rumah Nona Rambut Ikal, mungkin aku baru berlari sekitar dua blok saja. Otakku tiba-tiba berpikir, “Sepertinya lebih baik aku kembali ke rumah dan mati di sana. Setidaknya jika aku mati di rumah, mungkin Nona Rambut Ikal mau menguburkanku. Tetapi jika nanti aku justru mati di jalanan, apakah ada orang yang mau menguburkan tubuhku ini?”
Aku lalu tertawa, sekaligus menangis saat berpikir seperti itu. Bagaimana bisa aku menyesali keputusan yang aku ambil setelah tahu bahwa pemilikku itu menginginkan kematianku? Aku benar-benar anjing yang polos seperti yang dikatakan Nona Snowy. Tidak, kurasa aku bukan anjing polos tetapi aku adalah anjing bodoh.
Setelah berdiam diri cukup lama di sana, sambil tetap berpikir apakah aku harus melanjutkan pelarian, atau justru kembali ke rumah? Akhirnya aku memutuskan untuk tetap melanjutkan pelarianku.
Keempat kaki kecilku terus berlari secepat yang bisa mereka lakukan. Sepanjang jalan itu banyak orang yang aku lewati, tetapi mereka hanya melihatku saja tanpa ada rasa peduli untuk menolong anjing yang berlari tanpa pemiliknya. Sedih rasanya saat mengalami hal seperti itu.
Aku melihat sebuah mobil dengan bak terbuka yang sedang terparkir di depan sebuah toko. Karena aku sudah merasa lelah telah berlari jauh, aku memutuskan untuk diam-diam masuk ke mobil tersebut. Untung saja di dekat bagian belakang mobil tersebut ada setumpuk kotak kayu, jadi aku memanjat kotak tersebut untuk bisa bersembunyi di dalam sana. Aku sama sekali tidak memikirkan tujuan dari mobil itu, yang aku pikirkan saat itu hanyalah berada lebih jauh dari rumah Nona Rambut Ikal.
Mobil itu mulai bergerak setelah tigapuluh menit aku diam di dalam sana. Sepanjang perjalanan tanpa mengetahui tujuan, aku memperhatikan setiap pemandangan yang dilewati mobil tersebut. Angin sore itu begitu lembut membelai bulu-buluku yang sudah panjang. Dan tanpa kusadari, aku terpejam lalu tertidur sepanjang jalan.
Ketika aku terbangun, hari rupanya sudah malam dan mobil tersebut juga berhenti bergerak. Aku memilih turun dari mobil untuk mengetahui keberadaanku. Rupanya mobil berhenti disebuah tempat pengisian bahan bakar. Sopir mobil sedang sibuk mengisi bahan bakar ketika aku turun, jadi dia tidak mengetahui ada penyusup gelap sepanjang perjalanannya.
Keberadaanku memang tidak diketahui oleh sopir mobil yang aku tumpangi, tetapi keberadaanku diketahui oleh seorang petugas di sana. Aku sempat takut dan berpikir dia mungkin akan mengusirku. Tetapi ternyata dia justru membawaku masuk ke ruang kerjanya, bahkan memberiku makan dan air yang sangat segar untuk membasahi tenggorokanku yang sudah seperti Padang Sahara. Sungguh lega rasanya karena ada manusia yang masih peduli padaku.
Pria yang memakai topi merah itu terlihat baik, dia bahkan mengelus buluku dengan lembut lalu bertanya, “Anjing kecil, apa kau kehilangan pemilikmu? Atau kau justru kabur dari rumah?”
Ingin rasanya saat itu aku menjawab, “Aku baru saja memutuskan kabur dari rumah karena pemilik lamaku menginginkan aku mati.” Tetapi, jelas hal itu tidak akan terjadi, bukan begitu? Jika sampai aku bisa berbicara, pria itu pasti akan terkejut dan berlari dengan terbirit-birit.
Lalu dia berkata lagi, “Seandainya kau bukan seekor anjing, mungkin aku akan membawamu pulang ke rumah dan merawatmu. Tetapi sayang, di rumahku ada banyak kucing yang tinggal di sana serta ada seorang adik yang takut denganmu.”
Setelah mengatakan itu dia pergi keluar untuk melanjutkan pekerjaannya. Cukup menjadi hiburan bagiku ketika mendengar Pria Bertopi Merah mengatakan niatnya untuk membawaku pulang, berarti masih ada manusia yang peduli denganku.
Lalu, ketika aku ditinggal seorang diri di ruangan tersebut, aku dikejutkan dengan kemunculan seekor kucing. Aku pikir kucing itu akan menyerangku, tetapi ternyata dia justru hanya ingin bermain denganku.
Nama kucing itu adalah Toro, dia satu ras dengan Nona Snowy, dan bahkan penampilannya juga sangat mirip dengan sahabat baikku itu---dia berbulu putih juga. Yang membedakan hanyalah dia berjenis kelamin jantan, dan dia jauh lebih cerewet dari Nona Snowy.
