Hidup tenang tanpa drama bersama kakak dan adiknya adalah impian hidup Molly, anak tengah dari tiga bersaudara. Dia tak menyangka saat Agatha, kakaknya, tiba-tiba menghilang dan melepas tanggung jawab hingga adik bungsu mereka, Pandia, menjadi pengantin pengganti dalam sebuah pernikahan yang tak diinginkan.
...Read More >>"> SECRET IN SILENCE (Bab 12) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - SECRET IN SILENCE
MENU 0
About Us  

"Dia menghindari perjodohannya dengan Tuan Vince. Akibatnya, adik bungsuku yang menjadi pengantin penggantinya."

Rolan menaikkan kedua alis, jelas-jelas tertarik atas pembicaraan ini. Di luar dugaan Molly, dia pikir Rolan akan memotong pembicaraannya, menghakimi dengan memasang ekspresi sinis, menyela dan bahkan merendahkan menggunakan kalimat sarkas. Perempuan itu sempat tertegun saat si penyair mendengarkan dalam penuh kesabaran. Sesekali menganggukkan kepala, keningnya berkerut dan terperangah saat Molly menceritakan rumor tentang si tua bangka.

Sikap Rolan yang mendengarkan dengan seksama menuai penghargaan dari Molly. Jantungnya berdebar-debar cepat, debarannya semakin meresahkan ketika mata hijau itu terus menatapnya.

"Kau tahu." Rolan akhirnya menanggapi cerita Molly. Tubuhnya ditegakkan seraya kembali mengatakan, "Kalau kalian memang perempuan dewasa, seharusnya kalian tidak lari dari kenyataan."

Molly menganggukkan kepala sependapat dengan perkataan Rolan. "Itulah yang terjadi pada Agatha." Jeda. "Kami sering kali dikekang di rumah. Jika bukan karena Agatha, aku dan adik bungsuku tidak akan bisa bekerja dan mendapatkan uang saku sendiri. Paman dan bibi sampai jengkel dan menyerah terhadap sikap liarnya. Tapi tetap saja, perbuatannya yang satu ini tak bisa dinormalkan, apalagi dimaafkan."

Namun, sepertinya Molly salah menangkap apa yang dimaksud oleh Rolan.

Terdengar dengusan dari mulut Rolan. "Bukan Agatha saja yang aku maksud," ralatnya membuat Molly menaikkan satu alisnya. "Tapi kalian bertiga."

Bibir Molly terbuka, sementara raut wajahnya menunjukkan kebingungan. Ia menghela napas, memproses apa yang dimaksud Rolan. Kata kalian merujuk pada Molly, Pandia, dan Agatha. Oke, kesalahan Agatha memang jelas—melarikan diri dari tanggung jawabnya. Sedangkan Molly dan Pandia, di mana letak kesalahan mereka? Bukankah justru mereka yang menjadi korban?

Molly ingin menyanggah, atau setidaknya menanyakan maksud sebenarnya dari ucapan Rolan. Namun, sebelum dia sempat berkata apa-apa, Moko tiba-tiba memanjat lalu duduk di bahunya. Kehadiran monyet capuchin itu membuat Molly mendengus.

Sementara Rolan tetap tampil santai, lancang, dan tanpa sedikit pun rasa bersalah.

Pada akhirnya, perempuan berambut emas itu memilih untuk menelan kembali pertanyaannya, menyimpannya rapat-rapat dalam hati. Yah, tidak perlu repot-repot menjelaskan maksud perkataan Molly pada orang asing. Rolan mungkin telah mendengarkan cerita Molly, tapi tidak untuk memahami perasaannya. Tak mengapa. Molly sudah terbiasa.

"Tapi kau tahu Keajaiban Bilena, kan?" Rolan melontarkan pertanyaan lain, mengubah topik pembicaraan, memecah lamunan Molly.

Kalau yang satu itu, Molly jelas mengetahuinya, Agatha sempat menuliskannya dalam buku jurnal di rumah.

