Hidup tenang tanpa drama bersama kakak dan adiknya adalah impian hidup Molly, anak tengah dari tiga bersaudara. Dia tak menyangka saat Agatha, kakaknya, tiba-tiba menghilang dan melepas tanggung jawab hingga adik bungsu mereka, Pandia, menjadi pengantin pengganti dalam sebuah pernikahan yang tak diinginkan.
...Read More >>"> SECRET IN SILENCE (Bab 21) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - SECRET IN SILENCE
MENU 0
About Us  

Hari menjelang petang saat tiga sekawan berjalan melintasi jembatan utama, tujuan mereka kini jelas: pergi ke Sarang Dalam demi membebaskan Agatha dan Adamus diam-diam.

Molly ingat suasana ketika malam hari di Nevervale. Saat petang tiba, Neverian memilih menghabiskan waktu untuk beristirahat bersama keluarga sehingga membuat desa itu senantiasa tenang dan sepi. Tak hanya itu, jalanan yang sepi juga memberikan kesan mencekam dan berbahaya bagi siapa pun yang melintas, seolah memberikan ancaman tentang tindak kejahatan.

Berbeda dengan di desa Druid, ketika malam hari, suasana terlihat lebih hidup namun dari segi yang berbeda. Lampu-lampu bersinar halus dari balik jendela-jendela, jalanan juga disinari oleh cahaya dari kunang-kunang yang berputar-putar di udara, sungai Berlian yang mengalir di tengah-tengah pedesaan juga ikut bersinar dalam warna biru terang saat malam hari.

Yang membuat Molly semakin takjub adalah pohon Javarash yang juga ikut bersinar, daun-daunnya yang bersinar terang berwarna hijau seolah dilingkupi oleh aura ajaib. Cahaya-cahaya itu sudah cukup untuk menerangi jembatan utama menuju ke Sarang Dalam.

"Tempat ini benar-benar mirip dalam buku dongeng," Molly bergumam, tak henti-hentinya terkagum-kagum.

Rolan menghentikan langkah, menoleh seraya melipat tangan di dada. "Mungkin, jika kau memiliki waktu luang, bermainlah ke sini. Itu kalau kita berhasil membawa kakakmu pulang."

Molly memutar matanya. "Kita akan berhasil membawanya pulang. Agatha selalu rajin mendengarkan perkataanku."

"Oh, aku tak berharap banyak, Mawar Merah," dengus Rolan, matanya melirik Molly ketika perempuan itu berjalan mendahuluinya.

Ketiganya tiba di depan gerbang utama Sarang Dalam. Gerbang itu lebih kepada sebuah gapura yang terbuat dari batu yang disusun kokoh, membentuk sebuah pelengkung yang dihiasi ukiran-ukiran yang menunjukkan kepercayaan mereka kepada Penjaga Agung Hutan.

Sesuai rencana awal, mereka bertiga menyusup di antara para penduduk yang berbondong-bondong untuk melakukan doa bersama. Rolan, mengambil langkah lebar-lebar, mendekati salah satu penjaga yang ada di dekat pintu aula. Dia menepuk bahu seorang penjaga berambut pirang.

"Hei, apa yang—" Penjaga itu awalnya terkejut dan merasa asing dengan keberadaan Rolan. Kemudian, dia mengerjap, keningnya berkerut keheranan, sebelum akhirnya berkata, "Rolan, kau ada di sini? Ada apa, kawan?"

Molly dan Aldir, sedikit keheranan, sejak kapan si penjaga seakrab itu dengan Rolan? Mereka berbincang, bagai dua kawan yang lama tak bertemu. Meski Molly menangkap guratan kebingungan dan keheranan pada si penjaga, namun mereka berpelukan erat dan menepuk-nepuk bahu penuh rasa rindu.

"Ya, aku kemari untuk berlibur." Merasa cukup berbasa-basi, Rolan kemudian bertanya, "Tolong beritahu aku di mana posisi penjara bawah tanah."

Sementara Rolan dan Aldir mengumpulkan informasi posisi penjara bawah tanah, Molly memilih untuk menunggu di belakang. Lalu, tiba-tiba terdengar bunyi dengungan di telinganya. Dia menoleh, mencari tahu siapa yang berusaha untuk berkomunikasi. Saat mendongak, ia mendapati pohon Javarash tengah melirik ke arahnya.

