Read More >>"> TANGAN TANGAN ASTRAL (PADA SIAPA AKU HARUS MENGADU) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - TANGAN TANGAN ASTRAL
MENU
About Us  

My Diary ….

Seandainya rumahku dekat dengan kediaman Mama Dedeh yang sering menggelar pengajian di tivi-tivi itu, sudah pasti aku akan teriak, Curhat Mak …? Dengan bantuan beliau aku yakin segala permasalahan terkait Anggit yang selama ini selalu mengganggu pikiranku akan mendapatkan solusi dengan tepat.

Tapi sayangnya my Diary, rumah beliau jauh dari sini. Kalau aku harus pergi ke sana berat diongkos. Ya kalau aku punya ilmu ngilang seperti Nini Diwut dan anak buahnya, pasti hal itu bukanlah masalah. Sekali cling, dalam hitungan detik bisa saja aku sampai di hadapan Mama Dedeh.

Eh, ngomong-ngomong soal Nini Diwut, kemarin demit perempuan renta itu kembali mendatangi waktu aku sedang duduk melamun di sudut kamar ini. Katanya dia enggak tega melihat kesedihan yang tergambar jelas di wajahku. Tentu saja kesempatan itu aku pergunakan sebaik mungkin untuk menumpahkan kemarahanku. Aku omelin dia habis-habisan atas ulah dia dan anak buahnya yang telah membatalkan acaraku makan bakso bersama Anggit tercinta. Aku enggak terima dengan semua itu. Aku menuntut Nini Diwut untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Tapi sialnya my Diary, Nini Diwut cuma tertawa mengekeh mendengar curhatku yang bernada penuh emosi. Dia terlalu menggampangkan masalah ini. Kata dia, kemarin dia dan anak buahnya sengaja berbuat begitu dengan tujuan agar Anggit ketakutan dan lantas memelukku erat seperti adegan di film-film horor.

Kampret! Sepertinya Nini Diwut itu tidak pernah menyadari kalau kehidupan di alam nyata jauh berbeda dengan dunia film yang diatur sesuai keinginan sutradara. Nini Diwut lupa bahwa alam manusia berbeda jauh dengan alam gaib yang hanya dengan kedipan mata bisa dia kendalikan seenak udelnya. Eh, tapi Nini Diwut punya udel enggak, ya?

Tak mau kehilangan momen, maka kemarin itu pula aku curhat terkait segala hal pada Nini Biwut. Aku sengaja curhat sama Nini Diwut, karena aku yakin sebagai bangsa lelembut mereka tidak akan pernah menceritakannya pada makhluk lain, apalagi manusia. Jadi rahasiaku pasti aman terjaga.

Dalam curhatku pada Mak … eh, Nini Diwut kemarin sempat aku sampaikan beberapa hal terkait keberatanku atas kemunculan para dedemit yang sering mengganggu hubunganku dengan Anggit. Kemunculan bangsa demit yang sering menakuti Anggit sehingga punya keinginan menjauh bahkan putus dariku, benar-benar aku kecam. Aku berharap meski kaum demit tidak pernah memiliki rasa cinta, mbok yao, mengerti sedikit pada privasiku sebagai manusia remaja yang ingin dicintai dan mencintai. Untuk apa aku berteman dengan para dedemit kalau yang ada mereka selalu mendatangkan masalah rumit. Lebih baik aku pamit sebelum hati semakin sakit.

Tapi my Diary, mendengar curhatanku itu kemarin, dengan wajah memelas Nini Diwut meminta maaf. Nini Diwut dan kroninya berjanji tidak akan mengganggu lagi semua urusanku dengan Anggit asal aku tetap mau bersahabat dengan mereka. Sepertinya Nini Diwut tidak ingin kehilangan asupan gizi berupa aroma dupa dan kemenyan yang sering aku bakar. Anehnya lagi, kemarin itu Nini Diwut juga sempat berbalik curhat padaku tentang perilaku manusia yang kerap mengganggu bangsanya.

