Satu bulan berlalu. Yurina yang yatim piatu tinggal bersama Aldi dan keluarga Hiratama.
Awalnya Yurina menolak permintaan ayah Aldi, yang memintanya untuk tinggal bersama mereka. Ia tak ingin merepotkan orang lain. Namun ia akhirnya menerima tawaran tersebut setelah Aldi membujuknya.
Aldi merupakan teman masa kecil Yurina. Rumah mereka kebetulan berdekatan. Mereka juga bersekolah di sekolah yang sama. Kelas mereka pun bersebelahan. Yurina sering pulang sekolah dan bermain bersama Aldi.
Johan dan Regina, kedua orangtua Aldi sangat baik pada Yurina. Sejak dulu, mereka selalu mengundang Yurina untuk makan siang di rumah mereka. Regina juga mengajarkan Yurina hal-hal yang juga ia ajarkan pada putra kandungnya, seperti bermain piano. Ia yang pernah bermimpi memiliki anak perempuan sangat senang dengan kehadiran Yurina. Ia memperlakukan Yurina seperti anaknya sendiri.
Di rumah keluarga Hiratama, Yurina mendapat kamar sendiri. Kamar tidurnya bersebelahan dengan Aldi.
"Aku dan orangtuaku turut berduka atas kematian orang tuamu," ucap Aldi pada Yurina yang duduk di atas tempat tidurnya.
Yurina diam saja. Gadis itu masih berduka karena kematian seluruh anggota keluarganya.
"Kalau kau perlu sesuatu, bilang padaku atau Mama, ya,"
Yurina mengangguk. Aldi mengelus kepala gadis itu untuk menenangkannya. Walau umur mereka hanya berbeda tiga bulan, Aldi sudah menganggap Yurina seperti saudarinya sendiri.
****
Sementara itu Johan berbicara dengan istrinya.
"Aku sudah mendapat info dari pihak polisi. Kebakaran rumah orangtua Yurina itu bukan karena kecelakaan," tutur Johan. Selama sebulan ini ia selalu bolak-balik ke kantor polisi untuk diperiksa sebagai saksi. "Kebakaran itu dilakukan dengan sengaja. Pelakunya seorang pria berumur 40 tahun. Dia sudah ditangkap. Terungkap kalau pria itu juga pernah melakukan kejahatan pada ibu kandung Yurina,"
Regina terlihat kaget. Ekspresinya seperti menyadari sesuatu. "Maksudmu..."
Johan menjawab. "Ya, pelaku kebakaran itu... ayah biologis Yurina. Dia yang terobsesi dengan ibu Yurina, membakar rumah karena tak suka melihatnya hidup bahagia bersama pria lain,"
Regina menutup mulutnya saat mendengar hal tersebut dari suaminya.
"Apa Yurina tahu soal itu?" tanya Regina.
Johan menggeleng. "Aku tak ingin memberitahunya,"
Istrinya tersenyum sambil menghela napas. "Syukurlah, lebih baik dia tidak tahu,"
"Ngomong-ngomong, aku pernah dengar dari sekretarisku, ada sebuah sekolah asrama yang bagus di Bogor. Sebaiknya...kita kirim saja Yurina dan Aldi ke sana..."
Regina setuju dengan rencana suaminya. Ia sangat menyayangi anak-anaknya, terutama Yurina. Sepertinya itu rencana terbaik untuk melindungi Yurina, menjauhkan gadis itu dari hal-hal buruk, dan agar gadis itu punya masa depan dan kehidupan yang lebih baik.
****
"Apa? Pindah sekolah ke Bogor?" tanya Aldi saat kedua orangtuanya memberitahu rencana mereka.
"Benar," jawab Regina sambil mengangguk. "Kamu akan pindah ke sekolah asrama bersama Yurina,"
Aldi dan Yurina saling berpandangan. Aldi sebenarnya merasa sedikit keberatan menerima keputusan orangtuanya. Selama ini ia belum pernah bersekolah di tempat yang jauh dari rumah. Jika ia pindah, artinya ia harus memulai kembali segalanya dari awal. Belum lagi, kehidupan di sekolah asrama berbeda dengan kehidupan di sekolah umum yang selama ini dia jalani. Peraturan ketat, sekamar dengan orang yang tidak dikenal sebelumnya, dan pasti akan membosankan, begitu yang Aldi pikirkan.
Meski begitu, Aldi tak bisa menentang keputusan orangtuanya. Sementara itu, Yurina menerima dengan baik keputusan kedua orangtua angkatnya.
"Kamu dan Yurina akan masuk ke Asrama Bastari di Bogor," kata Johan kemudian. "Sekretaris Papa sedang mengurus surat kepindahan kalian,"
****