Apakah ini benar dirimu, Pembisik Daun bermahkota emas? Suara itu disampaikan dalam pikiran Molly, membuat perempuan muda itu menjengit. Jangan takut, Pembisik Daun. Setiap dari kalian dapat berkomunikasi denganku dengan cara berbeda.

Bibir Molly bergetar ingin menjawab dan matanya membulat penuh kekaguman saat melihat pohon raksasa itu memandangnya dalam keteduhan. Hatinya berdebar penuh rasa ingin tahu, dia lantas mendekat.

Pembisik Daun, kau selalu menatapku takjub. Javarash kembali berkata, dahannya berayun seolah penasaran. Entah sudah berapa kali aku berbicara denganmu sejak terakhir kali. Kau selalu datang kepadaku dalam tujuan yang sama.

Kening Molly bertautan, guratan kebingungan juga tampak di wajah kecilnya. Javarash berkata seolah mereka telah bertemu sebelumnya, seakan-akan Molly sering menjumpainya. Padahal, bila diingat-ingat lagi hari ini adalah kali pertamanya mereka bertatap muka.

Kita baru saja bertemu. Molly melangkah mendekat, masih mendongak.

Alam memang menyimpan rahasia yang tak terhingga. Javarash berbisik lembut, memahami sesuatu yang Molly sendiri belum sepenuhnya pahami. Aku rasa kita telah berpapasan lebih dari yang kau sadari, dan ini ketiga kalinya aku melihatmu di tempat ini, pada momen yang sama.

Barangkali kau salah mengira, tapi aku baru bertemu denganmu hari ini. Molly mengusap bagian akar yang ada di dekatnya.

Mungkin aku keliru, tapi ingatanku sangat jelas. Kau pun pernah mengusap akarku dengan lembut. Namun kau perlu ingat, harapanmu untuk menyelamatkan kakakmu mungkin akan berujung pada kegagalan.

"Apa maksudmu?" Molly terkejut, suaranya meninggi, matanya membulat sempurna, dan tubuhnya menegang. "Bagaimana kau tahu aku mencari kakakku?"

Angin berhembus, berputar di Sarang Dalam, menggigit tulang belakangnya hingga membuatnya gemetaran. Daun-daun di sekitar ikut bergetar, seolah merasakan ketegangan yang mengisi lingkup udara. Pikiran Molly bergejolak, mempertanyakan apa maksud Javarash.

"Kau sedang mengancamku ataukah sedang memberitahuku?" tanya Molly. Dadanya berdegup kencang, berharap jika pohon Javarash hanya bercanda. Meski nantinya terbukti hanya candaan, tetap saja tidak lucu.

Alih-alih memberikan jawaban, Javarash terdiam sejenak, menimbang kata-katanya. Kau tidak perlu khawatir. Seperti yang telah kukatakan, alam menyimpan rahasia yang tak terhingga. Mungkin aku memang keliru, mungkin Pembisik Daun yang aku lihat terakhir kali bukanlah dirimu, dan mungkin saja kau berhasil mencapai tujuanmu.

Tepat sebelum Molly hendak menimpali pernyataan pohon Javarash, Aldir menepuk bahunya perlahan dari belakang, mengejutkannya.

Cepat-cepat Molly memutar tubuh. "Maaf, bagaimana?"

"Rolan telah mendapatkan posisi penjaranya." Aldir memberikan informasi singkat, menandakan bahwa mereka harus bergegas, sebelum efek kekuatan Rolan menghilang.

Ada perasaan yang tak menentu dalam hati Molly, mulai dari rasa tidak percaya, khawatir, juga takut. Perasaan itu muncul tepat saat Javarash memberitahunya, namun begitu Molly menoleh tepat sebelum masuk melalui pintu utama Sarang Dalam, pohon itu hanya mengamati dari kejauhan, membisu.

Molly meremas roknya, hatinya bergemuruh agar tetap teguh pada prinsipnya, dan meyakinkan diri bahwa Javarash tak akan membuatnya berhenti. Ia kemudian membuang muka dan menyusul teman-temannya.