Setelah Toro puas membuatku terkejut, dia mengajakku berkenalan. Jadi kami saling bertukar nama, serta kami juga saling berbagi kisah.
“Dulu aku pernah tinggal di rumah yang besar,” ujarnya mengawali cerita kehidupannya. “Pemilikku sangat menyayangiku. Mereka bahkan memberiku makanan dengan kualitas yang terbaik, serta keperluan kucing lainnya yang juga memiliki kualitas terbaik. Aku senang dan bahagia tinggal di sana. Lalu suatu hari, hal yang tidak pernah aku pikirkan dan bayangkan terjadi.”
“Apa itu? Pemilikmu membuangmu?” tebakku menyanggah sejenak kisah yang diceritakan Toro.
“Tidak, bukan pemilikku yang membuangku,” jawabnya. “Tetapi ibu mertuanya yang membuangku tanpa sepengetahuan pemilikku. Wanita tua jahat itu membawaku pergi dengan menggunakan mobilnya saat pemilikku dan suaminya tidak ada di rumah. Dia mengatakan penyebab menantunya, yaitu pemilikku belum hamil adalah keberadaan diriku.”
“Astaga, jadi kau disalahkan atas belum hamilnya pemilikmu itu?”
“Ya. Padahal bisa saja pemilikku belum hamil karena memang Tuhan belum memberikan kepercayaan pada mereka, atau mungkin memang ada masalah di antara pemilikku dan suaminya.”
“Kau benar, Toro. Tetapi kenapa hewan yang justru disalahkan, ya? Tidak ada kaitannya aku rasa,” pikirku begitu. “Lalu bagaimana kelanjutan kisahmu?”
“Benar juga. Setelah aku dibuang oleh penyihir jahat itu, aku berusaha untuk mengejar mobilnya, tetapi aku tidak sanggup mengejarnya. Selama beberapa hari aku berkeliaran di jalan sebelum akhirnya Pria Bertopi Merah menemukan keberadaanku. Dia sangat baik dan membawaku pulang ke rumah.
“Kau tahu? Ada belasan kucing tinggal di rumahnya! Kucing-kucing itu juga adalah kucing yang ditelantarkan oleh pemiliknya, ada juga yang memilih kabur dari rumah karena tidak tahan dengan perlakuan yang mereka dapatkan,” jelasnya
“Berarti Pria Bertopi Merah adalah manusia yang baik, karena mau merawat belasan kucing yang terlantar,” ujarku.
“Mungkin dia juga mau merawatmu, Molly.”
“Tidak, itu tidak akan terjadi. Dia sendiri yang mengatakan bahwa dia tidak bisa membawaku pulang, sebab adiknya takut terhadapku,” jelasku membuat Toro terlihat sedih dan kecewa.
“Jadi, setelah ini kita akan berpisah, begitu?”
“Ya, setelah ini kita akan berpisah.”
“Lalu, kau akan pergi kemana setelah ini?”
“Tidak tahu,” jawabku.
“Astaga, apakah kau pergi tanpa memikirkan tujuan, Molly?”
“Ya kau sangat benar. Aku pergi tanpa memikirkan kemana aku akan pergi.”
“Lalu, kenapa kau pergi dari rumah pemilikmu?”
“Dia menginginkan aku mati setelah dia merawatku selama lima tahun lamanya. Makanan yang dia berikan padaku ternyata sudah diberi racun. Seekor tikus yang telah menyelamatkan nyawaku.”
Toro jelas tidak bisa menyembunyikan ekspresi terkejutnya setelah mendengar apa yang aku katakan. Dia menatapku cukup lama sebelum akhirnya kembali berbicara, “Pemilikmu gila! Kenapa dia tega melakukan hal itu? Jika aku bertemu dengannya, aku akan mencakar wajahnya!”
Mendengar apa yang dikatakan Toro justru membuatku terhibur. Kucing itu ternyata sifatnya lebih mirip dengan Olly dibandingkan dengan Nona Snowy. Apalagi, ketika dia menunjukkan cakarnya yang tajam, dia terlihat sangat lucu.
“Kenapa kau tertawa? Kau mengejekku, Molly?”
“Tidak. Aku tidak mengejekmu, Toro. Aku hanya terhibur dengan kata-kata yang kau ucapkan. Terima kasih karena sudah menghiburku.”
Sisa malam hari itu kami habiskan dengan saling bertukar kisah-kisah indah yang pernah kami jalani masing-masing. Dan keesokan harinya, sebelum waktu kerja Pria Bertopi Merah selesai, dan juga setelah aku kenyang mengisi perutku, aku berpamitan pada Toro yang terlihat sedih harus berpisah denganku. Dia benar-benar tidak ingin aku pergi, tetapi mau bagaimana lagi. Aku tidak bisa tinggal bersamanya, dan aku juga tidak bisa tinggal di tempat pengisian bahan bakar.
Hari itu aku kembali berjalan, menelusuri jalanan yang tidak kuketahui tanpa tujuan yang pasti.