"Agatha tidak menuliskan banyak hal," jawab Molly ragu, berusaha mengingat informasi yang didapatnya. "Kenapa kau bertanya?" Dia menyipitkan mata penuh curiga. "Bukannya kau tidak percaya artefak itu?"

Rolan mengangkat bahu acuh tak acuh, semburat sinis muncul di wajah tampan itu. "Aku tidak perlu percaya untuk memanfaatkan sesuatu. Lagipula, keajaiban itu hanyalah dongeng bagi mereka yang tidak tahu cara mencarinya sendiri."

Sepintas perkataan Rolan mirip ucapan Powell di malam terakhir Molly bertemu pamannya. Bagi dua lelaki ini adalah bagaimana seseorang dapat memanfaatkan keadaan atau mengusahakan sesuatu, terlepas dari apakah mereka pantas atau percaya akan sesuatu. Pemikiran praktikal.

"Kau percaya jika manusia bisa menciptakan keajaiban sendiri?" Molly kembali bertanya.

Rolan menjawab santai, "Aku percaya kalau pada dasarnya manusia memiliki naluri untuk bertahan hidup."

"Dengan cara membuat keajaiban?"

Tak ada balasan dari Rolan.

Jika Molly diperbolehkan memohon, ia mungkin berharap agar Rolan berhenti bersikap ambigu dan penuh misteri. Sangat membingungkan.

"Aku juga masih belum mendapatkan informasi mengapa Agatha mencarinya." Molly menutupi rasa kesalnya, memasang wajah datar berpura-pura menerima pendapat Rolan. "Tapi, yang selama ini aku rasakan dari kakakku, kalau dia adalah orang yang percaya dengan dongeng, sejarah, dan keajaiban."

"Aku tahu." Rolan mendengkus seraya melipat tangannya ke dada, lalu perlahan memejamkan matanya. "Pada dasarnya, perempuan memang menyukai hal-hal berbau emosional dan idealis."

Emosional dan idealis. Kedua kata itu masih terasa asing bagi Molly. Ia menjalani hidupnya seperti aliran sungai—mengalir begitu saja. Dia tidak seperti Agatha yang percaya pada keajaiban, juga tidak seperti Pandia yang mempercayai sihir dan kutukan. Posisinya berada di tengah-tengah, tak sepenuhnya berpihak pada satu keyakinan, namun tak sepenuhnya skeptis.

"Apakah kau tidur?" Molly bertanya, tidak nyaman atas keheningan di antara mereka berdua.

"Ya," jawab Rolan sinis, membuat Molly memutar matanya kesal.

"Harusnya kalau kau tidur, kau tak menjawab pertanyaanku, Rolan," gumam Molly jengkel.

Seakan tak peduli ucapan Molly, Rolan tetap bergeming, menutup mulut dan matanya rapat-rapat. Terdengar dengkuran pelan darinya, menuai lirikan sinis dari Molly. Lelaki bermata hijau itu benar-benar tertidur, tak peduli bagaimana kondisi jalanan yang mereka lewati.

Entah berapa lama perjalanan mereka berlangsung dalam keheningan, yang jelas Molly mendapati matahari telah berada di atas kepalanya. Ia cepat-cepat memakai tudungnya demi menghalangi cahaya panas matahari. Tak lama kemudian, kereta yang mereka tunggangi mendekat ke sebuah peternakan di tengah-tengah padang rumput, sendirian tanpa tetangga satu pun.

"Kita hampir sampai," ucap Virion memecah keheningan, memberitahukan posisi mereka.

Molly membalikkan badan, tangannya terulur, siap membangunkan Rolan. Namun, rencananya terhenti saat menyadari satu hal yang mengherankan.

Di bawah sinar matahari, kulit Rolan tampak berkilauan, mengingatkannya pada sebuah cerita yang pernah disampaikan Pandia saat mereka masih remaja. Di Tanah Utama, orang yang memiliki darah biru konon memiliki tubuh yang berkilauan, tanda akan tingginya derajat dalam monarki. Rumor mengatakan: keistimewaan ini disebabkan kutukan dari sang permaisuri terhadap semua kaum bangsawan di Negeri Selatan.

Jangan bilang dia seorang bangsawan. Molly mengingat bagaimana sikap Rolan yang menjengkelkan, mulai dari mencuri uangnya, lalu menyebut rambutnya seperti besi yang karatan, serta sikapnya yang terlalu pragmatis. Tidak hanya itu, Rolan memiliki semua sifat buruk penyair: genit dan narsis. Semua itu bukanlah sifat dasar seorang bangsawan kerajaan. Jelas, dia bukan dari keluarga bangsawan. Dan dia miskin. Titik!

Didasari oleh rasa jengkel, Molly mengayunkan tangannya, mendaratkan tepat pada wajah Rolan. Bunyi benturan antar kulit terdengar kencang hingga membuat Virion dan Moko berjingkat kaget, tidak terlepas oleh korbannya juga. Pernik mata zamrud itu membulat, masih berada di antara alam mimpi dan kenyataan.

"Sebentar lagi kita sampai," kata Molly tanpa dosa seraya menunjuk peternakan yang ada di ujung jalan.

"Kau ini Neverian atau barbarian? Ada seratus cara untuk membangunkanku dengan anggun dan sopan, kenapa harus memilih menamparku?" protes Rolan seraya mengusap-usap pipi.

Molly memasang wajah tidak berdosa dan menaikkan kedua bahunya bersamaan. Kemudian berbohong, "Aku sudah memanggilmu beberapa kali, tapi kau lebih cocok disebut hibernasi ketimbang istirahat."

Di sisi lain, Moko yang duduk di pangkuan majikannya, mengamati wajah Rolan dalam penuh kekhawatiran. Ia terkikik menunjuk pipi majikannya yang kini bermotifkan cap tangan berwarna merah.

Meski begitu, Rolan tetap mengulurkan tangannya untuk membantu Molly turun dari kereta saat mereka sampai. Alih-alih menyambut bantuan Rolan, perempuan berambut emas itu memilih menjinjing roknya dan melompat turun. Benar-benar mengabaikan bantuan si penyair.

"Kau bisa patah tulang kalau sering-sering melompat begitu," ujar Rolan datar, sedikit terluka.

Kediaman Virion adalah rumah besar bergaya klasik pertama yang dilihat oleh Molly. Berbeda dengan rumah-rumah di Nevervale yang cenderung berwarna gelap, kecil, dan menjulang tinggi. Rumah ini jauh lebih lebar dan berwarna terang, memberikan kesan bersih dan ceria.

Molly berjalan pada urutan paling belakang saat Virion mempersilakan tamunya untuk mengikutinya masuk ke dalam rumah. Lantai kayu berdecit ketika Molly menjejakkan kaki ke beranda, jelas hal ini membuatnya waspada.

Adalah Cecile, istri Virion, seorang wanita yang mungkin seusia Joyce. Dia senang ketika mendapati suaminya pulang dalam kondisi sehat, namun semburat kebingungan muncul pada raut wajahnya ketika melihat Molly di belakang Virion.

"Siapa mereka?" tanya Cecile penasaran.

Virion melepaskan pelukannya dan menjawab, "Ah, mereka—"

"Halo, Cecile, aku Rolan, kawan lama. Ingat?" sela Rolan ceria.

Cecile terdiam kebingungan.

"Cecile," panggil Rolan. Suaranya terdengar serius dan dalam. "Kau mendengarku, kan?"

Wajah Cecile yang awalnya penuh akan keraguan menjadi bersahabat saat melihat sosok Rolan yang berdiri di samping Molly. Dia tersenyum lebar dan menganggukkan kepala.

"Rolan, tentu aku mengingatmu," kata Cecile yang malah terdengar kikuk di telinga Molly.  Senyumannya kaku dan matanya mengerjap cepat, seolah tengah berpikir. "Dan nona cantik di sebelahmu?"

"Hanya orang asing yang bertemu di desa. Namanya Molly-rose." Rolan menjawab singkat tanpa basa-basi. Molly ingin mengoreksi namanya, namun Rolan lebih dulu mengucapkan, "Kami butuh menginap semalam di rumah ini."