Sarang Dalam, lebih mirip gua raksasa, terletak tak jauh dari pohon Javarash. Gua itu memiliki pintu batu besar yang tak dapat digeser ataupun didorong. Namun, Rolan hanya melewatinya begitu saja dan menghilang di balik pintu batu.

Ya, pintu batunya adalah ilusi, dan Rolan adalah essentor yang cerdik untuk memecahkan ilusi.

Tempat ini minim penjagaan, sampai-sampai Rolan melenggang santai penuh gaya, menyihir para penjaga yang tak lebih dari dua orang. Entah karena para druid yang sangat ramah dan lemah lembut, atau mungkin karena memang ada acara berdoa bersama di Aula Pemujaan, yang menyebabkan ketiganya bisa masuk dengan mudah.

Aula depan Sarang Dalam lebih mirip tempat bernaung dan bersuaka yang penuh ketenangan. Tak hanya itu, tempat ini sangat hening, suara keramaian di luar gua tak terdengar. Semuanya benar-benar teredam.

Sejauh mata memandang, Molly melihat dipan yang terbuat dari batu, keranjang-keranjang rotan, kemudian ukiran-ukiran dalam bahasa kuno pada pilar-pilarnya. Sayangnya, para druid terlalu menyatu dengan alam, terbukti dengan tanah becek dan berair, alih-alih membuat lantai yang layak dan kering.

Yang membuat Molly tercengang adalah lukisan pada dindingnya, yang menceritakan tentang hubungan para druid terhadap Penjaga Agung Hutan. Gambaran mereka kuno dengan pewarna seadanya, namun penggambarannya amat menyentuh dan indah.

Ketiganya tiba di depan lorong panjang, yang dipercaya Rolan sebagai penghubung penjara bawah tanah dengan aula depan gua. Lorong ini sepertinya dibuat menggunakan metode melubangi dinding batu gua sebagai pintu masuk, serta menggali lapisan tanahnya untuk membuat jalan baru ke bawah. Anak tangga penghubungnya dibuat melingkar yang hanya diterangi oleh beberapa lampu obor pada tiap-tiap tikungannya.

Rolan mengangkat kedua tangan, membeberkan apa yang dipikirannya. "Sesuai rencana kita di awal. Mengerti?"

"Oke," Aldir menjawab seraya menganggukkan kepala.

Rolan melirik Molly. Mata hijaunya mengucapkan 'tolong jangan bertindak bodoh dan ikuti rencana awalnya.'

Molly memutar mata dan menjawab, "Iya."

Penjara bawah tanah itu lembap dan dingin, suara tetesan air dari langit-langit yang menghantam genangan air terdengar menggema sampai ke bagian anak tangga. Obor yang menempel di dinding—yang menjadi sumber cahaya satu-satunya—menciptakan bayangan mengerikan yang menari-nari pada dinding batu.

Setibanya di bagian anak tangga yang terakhir, dua orang druid penjaga terpantau berbincang-bincang di dekat bangku batu ta jauh dari pintu masuk, yang merupakan satu-satunya akses masuk ke sel penjara bawah tanah.

Secara tak sengaja, Rolan menginjak genangan air, menimbulkan suara yang menggema. Dua penjaga itu menolehkan kepala bersamaan, dan berdiri sigap saat bertemu pandang dengan Rolan.

Rolan mengangkat kedua tangannya. Dia tersenyum ramah seraya mengatakan, "Halo!"

Dua penjaga druid itu mengernyitkan kening bersamaan, mereka saling memandang satu sama lain, kebingungan.

"Apakah kalian mendengarku?" Rolan memiringkan kepala. Mencoba melangkah mendekat.

Salah satu penjaga menodongkan tombak mereka. "Kami tak tahu siapa kau, bagaimana—"

"Ayolah, kalian pasti mengenalku," sahut Rolan penuh keramahan. "Aku Rolan, kawan lama Druid Agung."

Ada jeda sejenak yang menegangkan dan mendebarkan. Aldir yang bersembunyi bersiap mengeluarkan belatinya, berjaga apabila Rolan gagal memengaruhi dua penjaga itu. Molly dan Moko menelan ludah bersama-sama.

"Oh, Rolan yang itu," kata penjaga druid yang berambut gelap. Dia tersenyum dan mengayunkan kedua tangannya. "Sudah lama sekali tidak bertemu, kawan. Tenang, kami tidak akan melukaimu."

Sementara druid penjaga yang satunya, yang berambut pirang, masih terperangah kebingungan. Menandakan bahwa kemampuan Rolan belum berhasil memengaruhinya. Meski begitu, si penyair, tak pantang menyerah, dia kembali mengingatkan dibantu oleh druid penjaga berambut gelap untuk meyakinkan.

Selagi Rolan mengalihkan perhatian para druid penjaga, Molly, Aldir, dan Moko melancarkan aksinya. Hewan lucu itu muncul dari kegelapan, diikuti oleh Molly dan Aldir yang mengendap-endap dari belakang. Kaki-kaki mereka melangkah tanpa menimbulkan suara seolah dilapisi oleh kabut tipis yang membuat langkah kakinya teredam.

Moko lantas menaiki meja di belakang para druid dan mengambil kunci dari laci dengan amat hati-hati. Dia berlari menuju ke dekat pintu, memberikan kuncinya pada Aldir, yang telah menunggu. Perlahan-lahan, pemuda itu memutar kunci dan mendorong pintu agar terbuka. Dirasa di dalam telah aman, ketiganya kemudian bergegas menyelinap bersama, meninggalkan Rolan yang masih bernostalgia bersama si penjaga.

"Aku tidak pernah tahu kalau kemampuan seorang Manipulator akan sangat menakjubkan," komentar Aldir pelan hampir berbisik, masih dalam kondisi mengendap-endap.

Moko menaiki bahu Molly, matanya mengedar mengecek kondisi.

"Tetap saja, ada satu penjaga yang sepertinya tak terpengaruh. Kita tetap harus berhati-hati," balas Molly penuh antisipasi.

Aldir mengangguk setuju, lantas menjawab, "Kau benar, setiap kemampuan essentor memiliki kelemahan. Aku rasa letak kelemahan Rolan adalah pada jumlah orang yang bisa dipengaruhi dan seberapa kuat kemampuan psikis lawan."

Kini mereka berjalan lurus, mengecek setiap sel. Satu per satu mereka memindai dan memastikan kondisi mereka aman.

"Tapi tetap saja keren, kan?" imbuh Aldir untuk yang terakhir kalinya.

Molly terlalu fokus pada tujuan utamanya sampai hanya menjawab singkat, "Ya."

Keduanya berhenti saat mendengar suara bisik-bisik dari salah satu sel yang ada di ujung lorong. Begitu mendekat, Molly tersenyum lega melihat sosok kakak yang selama ini dicarinya, Agatha.

Agatha tampil dengan rambut merahnya yang dikuncir ekor kuda dan pakaian dinas hariannya. Wajahnya kotor akibat debu, lumpur, dan keringat. Mata birunya juga membulat mendapati Molly, yang berdiri di luar sel. Wajah cantik khas yang awalnya masam seketika itu dihiasi oleh senyuman penuh kelegaan secerah musim panas. Molly bersyukur, mengetahui Agatha masih baik-baik saja.

Adamus juga ada di sebelahnya, tengah terduduk lesu. Lelaki paruh baya itu melompat berdiri, saat melihat sosok Aldir. Dia berlari kecil mendekat ke pagar sel, bibirnya yang pucat tak berhenti menggumamkan nama putranya dan ucapan-ucapan terima kasih.

"Syukurlah kalian baik-baik saja," Molly berucap dengan penuh rasa syukur dan kelegaan. Dia memegangi tangan Agatha yang memegang jeruji besi kuat-kuat. "Aku sangat mengkhawatirkanmu."

"Molly, aku senang bisa melihatmu kembali. Apakah kau kemari untuk menyelamatkan kami?" Mata Agatha berkaca-kaca, tangannya yang semula menggenggam jeruji besi, terulur mengusap wajah Molly.

"Ya. Kami kemari untuk membebaskan kalian berdua," Aldir menyahut seraya membuka pintu sel menggunakan kunci yang dibawanya. Begitu pintu sel dibuka, Adamus menyambar Aldir, memeluknya dengan penuh cinta dan kelegaan. "Syukurlah Ayah baik-baik saja."

"Terima kasih, putraku. Aku selalu tahu kau akan datang menjemputku, cepat atau lambat," ucap Adamus dengan nada serak.

