Juwita, seorang gadis kecil berusia sembilan tahun, memiliki kebiasaan yang tak dimengerti orang lain. Ia sering merasa jenuh dengan kehidupannya di siang hari. Suara bising kendaraan, hiruk-pikuk tetangga, dan rutinitas sekolah yang membosankan membuatnya mendambakan ketenangan. Maka, tanpa sepengetahuan orang tuanya, Juwita mulai keluar rumah setiap dini hari, tepat pukul tiga pagi.
Malam itu, Juwita mengenakan midi dress lengan panjang berwarna merah dan sandal rumahnya. Ia berjalan pelan melewati kebun kosong di belakang rumahnya. Kebun itu dipenuhi pohon-pohon besar: sawo, rambutan, belimbing, dan nangka.
Angin dingin membuat kulitnya merinding, tetapi ia tak peduli karena di ujung jalan kebun nanti akan ada seekor kucing putih dengan mata biru yang telah menunggunya.
"Halo, Putih," bisik Juwita, tersenyum pada kucing itu. Kucing tersebut mengeong lembut, lalu berjalan mengikutinya.
Mereka tiba di sebuah garasi kosong yang sudah lama ditinggalkan. Di tengah garasi itu berdiri pohon rambutan besar, dengan buah yang menggoda menggantung di antara daunnya yang rimbun. Juwita duduk di bawah pohon, memungut daun-daun kering sambil bercanda dengan kucing putih. Suasana malam yang sunyi membuat semua terdengar jelas: desiran angin, suara dedaunan, dan dengkuran kecil si kucing.
Saat Juwita sedang asyik bermain, suara motor terdengar mendekat. Ia menoleh dan melihat dua pemuda berboncengan lewat di jalan depan garasi. Ketika pandangan mereka bertemu dengan Juwita, kedua pemuda itu mendadak mempercepat laju motor mereka. Salah satu dari mereka berteriak, "Cepat jalan! Jangan lihat ke belakang!"
Juwita mengernyitkan dahi, bingung dengan reaksi mereka. Ia menoleh ke kucing putih yang sedang menatapnya dengan mata birunya. Untuk sesaat, ia merasa tatapan kucing itu aneh, terlihat hampir seperti sedang mengawasinya.
Ketika suara azan subuh berkumandang, Juwita berdiri dan mengusap kepala si kucing. "Sudah waktunya pulang, Putih," katanya, meninggalkan kucing putih yang masih berbaring di garasi-menatapi kepergian temannya. Juwita berjalan pulang dengan langkah ringan, dan berhasil masuk ke rumah tanpa ketahuan orang tuanya.
---
Pagi harinya, saat Juwita berangkat ke sekolah dengan motor bersama ayahnya, ia melihat sesuatu yang tak biasa. Ketika motor ayahnya melewati garasi tua, mereka melihat beberapa orang sedang menebang pohon rambutan di tempat itu.
"Kenapa pohonnya ditebang, Yah?" tanya Juwita.
Ayahnya menghentikan motor dan bertanya kepada salah satu warga di sana. Pria itu menjawab dengan nada serius, "Semalam ada yang lihat sesuatu di sini. Katanya ada anak kecil main sama kucing putih di bawah pohon rambutan. Enggak cuma itu aja, di atas pohon itu ada penampakan perempuan berbaju merah dengan rambut panjang dengan kakinya yang bergoyang-goyang. Sedangkan di belakang pohon, ada monyet besar, matanya merah menyala, cakarnya panjang."
Wajah Juwita perlahan memucat. Tubuhnya mendadak dingin. Ia menoleh ke arah garasi itu. Pohon rambutan itu kini tinggal batang yang hampir tumbang. Si kucing putih tak terlihat di mana pun.
Ia memeluk pinggang ayahnya erat-erat, hatinya bergemuruh. Anak kecil yang disebutkan tentu saja adalah dirinya, tapi… ia tidak menyadari kehadiran sosok-sosok lainnya. Juwita jadi berpikir apakah selama ini ia benar-benar hanya ditemani kucing putih? Atau juga hadir sosok-sosok gaib yang diam-diam menontonnya bermain di garasi itu setiap malam?