Loading...
Logo TinLit
Read Story - SECRET IN SILENCE
MENU
About Us  

Awalnya, Molly berharap langit pagi ini akan terlihat cerah dengan langit biru dan cahaya matahari yang berseri-seri, seperti musim semi pada umumnya. Sayangnya, langit masih ditutupi oleh awan kelabu yang muram. Meskipun hujan telah berhenti, namun dunia masih saja diselimuti kabut tebal, suhunya juga masih sedingin saat malam hari.

Dia baru saja menjauh dari jendela saat mendengar seseorang membuka pintu kamarnya. Tertegun, mulutnya sedikit terbuka, dan alisnya terangkat ketika melihat sosok yang lancang masuk ke dalam kamarnya tanpa permisi.

"Oh, apa itu?" gumam Molly.

Adalah sosok roh—tidak, jika dia adalah roh namun makhluk ini tidak melayang halus bagai hantu, melainkan berjalan seperti orang pada umumnya. Kakinya menapak lantai, namun langkah kakinya tak terdengar, sangat imut dengan tinggi selutut Molly.

Kaki dan tangan makhluk itu terbuat dari kayu berwarna cokelat tua. Matanya bulat besar seindah Sungai Berlian di Hutan Dar. Dia menggunakan topi yang terbuat dari kulit jeruk, yang tampaknya terlalu besar untuk kepalanya, sehingga membuatnya kesulitan untuk melihat sekeliling. Makhluk itu membawa sebuah tas lusuh di samping badannya, yang berisikan baju Rolan yang kemarin sempat dipakai, Mungkinkah makhluk ini yang bertugas membantu Molly bersiap-siap?

Tangannya terulur membantu makhluk lucu ini membetulkan topinya. Molly kemudian membungkuk, menyamakan tinggi tubuhnya, menuai reaksi kaget yang dramatis dari makhluk itu.

Mereka hanya saling menatap, kemudian makhluk itu menggoyangkan kepalanya seraya mengatupkan mulutnya rapat-rapat. Tanpa berbicara apa pun, makhluk lucu itu berjalan menyamping menuju ke dalam kamar mandi, dan Molly hanya melirik dengan kening yang berkerut. Mata mereka masih saling memandang satu sama lain. 

Detik berikutnya, makhluk itu mengintip kamar mandi sejenak, lalu kembali memandang Molly, masih dalam kondisi waspada. Lalu, dia berjalan mendekat ke bagian meja di dekat jendela.

Makhluk itu berjalan miring, menempel dinding, seolah ketakutan namun masih harus melaksanakan tugasnya sebagai roh menara, yaitu menyiapkan sarapan untuk Molly.

Dari dalam tas lusuhnya, keluarlah sebuah nampan besar. Pelan-pelan, dengan sedikit berjinjit, dan masih melirik Molly penuh antisipasi, makhluk itu meletakkan nampan di atas meja. Kemudian, sebuah teko kecil yang berisikan teh hangat, semangkuk sup krim, dan sekeranjang roti.

"Hei," panggil Molly.

Makhluk itu terkejut, hampir saja menjatuhkan sekeranjang buah-buahan. Dia cepat-cepat meletakkan keranjang itu dan membetulkan topinya. Tidak hanya itu, matanya membelalak memandang Molly, seolah tidak percaya akan sesuatu.

"Kau bisa melihatku?" tanyanya seraya menunjuk muka Molly.

Molly mengangkat kedua bahunya. "Kau terlihat jelas di mataku."

"Oh, oh! Bagaimana bisa?" Dia memekik seraya memegang kedua pipinya, tubuhnya menegang, dan gerakannya dramatis saat melanjutkan, "Kau seharusnya tidak bisa melihatku. Aku roh menara, hanya orang mati dan para leluhur yang bisa melihatku!"

"Mungkin karena aku adalah Pembisik Daun," Molly menjawab dengan penuh kepercayaan diri, namun bahunya terangkat bersamaan.

Makhluk itu melongo, keningnya berkerut halus. "Jadi, kau selaras dengan alam?"

Makhluk itu berdiri tegap dan memberikan hormat dengan menurunkan topinya, memamerkan rambutnya yang mirip seperti rumput gajah, besar-besar dan panjang menjuntai hingga ke punggung.

"Namaku Rhoda, senang bertemu denganmu."

Molly tersenyum dan mengangguk, mengapresiasi sikap Rhoda yang penuh santun. "Namaku Molly."

"Ya, aku tahu. Tuan Cardos telah memberitahuku kemarin." Rhoda menuangkan secangkir teh panas dan menawarkannya kepada Molly. "Ini teh oolong, resep dari Tuan Cardos berabad-abad. Cobalah."

Teh itu beraroma rempah-rempah seperti jahe, cengkeh, dan kayu manis semerbak memanjakan penciuman. Ketika dicicipi, Molly dapat menangkap rasa utama teh oolong yang identik dengan rasa floral, kacang, serta buah. Rasanya lembut, dalam, dan hangat, namun masih tetap ringan. Rasa manis dari madu juga tidak terkesan sombong. Cita rasanya beragam dan sempurna untuk suasana menara yang suram akibat hujan lebat kemarin.