Bangsa dedemit kerap merasa terganggu dan terhina ketika ada manusia yang memasang sesajen dan bakar dupa atau kemenyan di petilasan keramat dengan tujuan meminta nomor togel pada mereka. Bagi mereka hal ini merupakan penghinaan. Manusia kan sudah pada tahu kalau di alam demit tidak ada yang namanya sekolahan, eh, lha kok malah dimintai menunjukkan angka-angka yang akan keluar dalam undian.

Duh … ini bagaimana ya my Diary, kok malah jadi acara curhat-curhatan. Padahal di awal kan aku yang mestinya cerhat mak pada Nini Diwut, tapi mengapa demit nenek renta itu malah ganti curhat. Sialan!

Karuan saja, wajahku yang semula memelas jadi meradang. Tanpa memedulikan cerhat mak dari Nini Diwut, aku kembali menegaskan keluh kesahku. Pada siapa aku harus mengadu kalau bukan pada Nini Diwut yang selalu datang mengganggu.

Tanpa ada kepastian jawab, tahu-tahu Nini Diwut hanya menebarkan aroma kemenyan yang menyengat baru kemudian dia minggat. Meninggalkan aku yang masih bergeming di sudut ranjang sambil menghidu bau kemenyan yang membuat perasaanku semakin tidak karuan.

                                                   ***

 

Oiya my Diary …

Tadi pagi seorang teman sekolahku sempat mengadu padaku tentang Anggit yang sempat curhat padanya. Kata dia, yang didengar dari mulut Anggit bahwa sebenarnya Anggit itu sungguh-sungguh menyayangi aku. Hanya saja Anggit kerap merasa bingung dengan keanehan-keanehan yang sering terjadi setiap ia sedang bersamaku. Hal itu yang membuatnya ragu. Ia takut bahwa kebolehanku melihat dan berinteraksi dengan makhluk gaib, kelak akan menjerumuskan aku dalam perbuatan syirik. Duh … ternyata sebegitu besar perhatian Anggit padaku. Dari cara dia mengkhawatirkan aku, sepertinya ia sungguh cinta mati padaku. Karena itu Anggit berharap bahwa suatu saat aku harus membuang jauh-jauh kebiasaanku berteman dengan dedemit.

Mendengar curhatan Anggit itu meskipun tidak secara langsung dari orangnya, tapi sempat membuat hatiku berbunga-bunga. Sayangnya Anggit tidak mau langsung curhat kepadaku. Sepertinya ada dua kemungkinan mengapa Anggit curhat lewat temanku itu. Yang pertama, mungkin dia bosan dengan kelakuanku yang selalu berkata ia setiap kali ia minta aku membuang kebiasaanku berteman dengan dedemit, tapi nyatanya untuk melakukannya aku merasa sulit. Yang kedua, bisa jadi Anggit merasa lebih nyaman curhat dengan temanku itu sebab dia orangnya tipe pendengar yang baik.

Waduh, my Diary … kalau dibiarkan lama-lama ini bisa celaka. Sudah sering aku temui ada dua sahabat yang merasa nyaman saling curhat pada akhirnya menjadi saling terpikat. Witing tresno jalaran soko kulino. Rasa cinta bisa tumbuh karena kebiasaan sering bersama-sama.

Oh, Tuhan! Tidak, tidak, jangan sampai hal itu terjadi. Aku harus bisa menghentikan kebiasaan curhat mak antara Anggit dan temanku itu. Harus kuakhiri bagaimana pun caranya. Aku tidak mau ada dusta di antara kami. Biarlah Nini Diwut saja yang pandai berbohong, tapi kami, jangan!

Tak ayal my Diary, sekarang aku menjadi bingung sendiri. Pada siapa aku harus mengadu tentang persoalan hati yang semakin membelenggu. Selain padamu my Diary, ke mana aku harus curhat mak mengenai kegelisahan yang membuat tidurku tak nyenyak. Mau curhat pada Tuhan, aku segan, karena selama ini aku sadar bahwa aku belum mampu menjadi seorang hamba yang taat iman. Aku masih suka bermain dengan setan. Aku masih suka menghidu aroma dupa dan kemenyan.

Oh my Diary, selain kepadamu pada siapa lagi aku harus mengadu ketika persoalan hidup datang mengganggu. Sungguh aku tak ingin kehilangan Anggit, tapi aku juga tidak bisa lepas dari pergaulanku dengan para demit.

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags