Hari ini Liora memiliki banyak pekerjaan yang pada akhirnya membuat dirinya harus menghabiskan banyak waktu di kantor. Pukul tujuh malam dia baru bisa keluar dari kantor. Dia baru mengingat beberapa hal yang terlupakan olehnya. Sahabatnya, Zahira sebentar lagi akan menikah. Wanita itu berjanji pada sahabatnya untuk pulang. Alhasil dia membuka aplikasi tiket pesawat dan memesannya untuk esok hari. Pernikahan itu akan dilaksanakan dua hari lagi.
Liora tahu kegiatan ini akan menyita banyak waktunya. Apalagi kembali ke kampung halaman bukanlah yang dia inginkan saat ini. Rasanya dia hanya ingin menghabiskan waktunya untuk tidur dan bersenang-senang di Jakarta. Mungkin juga lebih baik menghabiskan waktunya untuk ke Bandung dan menikmati pemandangan puncak yang menyegarkan.
Setelah semua hal berat yang dilaluinya, dia selalu meyakinkan bahwa semuanya akan baik-baik saja. Liora hanya berharap semua akan berjalan seperti itu secara terus menerus. Dia tidak peduli semangat hidup, kebahagiaan, dan sebagainya. Yang dia butuhkan hanya dirinya sendiri. Untuk saat ini hidup sendiri menjadi pilihannya sampai sekarang.
Keesokan paginya Liora sudah berada di bandara. Dia menunggu pesawat sambil mengerjakan tugasnya. Liora fokus dalam naskah terjemahannya. Beberapa kali dia makan dan minum masih dengan kegiatan yang sama. Orang-orang yang berlalu lalang di depannya atau yang duduk di sampingnya sama sekali tidak dia hiraukan. Liora memang tidak ingin melihat sekelilingnya. Energi sosialnya memang tidak berkembang dengan baik selama dia bekerja di tempat itu. Jika bukan karena professionalitas, Liora juga malah melakukan hubungan dengan mereka.
“Lo sama sekali nggak merasakan ada orang di samping lo?” suara itu. Suara menganggu yang entah mengapa membuat dada Liora mendidih. Amarahnya tiba-tiba naik ke permukaan.
“Ngapain lo ada di sini?” tanya Liora dengan tajam. Mata wanita itu langsung beralih menatap iPadnya kembali.
“Hemm … pulang. Lo juga ngapain di sini?”
“Lo masih pengen ditonjok?” tanya Liora tanpa mengalihkan pandangannya. Darren lalu menggeser duduknya secepat kilat. Rasa kebas di pipinya masih terasa sampai saat ini. Pria itu cukup beruntung karena Liora tidak menggunakan kekuatan tinjunya.
“Gue tahu gue salah. Gue minta maaf. Tapi gue nggak akan pernah berhenti buat ngejar lo.”
“Hah.” Liora menutup iPadnya. Dia lalu menatap Darren yang berada di samping kanannya. “Dulu gue suka sama lo. Tapi dulu. Sekarang enggak sama sekali. Jadi, gue harap lo nggak perlu ngejar gue.”
“Justru itu. Dulu lo yang ngejar gue, sekarang biarin gue yang ngejar lo. Gue udah bilang, enggak ada lagi wanita yang menarik di mata gue, kecuali lo,” kata Darren dengan mantab.
“Ok. Terserah lo. Selama lo bukan tipe gue, gue nggak ada suka sama lo lagi.”
“Gue jadi heran. Kenapa lo suka sama gue? Dulu kenapa lo suka sama gue?” tanya Darren dengan penasaran. Sebenarnya dia sudah memendam rasa penasaran ini selama sebelas tahun yang lalu ketika dia pertama kali mengetahuinya.
“Cinta pada pandangan pertama. Gue nggak perlu alasan buat menyukai lo.” Darren tersenyum senang mendengarnya. Dia menjadi salah tingkah dengan jawaban wanita itu. Benar-benar wanita yang berkata terus terang. “Kenapa wajah lo begitu?” Liora beegidik ngeri.
“Justru karena alasan itu lo masih suka sama gue kan?” tanya Darren. Pria itu mendekatkan duduknya. Dia menatap mata Liora yang terhalang dengan kacamata. Wanita itu ternyata memiliki lensa yang cukup tebal. Darren maklum karena pekerjaan Liora memang selalu berhadapan dengan komputer sehingga tidak heran jika mata wanita itu menjadi korbannya.
“Darren yang dulu enggak akan peduli dengan apa yang gue rasakan, apa yang gue pikirkan, dan apa yang akan gue lakukan. Darren yang dulu antipati sama gue, bukan Darren yang sekarang.”
“Menurut Darren yang sekarang gimana? Kesalahan apa yang dia perbuat sampai lo nggak mau sama dia lagi?” tanya Darren dengan serius. Jantungnya berdegup dengan kencang. Dia takut mendengar penjelasan Liora tetapi jika dia tidak mendengarnya, dia tidak akan pernah tahu kesalahan apa yang dia lakukan.