"Sempurna." Molly bergumam.

Rhoda menepuk tangannya, senyuman merekah di wajah mungilnya. Tidak hanya itu, mendadak bunga-bunga kecil tumbuh di sekitar rambutnya.

"Ngomong-ngomong, apakah kau yang kemarin membereskan bajuku dan menyiapkan makan malam?" tanya Molly penasaran.

"Ya, itu aku." Rhoda menepuk tangannya kembali, kali ini lebih riang. Suasana hatinya yang baik membuat bajunya ditumbuhi bunga-bunga kecil. "Oh, ya, Tuan Cardos ingin aku menyampaikan sesuatu padamu. Pagi ini, beliau telah mengusir hujan ke sisi lain lembah, jadi hari ini bisa dipastikan akan sangat cerah."

"Ah, begitu rupanya. Aku rasa dia memang harus melakukannya, sebab hari ini kami akan pergi ke Gerbang Bilena." Molly menganggukkan kepala pelan.

"Ah, kau rupanya memiliki tujuan yang sama dengan perempuan galak kemarin ya. Apakah kalian bersaudara? Maksudku, wajah kalian mirip." Rhoda menyentuh pipi kirinya, penasaran.

"Benar sekali, dan aku hendak menjemputnya pulang." Molly menghela napas, yakin kalau kakaknya pasti membuat keributan di menara ini.

"Oh, bagus. Segera bawa perempuan galak itu pergi jauh-jauh dari tempat ini. Dia sering sekali membakar tirai di sekitar menara karena tidak bisa menahan amarahnya sendiri," Rhoda berkata, setengah mengeluh.

Molly menghela napas panjang. "Maafkan aku, aku akan segera membawanya pulang."

"Itu bagus." Rhoda menghela napas lega. Lalu dia memakai topinya lagi. "Lalu, apakah kau berhasil menemukan cara untuk melintasi gerbangnya?"

"Cardos tidak memberitahuku. Tapi, berhubung aku adalah Pembisik Daun, jadi aku memiliki peluang besar untuk bisa membuka Gerbang Bilena."

"Aah, rupanya begitu." Rhoda menganggukkan kepala.

Rhoda ternyata pribadi yang senang mengobrol. Mereka membicarakan banyak hal, tentang Lembah Esterdon. Molly senang mendengarkan Rhoda bercerita, seperti melihat dirinya ketika berbicara bersama Rolan, manis, lucu, dan menyenangkan.

Ah, lagi-lagi teringat dengan Rolan. Molly menyandarkan tubuhnya pada pinggiran bak mandi. Menikmati air hangat sebelum akhirnya mengganti bajunya dengan yang baru.

Lagi-lagi gaun berwarna hijau, namun kali ini dipadukan dengan korset hitam berhiaskan bordiran bunga mawar merah. Molly cukup nyaman dibalut jubah panjang berwarna merah tua yang hangat. Dia kemudian mengikat rambutnya bagai ekor kuda, setelah itu menyantap sarapan sebentar, masih mendengarkan ocehan Rhoda.

Molly berjalan pelan menuju ke ruangan Rolan, berniat untuk berpamitan.

Dalam ruangan itu, Molly mendapati Rolan masih dalam posisi yang sama dengan mata terpejam. Lelaki berambut merah ini masih terlihat mempesona, lebih mirip putri tidur dibanding seorang lelaki yang menjengkelkan dan gemar meremehkannya. Sedangkan Moko terlihat tidur meringkuk di dekat tuannya. Namun, monyet itu seketika menggoyangkan telinga ketika mendengar Molly mendekat.

"Moko, aku akan pergi ke Labirin Hijau," kata Molly berpamitan.

Monyet itu duduk sambil menatap mata perempuan muda itu, seolah sedang mencerna kata-kata Molly.

"Kau mau menjaga Rolan untukku, kan?" Molly mengusap kepala Moko dengan jari-jarinya. "Aku tidak akan lama, setelah Agatha menyelesaikan urusannya dengan artefak itu, aku akan kembali ke sini."

Moko hanya mengerjapkan mata, tapi kemudian mengoceh. Dia melompat turun dari ranjang dan mengambil pisau belati milik Rolan, lantas memberikannya kepada Molly.

"Oh, kau ingin aku membawa ini? Apakah boleh?"

Moko menjawab dengan kikikan khasnya.

Molly mengamati belati di tangannya. Belati itu memiliki sarung berwarna emas dengan hiasan berupa sulur tanaman, di tengah-tengahnya terlukis sosok seorang ksatria yang membawa pedang menghadap belakang. Gagangnya terbuat dari kayu yang dipoles hingga mengilat. Pada bagian bilahnya juga tergambar sosok seorang pria, kali ini si ksatria menghadap depan. Belati ini dibuat khusus dan tentunya harganya pasti sangat mahal.

"Baiklah aku akan membawanya untuk jaga-jaga. Bila nanti Rolan bangun, tolong beritahu aku kalau aku pergi sebentar bersama Cardos, ya." Molly menyimpan pisau belati itu di dekat pinggangnya.

Moko mengayunkan tangannya, menatap Molly melenggang keluar dari kamar.

Mata Molly mengerjap pelan mendapati Cardos yang telah menunggu di depan pintu seraya melipat tangannya di dada. Sang Penjaga Agung mengembangkan senyuman penuh kepercayaan diri.

Keduanya melangkah keluar bersamaan, menengadah menatap langit biru cerah. Cardos melakukan peregangan sekilas.

"Siap?" ucap Cardos kasar seraya menyugar rambut gelapnya, kemudian memakai tudungnya.

Molly melangkah mendekat sambil memakai tudungnya dan berucap, "Ya. Aku sudah siap."

"Bagus. Semoga rencanamu berhasil dan kita bisa kembali dalam kondisi utuh dari sana."[]

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Tyaz Gamma
1441      911     1     
Fantasy
"Sekadar informasi untukmu. Kau ... tidak berada di duniamu," gadis itu berkata datar. Lelaki itu termenung sejenak, merasa kalimat itu familier di telinganya. Dia mengangkat kepala, tampak antusias setelah beberapa ide melesat di kepalanya. "Bagaimana caraku untuk kembali ke duniaku? Aku akan melakukan apa saja," ujarnya bersungguh-sungguh, tidak ada keraguan yang nampak di manik kelabunya...
Invisible Girl
1209      629     1     
Fan Fiction
Cerita ini terbagi menjadi 3 part yang saling berkaitan. Selamat Membaca :)
A.P.I (A Perfect Imaginer)
175      149     1     
Fantasy
Seorang pelajar biasa dan pemalas, Robert, diharuskan melakukan petualangan diluar nalarnya ketika seseorang datang ke kamarnya dan mengatakan dia adalah penduduk Dunia Antarklan yang menjemput Robert untuk kembali ke dunia asli Robert. Misi penjemputan ini bersamaan dengan rencana Si Jubah Hitam, sang penguasa Klan Kegelapan, yang akan mencuri sebuah bongkahan dari Klan Api.
Evolvera Life: Evolutionary Filtration
126      104     0     
Fantasy
.Setiap orang berhak bermimpi berharap pada keajaiban bukan. Namun kadang kenyataan yang datang membawa kehancuran yang tak terduga Siapa yang akan menyangka bahwa mitos kuno tentang permintaan pada bintang jatuh akan menjadi kenyataan Dan sayangnya kenyataan pahit itu membawa bencana yang mengancam populasi global. Aku Rika gadis SMA kelas 3 yang hidup dalam keluarga Cemara yang harmonis d...
Secret Garden
316      264     0     
Romance
Bagi Rani, Bima yang kaya raya sangat sulit untuk digapai tangannya yang rapuh. Bagi Bima, Rani yang tegar dan terlahir dari keluarga sederhana sangat sulit untuk dia rengkuh. Tapi, apa jadinya kalau dua manusia berbeda kutub ini bertukar jiwa?
Pertualangan Titin dan Opa
3498      1339     5     
Science Fiction
Titin, seorang gadis muda jenius yang dilarang omanya untuk mendekati hal-hal berbau sains. Larangan sang oma justru membuat rasa penasarannya memuncak. Suatu malam Titin menemukan hal tak terduga....
Late Night Butterfly
29      27     0     
Mystery
Maka sejenak, keinginan sederhana Rebecca Hahnemann adalah untuk membebaskan jiwa Amigdala yang membisu di sebuah belenggu bernama Violetis, acap kali ia memanjatkan harap agar dunia bisa kembali sama meski ia tahu itu tidak akan serupa. "Pulanglah dengan tenang bersama semua harapanmu yang pupus itu, Amigdala..." ucapnya singkat, lalu meletupkan permen karet saat langkah kakinya kian menjauh....
Evolvera Life
12492      3540     28     
Fantasy
Setiap orang berhak bermimpi berharap pada keajaiban bukan Namun kadang kenyataan yang datang membawa kehancuran yang tak terduga Siapa yang akan menyangka bahwa mitos kuno tentang permintaan pada bintang jatuh akan menjadi kenyataan Dan sayangnya kenyataan pahit itu membawa bencana yang mengancam populasi global Aku Rika gadis SMA kelas 3 yang hidup dalam keluarga Cemara yang harmonis du...
The Dark Woods
993      523     2     
Fantasy
Ini adalah kisah tentang pertempuran antara kaum PENYIHIR dan kaum KESATRIA yang selalu menjadi musuh bebuyutan. Sesibuk itukah kaum Penyihir dan kaum Kesatria untuk saling memerangi sehingga tidak menyadari kembalinya kekuatan jahat yang sudah lama hilang ?
Puncak Mahiya
596      433     4     
Short Story
Hanya cerita fiktif, mohon maaf apabila ada kesamaan nama tempat dan tokoh. Cerita bermula ketika tria dan rai mengikuti acara perkemahan dari sekolahnya, tria sangat suka ketika melihat matahari terbit dan terbenam dari puncak gunung tetapi semua itu terhalang ketika ada sebuah mitos.