Molly tak mengatakan apa pun, melainkan tersenyum bersahabat dan ramah. Namun, pernik matanya mengamati pasangan suami istri itu lekat-lekat. Entah mengapa ada yang aneh pada mereka, namun Molly tak menemukan faktornya.

Awalnya Cecile terlihat ragu, curiga, dan tidak percaya dengan permintaan Rolan. Tidak hanya Cecile, Virion pun juga begitu. Bahu mereka sempat menegang, seakan tidak ingin mengabulkan permintaan Rolan. Akan tetapi, hal itu tak berlangsung lama, sebab dalam sekejap, garis-garis kecurigaan dan kekhawatiran mereka mengendur. Keduanya tersenyum tipis, masih terlihat canggung meskipun bahu mereka mulai rileks. Sejenak, Molly mendengar Rolan berdecak pelan dibalik wajahnya yang ceria.

"Te-tentu, silakan masuk." Cecile mempersilakan, tersenyum ramah seolah dibuat-buat. Terbukti dengan guratan kebingungan yang masih tergambar jelas pada wajahnya.

Virion, yang juga mengalami hal sama, hanya dapat menggelengkan kepala dan tersenyum sopan. Namun, dia sempat mengusap-usap wajahnya seakan salah tingkah.

Apa yang terjadi?

***

"Jadi, bagaimana kalian bisa saling bertemu?" Pertanyaan menjurus ranah pribadi itu dilontarkan oleh Cecile saat makan malam bersama, dan sukses membuat Molly tersedak.

Malam ini, Molly bergabung makan malam bersama pasangan suami istri Virion, sementara Rolan entah berada di mana. Keluarga ini tidak hanya menyediakan tempat bermalam, tetapi juga makanan hangat untuk dinikmati bersama. Makanan yang disajikan berupa daging babi segar yang baru disembelih sore ini menciptakan cita rasa baru yang juicy.

Molly menikmatinya, jujur, dia sangat menyukainya. Sayang suasana menyenangkan ini hancur gara-gara pertanyaan Cecile barusan.

Melihat Molly yang gugup, Cecile hanya tertawa halus mirip tawa mendiang ibunya. Virion juga, tawa yang dalam bergemuruh dalam dada.

"Bagaimana maksudnya?" Molly mengerjapkan mata kebingungan.

"Ayolah, suamiku mengatakan kalau kalian lebih dari sekadar kenalan." Cecile, dengan wajah yang bersinar penuh rasa penasaran, melemparkan senyuman penuh arti.

"Itu benar. Mereka sangat dekat," balas Virion menguatkan argumen Cecile. Senyumannya melebar, ujung matanya menyipit penuh maksud.

Molly meletakkan sendoknya lalu menjawab, "Seperti yang Rolan katakan, kami hanya kenalan biasa. Dia berutang padaku sejumlah uang dan berniat untuk membayarnya dengan cara mengantarkanku ke kenalannya."

"Oh ya, siapa?" tanya Cecile, masih penasaran. Tangannya bergerak anggun mengambil satu suapan daging babi ke mulutnya.

Ada jeda panjang sebelum Molly menjawab pertanyaan Cecile. Dalam keheningan itu, pikirannya berkecamuk. Rolan memang berjanji untuk mengantarkan Molly kepada kenalannya di luar desa, namun siapa kenalan yang dimaksud? Terlebih namanya.

Ya, dia tak tahu siapa nama kenalan Rolan. Luar biasa! Molly lupa tidak menanyakan detailnya.

Cerdas sekali, Mol. Dia mengusap dagu gugup, menyadari keteledorannya. Bila dikatakan bodoh, Molly juga tidak merasa lebih pintar dari orang-orang terpelajar mana pun. Namun, jika dikatakan ceroboh juga tidak sepenuhnya tepat, karena dia selalu mencoba untuk berhati-hati seumur hidupnya.

Belum sempat Molly menjawab pertanyaan Cecile, tiba-tiba pasangan itu bertingkah aneh. Keduanya menggelengkan kepala seolah baru tersadar akan sesuatu. Tidak hanya itu, mereka berdua memandang kaget. Benar-benar terkejut seolah baru melihat Molly, seolah perempuan itu adalah orang asing yang tak mereka temui.