“Enggak penting buat lo kan? Bersikaplah seperti biasanya.” Liora memasukkan iPad ke dalam totebagnya dan mengambil kopernya. Dia masuk ke dalam gate penerbangan. Sebentar lagi pesawatnya akan segera lepas landas.
Hal yang tidak pernah Liora bayangkan adalah bertemu dengan Darren kembali. Apalagi sekarang banyak pertemuan yang terjadi di antara mereka. Liora menjadi lebih gugup dari biasanya. Perasaannya sering cemas tidak beraturan. Dia takut jatuh hati kembali kepada pria itu. Darren benar, dia sebenarnya selalu menyukai pria itu tapi perasaannya sudah dia tanam di dasar jurang hatinya. Dia tidak ingin menjadi manusia bodoh yang harus kembali memilih pria itu. Jika dunia akan berakhir dan hanya pria itu yang tersisa, Liora tetap tidak akan mau bersamanya.
***
Pernikahan yang terjadi di antara Zahira dengan Arkan cukup mengejutkan untuknya. Dia sama sekali tidak menduga kedua orang itu akan berakhir bersama. Beberapa kali Zahira memang bercerita tentang pria itu tetepi seingatnya hubungan keduanya tidak baik-baik saja. Wanita berada di pojok gedung sambil meminum minumannya. Matanya menatap wanita dan pria yang berada di atas pelaminan dengan bertanya-tanya. Akad sudah berlalu selama satu jam yang lalu tapi Liora sama sekali tidak berpindah dari tempatnya. Dia menjadi penerima tamu bersama sahabat-sahabatnya yang lain.
Begitu diambil alih oleh keluarga Zahira dan Arkan, Liora duduk di tempat yang masih tersedia. Tempat itu hanya satu, berada di perkumpulan sahabat Arkan. Liora bahkan mendapatkan tempat duduk di samping Darren karena Ginny, Ayla, dan Rosella memilih tempat duduk lebih dahulu.
“Udah lama ya kita nggak ketemu kayak gini. Kalau bukan karena pernikahan teman kita, mana mungkin ya kita berkumpul lagi,” ucap Raihan yang memecah keheningan. Semua yang ada di meja itu mengangguk. “Jadi setelah ini siapa yang akan menyusul?”
Raihan menatap orang-orang yang ada di meja itu. Sebenarnya di antara mereka hanya tinggal Liora, Ginny, Rosella, dan Darren yang belum menikah. Sisanya sudah menikah di tahun-tahun sebelumnya.
Ayla lalu menatap Liora. Dia tersenyum kecil melihat wanita itu hanya terdiam di tempat duduknya. “Jadi, gimana, Li? Bukannya lo udah ketemu sama cowok yang lo suka?” Ayla menaikkan alisnya.
“Sejak kapan? Kayaknya gue nggak pernah ngomong gitu deh. Bukannya gue udah bilang kalau nggak mau nikah?” ucap Liora dengan jelas. Sontak semua mata langsung menatap ke arahnya dengan terkejut. Apalagi Darren. Pria itu bahkan tidak jadi menyeruput kopinya.
Semua orang yang ada di sana tidak mengira kalau Liora memang sudah berniat melakukannya. Mereka kita pikiran itu hanya akan bertahan sampai Liora selesai mendapatkan pekerjaan. Ternyata masih berlanjut sampai sekarang. Memang wanita itu tidak pernah mau membahas masalah percintaan setelah selesai kuliah.
“Gue kira lo cuma main-main aja ngomong kayak gitu, Li. Lo serius? Di dunia ini masih banyak cowok baik yang bisa menjaga lo. Pleaselah, jangan sendiri. Gue kenalin sama dokter di rumah sakit gue mau?” Rosella mengatakannya dengan serius. Dia menjadi panik mendengar perkataan sahabatnya. Dia memang paling sibuk di antara mereka dan tidak punya waktu untuk bertanya kabar masing-masing. Rosella yang paling tidak menyangka jika wanita itu benar-benar memegang niatnya.
“Mau gue kenalin sama temen kantor gue? Banyak anak IT yang cocok sama lo.” Ginni juga mengatakan kekhawatiran yang sama.
Zahira yang baru bisa bergabung ke meja itu menatap mereka semua dengan pandangan bertanya-tanya. Dia lalu memeberikan kode kepada Ayla. “Dia beneran nggak mau nikah.”
“Oh.” Zahira duduk diikuti Arkan yang baru menyusul. Keadaan di meja benar-benar tidak bersahabat. “Dia tahu mana yang terbaik buat dirinya. Iya kan? Ayo makan teman-teman. Gue udah laper banget.” Zahira lalu meminta pelayan untuk mengambilkan mereka makanan.
