Suatu malam saat Manik, Abigail, serta ketiga kawanan barunya membaca catatan-catatan lama di laboratorium, Abigail mendongak, matanya dipenuhi campuran kegembiraan dan ketakutan. “Aku rasa aku telah menemukan sesuatu,” katanya sambil menunjuk ke sebuah bagian dalam sebuah buku kuno, “itu berbicara tentang ritual untuk mematahkan kutukan Navaphare. Jika kita bisa melaksanakannya, kita mungkin bisa mengembalikan kenangan orang-orang yang hilang.”
Jantung Michellin berdebar kencang. "Tapi itu berbahaya, bukan? Navaphare itu sendiri telah mengatakan bahwa ritual harus dilakukan di jantung akademi, di mana kekuatan entitas paling kuat berada!"
Abigail mengangguk, ekspresinya tegas, "ya, tapi ini satu-satunya kesempatan kita. Kita harus mencobanya."
Septiansa menyilangkan tangan menandakan perasaan bingung, sementara Galuh mempertegas jawaban Abigail, "secara kemungkinan, peluangnya tidak benar-benar nol persen, jadi bisa dilakukan."
Mendengar kalimat dengan penuh perhitungan, Abigail jengkel seolah digurui. Manik mengajaknya untuk bersabar. Galuh meminta Manik untuk membacakan bab pertama kepada seluruh kawanan baru ini untuk membacakan seluruh isinya, Manik menyetujui. Pertama kalinya, dia membacakan keseluruhan isi pada salah satu bab naskah Navaphare kepada rang lain secara langsung.
Shuddhi, Pemurnian Diri. Bab Pertama Navaphare.
Dalam keheningan malam yang tenang,
di bawah sinar rembulan yang suci,
Wahai jiwa-jiwa yang terikat oleh dunia fana,
Lepaskanlah segala beban, segala rasa duka.
Air akan mengalir dari telaga hati,
Membawa kedamaian, dalam sepi yang abadi.
Lepaskanlah keterikatan yang mengikat erat,
Biarkan segala hasrat duniawi menjauh dan lenyap.
Jiwa yang terbelenggu oleh waktu dan ruang,
Kini terbebaslah, terbang tinggi, melampaui batas angan.
Roh yang murni, bersihlah dari noda,
Dari setiap ingatan gelap, biarkan terang menerpa.
Dari kehampaan, lahirlah kembali,
Dengan cahaya, jadilah sejati yang baru.
Dalam pemurnian, air dan api bersatu,
Hapuslah segala cela, segala sesuatu yang menyesakkan.
Jiwa yang suci, persiapkanlah perjalanan,
Lalui lorong waktu, menujulah ke alam keabadian.
Wahai jiwa yang kini terbebas, dengarkan panggilan ini,
Dari untaian Shuddhi yang murni, dalam abadi.
Lepaskanlah duniawi, peluklah diam abadi,
Langkahkanlah kaki, ke jalan yang sejati.
Manik membaca setiap baris dengan khidmat, merasakan setiap kata menenangkan hatinya. Dalam keheningan, ia merasakan pemurnian, persiapan untuk perjalanan panjang ini.
Semua yang mendengarnya merasa heran, menunjukkan raut wajah bengong. Kecuali Septiansa, ia merasa takjub dengan Manik, "oh, Manik. Manis sekali kamu ternyata."
Manik menjadi malu, Abigail merasa jengkel kembali.
"Aku juga ingin membaca naskah-naskah mu itu, Manik. Jadi bolehkah... ", lanjut Septiansa, namun dipotong Abigail karena saat ini ia merasa sangat jengkel kepadanya. Hampir-hampir Abigail tidak tahu kenapa dia memasukkan orang-orang ini ke dalam timnya.
Bab pembuka telah dibaca secara keseluruhan di laboratorium akademi yang banyak meninggalkan catatan lama bekas penelitian, mereka mengumpulkannya satu per satu, terlebih adalah Galuh yang begitu senang karena akademi ternyata memiliki sejarah yang luas. Pencarian mereka malam ini di laboratorium sekolah sudah berlalu, Manik dan teman-temannya bersepakat untuk mencari kudapan sebelum kembali ke asrama mereka masing-masing.
Mereka tahu jalan di depan menuju pemecahan mitos akademi penuh dengan ketidakpastian, tapi mereka juga tahu bahwa mereka saling memiliki—juga aliansi baru dari sesama siswa! Bersama-sama, mereka akan menghadapi kengerian yang menanti mereka, bertekad untuk mengungkap kebenaran dan mengakhiri warisan kelam akademi. Panggung telah disiapkan untuk mengejar mitos tersebut, dan tidak ada yang menghalangi mereka hingga saat ini.