Sementara Agatha, berjalan pelan menatap mata adiknya dalam penuh rasa syukur dan kerinduan. Ini adalah momen yang didambakan Molly, momen di mana ia bersatu kembali bersama si kakak. Dari sini, ia bisa membayangkan bagaimana kehidupannya ketika mereka tiba di Nevervale nanti.

Javarash salah, aku berhasil menemukan kakakku.

Mata mereka berkaca-kaca dan keduanya saling memeluk erat satu sama lain.

Agatha mempererat pelukannya. "Terima kasih telah menyelamatkanku, Molly. Aku tidak menyangka kau akan datang kemari."

Molly mengusap wajah kakaknya perlahan, matanya berkilat dengan air mata yang tertahan. Namun sedetik kemudian kembali menajam ketika mengatakan, "Agatha, aku punya banyak pertanyaan yang harus kau jawab. Ada beberapa hal yang harus kita diskusikan bersama. Tapi, untuk sekarang kita harus segera pergi dari sini."

Aldir mengangguk setuju. "Kita harus segera pergi dari sini sebelum ketahuan. Kalian bisa berlari, kan? Kita akan pergi dari desa. Malam ini juga. Aku harap, kalian masih memiliki tenaga untuk kabur."

"Bagus. Lebih cepat lebih baik. Ayo, kita pergi sekarang." Adamus mengangguk.

Kini keempatnya berlari melintasi lorong penjara, derap langkah keempatnya menggema di dinding batu yang padat. Begitu tiba di depan pintu utama, Moko tiba-tiba menjerit panik saat melihat Rolan terduduk lemas sambil mengusap hidungnya. Sekilas, Molly melihat cairan biru berkilauan yang mencolok di punggung tangannya.

Dia mimisan? Kenapa? Molly mengernyit.

"Akhirnya," Rolan berkata santai yang dibuat-buat, dinilai dari suaranya yang serak. Secara tak langsung menyampaikan bahwa dia sangat kelelahan.

Molly mendelik mendapati kedua penjaga yang kini tergeletak di lantai, mendengkur keras. "Kau melukai mereka?"

"Apa kau tak mendengar suara dengkuran mereka?" balas Rolan singkat seraya berdiri dari kursi. Moko lantas menaiki bahu tuannya dan mengoceh khawatir. "Kita tak punya waktu mendengarkan pendapatmu, Moko. Waktu kita tinggal sedikit. Ayo pergi."

Rolan dan Agatha sempat saling bertukar pandang walau hanya sekilas. Seketika itu wajah Agatha mengeras, rahangnya saling beradu, dan sorot matanya tajam. Sedangkan Rolan tak menanggapinya—jelas-jelas masa bodoh.

Agatha adalah tipikal perempuan yang tak memercayai lelaki, dia cukup tegas mengenai hal itu. Mendapati adiknya bersama lelaki lancang dan banyak gaya seperti Rolan, sudah pasti Agatha menjadi sangat protektif terhadap adiknya.

"Dia berada di pihak kita," kata Molly memegang tangan kakaknya penuh menyakinkan, meminta agar Agatha percaya dengan Rolan.

Agatha hanya tersenyum tipis menanggapinya.

Mereka bersama-sama menaiki tangga hingga menuju ke aula depan. Rolan yang memimpin, sementara Molly dan Agatha di bagian paling belakang. Namun, saat tiba di aula utama Sarang Dalam, Agatha tiba-tiba saja melepaskan pegangan tangannya dari Molly, membuat kedua saudari kandung itu berhenti seketika.

"Ada apa?" Molly meraih tangan kakaknya kembali.

Anehnya, Agatha menarik tangannya dengan kikuk dan kebingungan, seolah teringat akan sesuatu.