Meja itu beralih menjadi lebih sibuk dengan dentingan piring dan sendok yang beradu. Beberapa di antaranya juga mulai melupakan perkataan Liora yang tadi benar-benar membuat semua orang di meja itu terkejut. Tidak seperti yang lainnya, Darren menjadi tertohok dengan ucapan Liora. Dia menjadi merasa bersalah atas apa yang terjadi dengan Liora. Entah mengapa perasaannya mengatakan dia ikut andil besar dalam hal ini.
Setelah semua tamu undangan berpamitan. Darren mengajak Zahira untuk berbicara. Akran yang tidak ingin ditinggal juga ikut mengekori keduanya. Darren akhirnya tidak memiliki pilihan lain daripada bertanya-tanya tentang Liora. Beberapa kali dia memang berhubungan dengan Zahira untuk menanyakan keadaan Liora seperti ketika wanita itu sedang dinas.
Darren bertanya tentang pekerjaan Liora dan bertanya mengenai kebiasaan wanita itu ketika sedang berada di luar kota. Awalnya wanita itu tidak mau mengatakan yang sebenarnya. Pada akhirnya dia memohon dengan sangat kepada Zahira. Hanya wanita itu yang dikenalnya, tidak ada lagi. untuk itu hubungan mereka cukup terjalin dengan baik.
“Lo sekarang benar-benar mau mengambil hati dia … lagi?” tanya Zahira sambil memegang kepalanya. Kaki kanannya dia gerak-gerakkan untuk menunggu jawaban Darren. Pria itu akhirnya mengangguk dengan mantap. “Lo tahu kenapa lo bukan jadi prioritas dia sekarang?”
“Gue nggak tahu, Zah. Kalau gue tahu gue nggak akan nyari lo secara terus-menerus,” ucap Darren dengan kesal.
“Gini, bro. Gue tahu lo udah benar-benar sukses sama kerjaan lo yang sekarang. Tapi bukan berarti lo bisa dapetin Liora setelah semua yang lo lakukan ke dia.”
“Gue emang ngelakuin apa?” tanya Darren dengan frustrasi. “Emang gue ngelakuin hal yang salah sama dia?” Pria itu melonggarkan dasinya.
“Dia udah lama berusaha buat ngelupain lo. Dia juga melakukan banyak cara buat ngelupain lo. Tapi nggak bisa. Tepat ketika lo udah mulai mabuk-mabukan dan dugem setiap malam. Dia benar-benar memikirkan lo saat itu. Dia ngerasa sedih tapi dia nggak berhak buat mengatakan apa pun buat lo. Dia tahu kalau lo juga pasti udah dinasehatin sama sahabat-sahabat lo. Jadi, dia rasa kalau lo emang bukan lo yang dulu. Dia nggak suka orang yang punya kebiasaan buruk, pergaulan bebas seperti yang lo perlihatkan itu. Sejak saat itu dia yakin untuk nggak mengaharapkan lo lagi. Ngelihat lo kayak gitu bikin dia yakin kalau emang Tuhan lagi nunjukin bahwa kalian nggak berjodoh.”
Zahira menyedekapkan tangannya di depan dada. Dari semua orang yang tahu perasaan Liora, hanya Zahira yang selalu mendukung Liora dengan Darren. Ginny, Rosella, dan Ayla sama sekali tidak pernah mendukung Liora untuk menyukai pria itu. Jadi, ketika Darren memperlihatkan hal yang tidak disukai Liora, tentau saja Darren telah kehilangan dukungan dari Zahira.
“Gue harap lo berubah kalau masih mau sama Liora. Dia perlu diyakinkan sepenuhnya apa itu cinta. Lo tahu, hidup dia juga nggak mudah untuk tetep bertahan sampai saat ini. Dia selalu nyari lo, tapi lo nggak pernah mau peduli itu. Jadi, kalau sekarang lo susah banget diterima dia. Gue cuma bisa bilang kalau harga yang perlu lo bayarkan saat ini emang benar-benar besar. Lo tahu, sahabat gue itu bukan orang biasa. Gue harap lo bisa ngasih value yang serupa.” Zahira menatap lingkungannya, sepertinya beberapa pelayan masih beres-beres. Sebentar lagi gedung juga sudah akan ditutup. Mereka harus segera berpindah ke hotel yang telah disiapkan. “Udah saatnya kita balik.”
Zahira menarik tangan Arkan dan meninggalkan pria itu. Arkan mengatakan satu kalimat yang cukup mendalam untuk Darren. Dia menyadari kesalahannya memang sudah terlampai dalam. “Berjuanglah sampai lo dapet yang lo cari dari dulu.”
Ya, dari dulu yang dia cari sebenarnya ada di diri Liora. Sampai kapan pun memang hanya wanita itu. Jika memang harga yang harus dia bayarkan cukup mahal untuk membuat Liora kembali, Darren akan melakukannya. Dia akan menukarkan apa pun yang dia punya.
4 Oktober 2024