Apa-apaan?

"Kau siapa?" Cecile akhirnya bicara.

"Bagaimana kau bisa berada di meja ini?" geram Virion menggenggam erat garpunya.

Sorot mata Virion menajam tak ramah, sedangkan wajah Cecile penuh akan perasaan khawatir dan kecurigaan. Molly membeku, tak dapat menjawab. Suasananya berubah dalam satu kali kedipan mata. Yang awalnya dipenuhi oleh kehangatan dan keakraban, tiba-tiba berubah tegang dan penuh kecurigaan.

Apa yang sebenarnya terjadi?

Mengapa mereka tiba-tiba lupa kalau Molly ada di sini?

"Aku kenalannya Rolan," jawab Molly jujur. Kedua bahunya menegang, namun ia berusaha untuk tetap tenang dan tak terpengaruh oleh suasana panas ini.

"Rolan siapa?" Cecile bertanya kembali, masih dilanda kekhawatiran dan keterkejutan.

Molly ikut menegang. Cecile tidak mengenal Rolan? Serius?

"Rolan ... kawan lama kalian." Molly menjawab terbata pertanda ketakutan merangkak hendak menguasai pikiran. "Bukankah kalian yang mengundangku bermalam dan memintaku agar bergabung makan malam bersama?"

"Jangan bercanda!" Virion melotot tidak percaya, tangannya menggebrak permukaan meja, membuat Molly berjingkat. "Mana mungkin—"

"Iya, kalian sendiri yang mengundang kami berdua." Suara sejuk itu berasal dari pintu dapur, datang tiba-tiba memotong pembicaraan Virion.

Molly menoleh cepat, mendapati Rolan yang telah berada di ambang pintu, menyandarkan tubuhnya pada kusen, mengamati ketiganya dengan ekspresi yang tidak bisa ditebak.

"Apa kalian mendengarku?" Rolan mengulang. "Kalian sendiri yang menerima kami dengan tangan terbuka."

Keheningan kembali melanda ruang makan. Virion dan istrinya seketika menurunkan bahu bersamaan, sebuah pertanda mereka telah kembali rileks. Keduanya saling beradu pandang dalam kebimbangan. Pada akhirnya mereka menganggukkan kepala, meskipun terasa canggung dan kikuk.

"Kau ... kau baru kembali, Rolan? Duduklah, mari bergabung bersama kami. Istriku membuatkan makan malam yang lezat. Kau harus mencobanya," Virion berkata penuh kelegaan, meski guratan kecurigaan itu masih belum menghilang dari wajahnya.

Rolan beranjak dari kusen pintu, menarik kursi di sebelah Molly dan duduk santai seraya menghela napas panjang. Ekspresinya terpantau santai tanpa dosa. Ia menaikkan kedua alisnya, menuai senyuman tipis dari bibir Molly.

Kini suasana ruang makan jauh lebih hening, Virion dan Cecile menundukkan kepala seraya mengunyah pelan seolah tidak terjadi apa-apa. Pikiran Molly berkecamuk lagi.

Perubahan suasananya terlalu cepat, membingungkan, dan tidak wajar. Jangan bilang, ini adalah sihir kata-kata yang terkenal itu.[]