"Aku meninggalkan barang-barangku di ruangan pribadi Druid Agung," Agatha bergumam. Mata birunya berkilat dengan penuh tekad. Tanpa menunggu persetujuan Molly, dia membalikkan badan dan pergi melintasi aula utama menuju ke bagian dalam gua.[]

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Mic Drop
419      328     2     
Fan Fiction
Mic Drop (Ethereal/7 Raga 1 Asa) Ethereal adalah boy band ternama dari kahyangan (langit lapis ke-7) beranggotakan 7 pangeran tampan (MarJinny, MarYoonGa, MarJayHop, MarJooni, MarChimmy, MarTaeVi, dan MarJuki). Selain berparas tampan, mereka juga memiliki suara yang indah, sehingga dijuluki the golden voices alias suara emas. Masing-masing anggota memiliki mic dengan warna yang berbeda. Se...
The Red Eyes
21785      3089     4     
Fantasy
Nicholas Lincoln adalah anak yang lari dari kenyataan. Dia merasa dirinya cacat, dia gagal melindungi orang tuanya, dan dia takut mati. Suatu hari, ia ditugaskan oleh organisasinya, Konfederasi Mata Merah, untuk menyelidiki kasus sebuah perkumpulan misterius yang berkaitan dengan keterlibatan Jessica Raymond sebagai gadis yang harus disadarkan pola pikirnya oleh Nick. Nick dan Ferus Jones, sau...
The pythonissam
356      274     5     
Fantasy
Annie yang harus menerima fakta bahwa dirinya adalah seorang penyihir dan juga harus dengan terpaksa meninggalkan kehidupanannya sebagai seorang manusia.
Blue Island
105      92     1     
Fantasy
Sebuah pulau yang menyimpan banyak rahasia hanya diketahui oleh beberapa kalangan, termasuk ras langka yang bersembunyi sejak ratusan tahun yang lalu. Pulau itu disebut Blue Island, pulau yang sangat asri karena lautan dan tumbuhan yang hidup di sana. Rahasia pulau itu akan bisa diungkapkan oleh dua manusia Bumi yang sudah diramalkan sejak 200 tahun silam dengan cara mengumpulkan tujuh stoples...
Pertualangan Titin dan Opa
3192      1244     5     
Science Fiction
Titin, seorang gadis muda jenius yang dilarang omanya untuk mendekati hal-hal berbau sains. Larangan sang oma justru membuat rasa penasarannya memuncak. Suatu malam Titin menemukan hal tak terduga....
Anak-Anak Dunia Mangkuk
477      276     6     
Fantasy
Dunia ini seperti mangkuk yang biasa kalian pakai untuk makan dan minum. Kalian yang tinggal di lembah hidup di dasarnya, dan pegunungan batu yang mengelilingi lembah adalah dindingnya.
Game of Dream
1331      738     4     
Science Fiction
Reina membuat sebuah permainan yang akhirnya dijual secara publik oleh perusahaannya. permainan itupun laku di pasaran sehingga dibuatlah sebuah turnamen besar dengan ratusan player yang ikut di dalamnya. Namun, sesuatu terjadi ketika turnamen itu berlangsung...
My World
583      387     1     
Fantasy
Yang Luna ketahui adalah dirinya merupakan manusia biasa, tidak memiliki keistimewaan yang sangat woah. Hidup normal menyelimutinya hingga dirinya berusia 20 tahun. Sepucuk surat tergeletak di meja belajarnya, ia menemukannya setelah menyadari bahwa langit menampilkan matahari dan bulan berdiri berdampingan, pula langit yang setengah siang dan setengah malam. Tentu saja hal ini aneh baginya. I...
Hamufield
27651      3170     13     
Fantasy
Kim Junsu: seorang pecundang, tidak memiliki teman, dan membenci hidupnya di dunia 'nyata', diam-diam memiliki kehidupan di dalam mimpinya setiap malam; di mana Junsu berubah menjadi seorang yang populer dan memiliki kehidupan yang sempurna. Shim Changmin adalah satu-satunya yang membuat kehidupan Junsu di dunia nyata berangsur membaik, tetapi Changmin juga yang membuat kehidupannya di dunia ...
ETHEREAL
1452      651     1     
Fantasy
Hal yang sangat mengejutkan saat mengetahui ternyata Azaella adalah 'bagian' dari dongeng fantasi yang selama ini menemani masa kecil mereka. Karena hal itu, Azaella pun incar oleh seorang pria bermata merah yang entah dia itu manusia atau bukan. Dengan bantuan kedua sahabatnya--Jim dan Jung--Vi kabur dari istananya demi melindungi adik kesayangannya dan mencari sebuah kebenaran dibalik semua ini...