Saat mereka melanjutkan penyelidikan, perasaan mendesak semakin bertambah. Mereka berdua mulai mempelajari penggalan teks-teks kuno naskah Navaphare di ruang kelas saat jam pelajaran selesai, serta menyempatkan diri untuk mencari petunjuk yang dapat menjelaskan penghapusan ingatan misterius tersebut dengan mewawancarai beberapa orang yang sekiranya memiliki petunjuk. Semakin banyak yang mereka berdua temukan, semakin berbahaya perjalanan mereka, dan semakin mereka menyadari kedalaman rahasia gelap akademi.
Suatu malam, saat mereka membaca naskah di bawah cahaya redup perpustakaan tua, Manik menemukan sebuah bagian yang membuatnya merinding, “dengarkan ini, Abigail,” katanya, suaranya nyaris berbisik sembari menerjemahkan naskah bab pertama Navaphare, “tentang kutukan yang mengikat jiwa orang-orang yang terlupakan, menghapus keberadaan mereka dari dunia; hanya dengan mematahkan kutukan itu ingatan mereka dapat dipulihkan.”
Mata Abigail melebar. "Itu dia, Manik! Itulah yang terjadi pada Seynald. Kita harus mematahkan kutukan itu."
Namun jalan untuk mematahkan kutukan itu penuh dengan bahaya. Naskah tersebut menggambarkan sebuah ritual yang harus dilakukan di jantung akademi, di tempat yang diselimuti kegelapan dan dijaga oleh kekuatan jahat. Risikonya sangat besar, namun begitulah taruhannya, apabila berhasil maka mitos akademi akan terpecahkan.
Dengan tekad yang semakin kuat, Manik dan Abigail bersiap menghadapi perjalanan berbahaya di hari mendatang. Saat mereka menjelajah lebih jauh ke dalam ruang tersembunyi perpustakaan akademi itu, kengerian yang mereka hadapi semakin intens. Namun melalui semua itu, Manik merasa lebih kuat, merasakan secercah harapan di tengah kegelapan yang menyelimuti mereka berdua.
Bersama-sama, mereka bersumpah untuk mengungkap kebenaran, mengembalikan kenangan orang-orang yang telah terlupakan, dan menghadapi kekuatan jahat yang bersembunyi di dalam dalamnya tembok akademi, mereka tahu bahwa mereka dapat diandalkan satu sama lain.
.
Manik duduk di tempat biasanya di kelas, matanya beralih ke meja kosong tempat Seynald biasa duduk. Sudah berhari-hari sejak tidak ada orang yang mengenalnya, juga, terdapatnya desas-desus ketidakhadiran Nirluka di kelas B mulai menyebar ke seluruh akademi. Abigail, yang duduk di sebelah Manik, memperhatikan tatapan lelaki dengan rambut sepanjang telinga itu dan menyenggolnya dengan lembut.
“Dia sering pergi akhir-akhir ini,” kata Abigail pelan, suaranya diwarnai kecurigaan, "apakah kamu mendengar sesuatu darinya?"
Manik menggelengkan kepala, ekspresinya gelisah. "Tidak. Aku belum melihatnya lagi sejak malam itu."
Abigail mengerutkan kening, kekhawatirannya semakin dalam. "Ada yang tidak beres, Manik. Menurutku dia menyembunyikan sesuatu—atau ada yang menyembunyikannya!"
Manik merasa sedikit bersalah. Dia telah berjanji pada Nirluka untuk menjaga rahasianya, tapi sekarang ketidakhadirannya menimbulkan terlalu banyak pertanyaan, “kita harus tetap fokus, Abigail. Nirluka... dia punya alasan sendiri atas apa yang dia lakukan. Saat ini, kita perlu berkonsentrasi pada bagian misterinya.”
Abigail mengangguk, meski kepeduliannya terhadap Nirluka tidak berkurang. "Baiklah, tapi jika kamu mendengar sesuatu, berjanjilah padaku kalau kamu akan memberitahuku."
"Aku berjanji," kata Manik, meski kata-kata itu terasa berat di lidahnya.
Hari-hari berlalu dan sudah satu minggu berjalan sejak Manik dan Abigail terlibat dalam penyelidikan lebih jauh tentang mitos akademi. Abigail terbukti menjadi teman yang sangat berharga dalam pencarian jawaban ini, meski kecerdasannya tidak terlalu tajam, namun tekadnya yang tak tergoyahkan itu mendorong upaya mereka maju. Dia bahkan mulai merekrut siswa lain yang seperti mereka dari kelas A, sekumpulan orang yang bisa dia ajak untuk merasakan terkait adanya sesuatu yang tidak beres di akademi.
.
Suatu sore, di sudut terpencil perpustakaan, Abigail mengumpulkan sekelompok kecil siswa itu—masing-masing dari mereka pernah mengalami kejadian aneh atau mengenal seseorang yang menghilang—mereka membentuk perjanjian, bersumpah untuk mengungkap kebenaran tentang masa lalu kelam akademi dan mitos yang tampaknya menjadi pusat dari semua itu.
“Kita semua bersama-sama,” kata Abigail, matanya mengamati wajah para siswa yang berkumpul, "apa pun rahasia yang dimiliki akademi ini, kita akan mengungkapnya. Tidak ada lagi orang hilang. Tidak ada lagi teman yang terlupakan."
Manik memperhatikannya dengan perasaan campur aduk antara kagum dan lega. Kepemimpinan Abigail sangat menginspirasinya, untuk pertama kalinya, mereka tidak lagi sendirian dalam pergulatan pencarian misteri ini.
Masing-masing mereka adalah Michellin Yue, seorang anak tukang kue yang kerap menjual dagangannya ke sekolah. Galuh Satria, ketua kelas A dengan nilai sempurna pada setiap pelajaran fisika. Serta Septiansa Harum, bendahara kelas yang sekaligus menjadi ketua pemandu sorak tim basket sekolah.
Saat mereka berlima menggali lebih dalam tentang mitos akademi ini, mereka memulainya dengan mengumpulkan potongan-potongan sejarah akademi—sepeti mempelajari ritual aneh akademi di masa lalu, ruang tersembunyi di setiap gedung termasuk laboratorium, ataupun ciri khusus entitas kuat yang mengendalikan nasib para siswa yang hilang—nama Navaphare terus bermunculan, sebagai rute untuk mencapai jalur akar dari penghilangan diri dan penghapusan ingatan seseorang.