"Karena kau telah melihat tekad dan kepercayaan diriku, aku rasa sudah saatnya kau memberitahuku bagaimana caranya mencapai Labirin Hijau." Molly memiringkan kepalanya, melipat tangan ke dada. "Jelaskan singkat, padat, dan langsung pada intinya, aku tidak ingin mendengar ucapan yang berbelit-belit."
Bibir Cardos melengkung tipis, matanya menatap tajam, dan bahunya sedikit terguncang saat tertawa kecil. Dia kemudian berdiri dari duduknya dan berjalan menuju ke seberang meja, menyandarkan tubuhnya pada pinggiran meja belajarnya.
Cardos berkata, "Tempatnya tidak jauh dari sini, sekitar satu kedipan mata ... jika berjalan bersamaku."
Molly menyipitkan mata, keningnya berkerut dan ujung bibirnya naik sedikit, tengah berpikir keras.
"Kau tahu tempatnya, karena kau adalah penjaganya," tebak Molly, "bukan hanya menjaga lembah, tapi kau juga menjaga artefak itu. Kau punya akses untuk ke Labirin Hijau."
Cardos melipat tangan di dada dan mengatakan, "Benar."
Rambut Molly memantul pelan ketika dia melompat penuh kelegaan. "Aku senang kalau kau akhirnya mengaku cepat! Jadi, kau akan mengantarku ke sana, kan?"
Cardos mengerucutkan bibirnya, matanya melirik ke arah kiri sebelum akhirnya menjawab, "Ya, aku bisa mengajakmu ke sana. Tapi, aku tak bisa membantumu melewati Gerbang Bilena."
Kening Molly berkerut dan tangannya mengusap pelan dagunya. Tidak heran, wilayah magis pasti memiliki semacam portal masuk.
"Apakah kau tahu dengan cara apa aku bisa melewati gerbangnya?" Molly bertanya, memiringkan kepala.
"Aku tidak tahu, Permaisuri Galenia tidak memberitahuku secara rinci." Cardos menghela napas panjang dan kembali menambahkan, "Aku rasa tidak hanya seseorang yang memang ditakdirkan yang bisa, tapi, seorang Pembisik Daun juga."
"Dari mana kau bisa seyakin itu?"
Cardos menunjuk kepalanya dan berkata, "Instingku mengatakan demikian. Kau akan tahu begitu sampai di sana. Yang jelas, instingku mengatakan kau bisa melintasi gerbang itu dengan mudah."
"Ah, betapa beruntungnya aku!" Molly tersenyum, meletakkan kedua tangan ke dada sebagai bentuk syukur. "Kalau begitu, kita bisa berangkat ke sana besok pagi. Lebih cepat lebih baik."
"Kau tidak ingin menunggu Rolan?" Cardos memiringkan kepalanya, bertanya-tanya.
"Rolan masih dalam kondisi lemah, Cardos, aku tak tahu apakah dia bisa mengikuti perjalananku." Molly memainkan pita pada gaunnya. Dia mendengkus dan mengatakan, "Aku takut kalau-kalau dia terluka lagi, dan aku tak cukup kuat untuk melindunginya."
Cardos mengusap dagunya, kepalanya mengangguk pelan, memahami keresahan hati Molly. Rolan memang butuh waktu agar benar-benar pulih, namun kondisi saat ini sangatlah krusial. Sayang sekali harus menyia-nyiakan waktu yang ada, apalagi posisi Molly sudah begitu dekat, tinggal sejengkal lagi.
Sang Penjaga Agung menunjuk tangan kiri Molly dan mengatakan, "Maksudku, kalian berdua kan sedang terkena kutukan Rantai Ikat. Siapa tahu kalian bisa meminta artefak itu membatalkan ikatan kalian berdua."
Molly mengecek tangan kirinya, yang kini telah separuh menghitam akibat kutukan. Warnanya bahkan jauh lebih gelap dari yang dikiranya.
"Rencanaku besok tidak akan berjalan lama," timpal Molly. "Hanya satu kedipan mata kau mengantarku ke Gerbang Bilena, kemudian aku akan berbicara dengan Agatha. Begitu kami selesai, kita bisa kembali pulang bersama kakakku."
Ada keheningan sejenak yang menyelimuti keduanya, sebelum akhirnya Molly menambahkan, "Aku tidak bisa membawa Rolan lebih jauh ke dalam masalah keluargaku. Aku ingin dia beristirahat sampai benar-benar pulih."
"Begitu." Cardos memasukkan kedua tangan ke saku celananya. "Kalau begitu, ada baiknya kau kembali ke kamarmu sekarang. Istirahatlah. Kita berangkat besok pagi bersama-sama."
Molly mengangguk pelan. "Terima kasih, Penjaga Agung yang mulia. Kau sangat membantuku." Dia memberikan penghormatan selayaknya berbicara pada bangsawan. Cardos hanya tertawa pendek sebagai respon. "Aku akan kembali ke kamarku. Selamat malam."
Cardos menegakkan tubuhnya dan memberikan salam juga. "Selamat malam, Mol."
Molly tersenyum dan memutar badan, melangkah perlahan menuju pintu, membukanya, dan bersiap untuk menutupnya. Namun, sebelum ujung pintu benar-benar tertutup, dia mendengar Cardos memanggil namanya dari dalam ruangan.
Rupanya Cardos telah berada di dekat meja nakas di dekat rak buku. Tangan pria itu memegang sebuah buku yang sempat dibaca oleh Molly beberapa saat yang lalu. Sang Penjaga Agung berjalan mendekat.
"Ya?" Molly mengerjapkan mata penasaran.
"Sejujurnya, aku penasaran akan sesuatu," kata Cardos memulai. "Apakah kau benar-benar percaya pada Rolan?"
Molly tidak mengerti mengapa Cardos tiba-tiba saja menanyakan hal ini kepadanya. Jika diingat-ingat lagi, Rolan memang seorang lelaki asing yang ditemuinya di kedai minuman di Nevervale, juga seorang pencuri. Lalu tanpa disangka-sangka mereka dapat menjalin hubungan selayaknya teman dekat. Terlepas dari sikap Rolan yang lancang, sering merendahkan Molly, juga bagaimana lelaki itu menentang keputusan Molly.
"Dia cukup bisa diandalkan sampai saat ini," jawab Molly mengangguk. "Aku tidak melihat alasan untuk meragukannya. Dia sering mengingatkanku akan banyak hal, juga tidak pernah membohongiku."
"Begitu."
"Ada apa?" Kini giliran Molly yang bertanya.
"Ah tidak, instingku mengatakan kau dan Rolan memiliki hubungan yang sangat dekat. Lebih dekat dari dugaanku." Cardos menjawab seraya memainkan ujung rambut gelapnya, menuai rasa heran dari Molly.
Molly melipat tangannya di dada. Ia mengamati raut wajah Cardos dan sorot mata lelaki itu yang sempat melembut, sebelum akhirnya disembunyikan cepat. Apa maksudnya? Jangan-jangan—
"Apakah aku mengganggu kalian berdua?" Entah mengapa Molly merasa tidak enak hati.
Alih-alih menjawab pertanyaan Molly, Cardos malah merespon dengan pertanyaan juga. "Apakah kau pernah berpikir bagaimana bisa Rolan mengenal seorang Penjaga Agung sepertiku?"
Molly menggaruk keningnya, menyadari bahwa dia tidak pernah memikirkan hal itu. Lebih tepatnya, dia tidak suka ikut campur dalam urusan lain. Baginya, bersikap praktis untuk saat ini adalah yang terpenting. Jika kenalan Rolan bisa membantunya, mengapa tidak? Terlepas bagaimana hubungan Rolan dengan semua kenalannya.
Ia menjawab, "Entah. Aku tak memiliki alasan untuk mengetahui hubungan kalian seperti apa."
"Apakah kau tidak penasaran mengapa Rolan selalu mengatakan kalau Keajaiban Bilena itu tidak nyata? Padahal dia berteman denganku." Cardos menyipitkan mata. "Kau tidak penasaran mengapa darahnya berwarna biru? Mengapa dia selalu menyendiri dan hanya bersama monyetnya? Atau mungkin, kau tidak penasaran mengapa tubuhnya bisa berkilauan di bawah cahaya? Apa kau tidak mencurigai siapa orang yang memberitahu Agatha tentang Keajaiban Bilena?"
Cardos melontarkan pertanyaan yang bertubi-tubi, teramat banyak. Sedangkan Molly yang kelelahan hanya dapat menggelengkan kepala dan membalas, "Aku tidak mengerti apa maksudmu."
"Kau tidak ingat dengan tempat ini? Sungguh?" Cardos kembali melemparkan pertanyaan misterius. "Karena instingku mengatakan aku pernah melihatmu sebelumnya, dan aku berpikir kalau kita pernah berbicara seperti ini, untuk yang ketiga kalinya."
Perempuan itu hanya terdiam, kemudian menaikkan bahunya sebagai respon ketidaktahuannya. "Aku sangat yakin kita baru bertemu sekarang. Tidak mungkin kau berbicara denganku sebanyak tiga kali."
Cardos mengerjapkan mata beberapa kali, mulutnya terbuka sedikit membentuk huruf 'o' dan tangannya menggenggam erat buku. Sejenak dia terdiam, lalu mengangguk, seolah mengerti sesuatu.
"Begitu." Sang Penjaga Agung menggaruk pelipisnya pelan. "Aku juga bingung bagaimana harus menjelaskannya. Tapi, aku sarankan untuk tidak menaruh kepercayaan terlalu dalam pada Rolan, atau lebih baik jangan sama sekali."
"Kenapa begitu?" Molly mendelik.
"Aku hanya khawatir kalau sesuatu terjadi padamu. Kau tahu, penyair itu tidak selalu bisa dipercaya." Cardos memandang mata Molly dalam-dalam, mencoba mendoktrin perempuan muda itu. "Terkadang, orang yang paling dekat adalah mereka yang tahu persis di mana harus menusuk tanpa melihat."
Perkataan itu jelas membuat Molly membeku selama beberapa detik. Rolan memang telah memperingati Molly untuk tidak terlalu percaya dengannya.
Namun, gagasan buruk itu tidak terbukti, nyatanya Rolan masih berada di sisinya—menolongnya sewaktu dia hendak tenggelam dan melindunginya sewaktu di Hutan Dar. Tidak ada yang salah sejauh ini, semuanya masih baik-baik saja. Akhirnya, Molly memilih menepis jauh-jauh perkataan Cardos dari pikirannya.
"Terima kasih telah mengkhawatirkanku, Cardos," balas Molly lembut, "mungkin Rolan tahu cara untuk menusukku, tapi dia tidak akan menduga caraku untuk menghindar."[]