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Paw On The Path To Joy
163      102     4     
Inspirational
Ini adalah kisah Molly, anjing dari ras mini pomeranian yang menceritakan seluruh kehidupannya. Dimulai saat dia tinggal di tempat penampungan hewan, rumah Nona Rambut Ikal, hingga akhirnya dia bisa tinggal di rumah baru sekaligus rumah terakhirnya. Bagaimanakah kisah perjalanan Molly? Ikuti selengkapnya dalam cerita ini.
KSATRIA DAN PERI BIRU
146      123     0     
Fantasy
Aku masih berlari. Dan masih akan terus berlari untuk meninggalkan tempat ini. Tempat ini bukan duniaku. Mereka menyebutnya Whiteland. Aku berbeda dengan para siswa. Mereka tak mengenal lelah menghadapi rintangan, selalu patuh pada perintah alam semesta. Tapi tidak denganku. Lalu bagaimana bisa aku menghadapi Rick? Seorang ksatria tangguh yang tidak terkalahkan. Seorang pria yang tiba-tiba ...
Evolvera Life
9500      3261     28     
Fantasy
Setiap orang berhak bermimpi berharap pada keajaiban bukan Namun kadang kenyataan yang datang membawa kehancuran yang tak terduga Siapa yang akan menyangka bahwa mitos kuno tentang permintaan pada bintang jatuh akan menjadi kenyataan Dan sayangnya kenyataan pahit itu membawa bencana yang mengancam populasi global Aku Rika gadis SMA kelas 3 yang hidup dalam keluarga Cemara yang harmonis du...
Anak-Anak Dunia Mangkuk
477      276     6     
Fantasy
Dunia ini seperti mangkuk yang biasa kalian pakai untuk makan dan minum. Kalian yang tinggal di lembah hidup di dasarnya, dan pegunungan batu yang mengelilingi lembah adalah dindingnya.
The Golden Prince
64      56     1     
Fantasy
*Nggak suka cerita Aksi-Fantasi? Coba dulu ini! nggak nyoba nggak akan tahu!! *BUKAN TERJEMAHAN, cerita ini ori hasil ketik tangan penulis, jadi please jangan plagiat!! [Blurb]------------------------------ Ini tentang seorang Kesatria muda, seorang Master Pedang paling cemerlang di Kerajaannya - yang terlempar ke masa depan, ke 10 tahun di depan. Dunia yang dikenalnya telah berubah, lo...
Holiday In Thailand
76      71     1     
Inspirational
Akhirnya kita telah sampai juga di negara tujuan setelah melakukan perjalanan panjang dari Indonesia.Begitu landing di Bandara lalu kami menuju ke tempat ruang imigrasi untuk melakukan pengecekan dokumen kami pada petugas. Petugas Imigrasi Thailand pun bertanya,”Sawatdi khrap,Khoo duu nangsue Daan thaang nooi khrap?” “Khun chwy thwn khatham di him?” tanya penerjemah ke petugas Imigras...
Hidden Path
5425      1415     7     
Mystery
Seorang reporter berdarah campuran Korea Indonesia, bernama Lee Hana menemukan sebuah keanehan di tempat tinggal barunya. Ia yang terjebak, mau tidak mau harus melakukan sebuah misi 'gila' mengubah takdirnya melalui perjalanan waktu demi menyelamatkan dirinya dan orang yang disayanginya. Dengan dibantu Arjuna, seorang detektif muda yang kompeten, ia ternyata menemukan fakta lainnya yang berkaita...
Aria's Faraway Neverland
3342      1071     4     
Fantasy
"Manusia adalah Tuhan bagi dunia mereka sendiri." Aria adalah gadis penyendiri berumur 7 tahun. Dia selalu percaya bahwa dia telah dikutuk dengan kutukan ketidakbahagiaan, karena dia merasa tidak bahagia sama sekali selama 7 tahun ini. Dia tinggal bersama kedua orangtua tirinya dan kakak kandungnya. Namun, dia hanya menyayangi kakak kandungnya saja. Aria selalu menjaga kakaknya karen...
ALACE ; life is too bad for us
1022      617     5     
Short Story
Aku tak tahu mengapa semua ini bisa terjadi dan bagaimana bisa terjadi. Namun itu semua memang sudah terjadi
PurpLove
277      242     2     
Romance
VIOLA Angelica tidak menyadari bahwa selama bertahun-tahun KEVIN Sebastian --sahabat masa kecilnya-- memendam perasaan cinta padanya. Baginya, Kevin hanya anak kecil manja yang cerewet dan protektif. Dia justru jatuh cinta pada EVAN, salah satu teman Kevin yang terkenal suka mempermainkan perempuan. Meski Kevin tidak setuju, Viola tetap rela mempertaruhkan persahabatannya demi menjalani hubung...