Read More >>"> TANGAN TANGAN ASTRAL (ORANG JELEK BANYAK COBAAN) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - TANGAN TANGAN ASTRAL
MENU
About Us  

My Diary ….

Angin sepertinya telah bersekongkol dengan awan untuk mendatangkan hujan deras yang akan mengguyur seisi bumi sampai kedinginan tanpa batas. Di sela pepohonan angin menderu menggoyangkan dahan dan ranting yang seolah sengaja menari menyambut datangnya hujan dengan suka hati. Seluruh hamparan tanah basah, menciptakan genangan tempat segala masa lalu terbenam bersiap untuk dikenang. Kodok ikut pula bersekutu dengan menyanyikan lagu pesta tentang kebahagiaan yang tiada tara.

Segenap makhluk penghuni alam kegelapan yang biasanya asyik menghidu aroma dupa dan kembang aneka rupa dari sesajen para manusia, bersekongkol dengan hujan badai. Mengintip dari sela-sela pintu neraka, siap menebar kesesatan agar anak cucu Adam terjerumus pada tindak durjana.

Tapi my Diary, suasana yang dingin dan beku itu tidaklah sedingin keadaan hatiku malam ini. Kebekuan hatiku itu dipicu oleh kabar tak sedap yang beredar di sekolah. Tadi pagi Anggit tidak masuk sekolah karena sakit parah. Konon kabarnya dia tiba-tiba merasa lemah. Semua kekuatan dan keceriaannya seketika musnah. Tidak ada lagi senyum sumringah dari wajahnya yang selalu cerah. Yang terlihat hanyalah sosok pasrah yang terbaring tanpa gairah.

Sumpah my Diary, berita sakit parahnya Anggit hari ini mengingatkanku pada kemunculan kembang api aneka warna di petilasan keramat. Bisa jadi arak-arakan dedemit tanpa kepala yang malam itu bergerak menuju rumah Anggit benar-benar suatu pertanda akan adanya mara bahaya.

Karuan saja aku sempat sebel dan kesel pada beberapa teman gaib yang sering membersamaiku. Terlebih pada si kunti, peri, dan pocong yang paling sering menampakkan diri di hadapanku. Dengan membabi buta (padahal babi tidak pernah ada yang buta) aku tuduh mereka telah bersekongkol dengan Nini Diwut atas kejadian ini.

Tentu saja tuduhanku ini bukanlah tanpa alasan. Sebab dari pembantu rumah tangga yang bekerja di rumah Anggit (yang dulu juga pernah ngejar-ngejar aku gara-gara pengasihan bermedia celana dalam itu) aku ketahui bahwa di tengah sakit kerasnya setiap tengah malam Anggit selalu menyebut-nyebut namaku.

Aneh kan, my Diary!

Selama ini dia pacaran dengan teman sebangkuku, tapi giliran dia sakit justru namaku yang dia panggil-panggil tiap malam. Hal ini jelas bisa merusak reputasiku yang sebelumnya tak pernah baik. Orang pasti pada jadi menyangka aku main guna-guna agar Anggit mau sama aku. Padahal, sorry ya! Jelek-jelek begini, aku memang kurang tampan. Jadi jangan dijelek-jelekin dong!

Nah, puncak permasalahannya terjadi tadi sore. Pacarnya Anggit mendatangi rumahku, memohon agar aku mau dia ajak ke rumah Anggit untuk menyembuhkannya. Ini sudah gila, my Diary! Memang aku ini dukun, apa! Mentang-mentang aku bisa melihat dan berkomunikasi dengan makhluk halus terus dikiranya aku juga bangsa lelembut gitu! Bedebah! Jelas saja permintaan konyolnya itu aku tolak, my Diary. Lebih baik aku melihat Anggit tetap sakit daripada aku dituding bersekongkol dengan demit.

Karena itu my Diary, sehari tadi aku murung di dalam kamar. Tidak makan, tidak minum, dan tidak mandi seharian. Semua ini aku lakukan sebagai bentuk protes pada teman-teman gaibku yang sampai detik ini belum ada yang mengaku siapa yang telah membuat kondisi Anggit menyedihkan seperti itu.

Ups! Jangan diketawain aksi remehku ini, ya my Diary. Semua ini semata-mata demi rasa solidaritasku pada Anggit. Biar begini, aku masih menyadari takdirku sebagai makhluk sosial yang tak bisa hidup sendiri tanpa peran serta orang lain. Bapak dan emakku selalu mengajarkan bahwa urip adalah urup. Hidup adalah nyala. Tidak akan pernah ada artinya bila tidak memberi manfaat untuk orang-orang di sekitarnya.

Dan ternyata sikap diamku itu, mendapat respon dari Nini Diwut. Dengan menyaru sebagai Anggit, sosok nenek peyot itu datang menemuiku di dalam kamar. Dengan posisi memunggungi aku, ratu demit itu mengaku kalau memang dialah yang telah mengerahkan pasukannya untuk menyakiti Anggit. Katanya hal itu dia lakukan agar Anggit mau menerima cintaku sekaligus sebagai ucapan terima kasih karena aku telah membantu menggagalkan rencana penggusuran petilasan keramat.

Ya ampun my Diary … kenapa seisi alam ini seolah sengaja bersekongkol untuk menyudutkan aku. Tidak manusia, tidak setan, semua sama saja. Kenapa pula demit-demit itu tidak konfirmasi dulu padaku kalau akan melakukan sesuatu yang berhubungan dengan diriku.

 Akh! Sepertinya benar apa kata banyak orang. Hidup itu memang butuh kesabaran. Orang jelek selalu banyak cobaan. Enakan jadi setan jelek, malah lebih sering memberi godaan.

Maka aku pun marah besar, my Diary! Tanpa tedeng aling-aling aku damprat habis-habisan setan keriput itu. Aku caci maki sepuasku dengan berjuta sumpah serapah walau aku tahu dan sadar sumpahku tidaklah mujarab. Yang jelas aku lampiaskan amarahku yang selama ini belum pernah tersalurkan.

Hasilnya, Nini Diwut bersedia mencabut penyakit buatannya dari tubuh Anggit, tapi dengan syarat tetap harus aku sebagai perantaranya. Hadeuh! Ujung-ujungnya tetap aku juga yang harus bertindak. Maka dari itu my Diary, tadi setelah bakar kemenyan dan menyulut dupa di dalam takir berisi kembang telon wangi, aku diharuskan membaca mantra dengan dibimbing oleh Nini Diwut yang melayang berputar-putar mengelilingiku.

Saat itu juga aku harus menerobos hujan deras dan mampir ke rumah Anggit dengan berpura-pura meminjam payung. Saat itulah papa dan mamanya Anggit mengijinkan aku menemui anaknya yang masih tergolek lemas di ranjang mewah. Dari raut wajah mereka yang keruh, aku yakin mereka merasa berat hati mengijinkan aku mendekati putrinya.

Dengan tubuh basah kuyub, aku berdiri di dekat ranjang Anggit. Gadis itu tersenyum sembari mengulurkan tangannya padaku. Aku sempat ragu, my Diary! Tapi Nini Diwut segera mengambil alih semuanya. Setan keriput itu menguasai jiwaku dan menggerakkan tanganku untuk menyambut mesra tangan Anggit. Pada saat tangan halus itu berada dalam genggaman tanganku itulah, Nini Diwut mengeluarkan kesaktiannya. Dengan media tanganku, dia menarik kembali penyakit buatannya yang telah ia kirim ke tubuh Anggit.

Dengan satu sentuhan di dahinya, Anggit kembali sehat wal afiat. Seketika ia bangun dari pembaringan dan menyuruhku duduk di ruang depan. Semula aku takut sekali kalau-kalau kedua orang tua Anggit menyadari apa yang aku perbuat. Mereka pasti akan bakal mengira kalau aku penyebab sakitnya anak mereka.

Tapi ternyata enggak, my Diary! Nini Diwut dengan rapi telah menghilangkan kesadaran mereka sehingga tidak ada satu orang pun yang ingat dengan kejadian yang sebenarnya. Bersih deh namaku jadinya.

Begitulah my Diary, susahnya menjadi orang jelek. Mau berbuat baik tetap saja disangka jelek. Sungguh, orang jelek memang banyak cobaan. Cobaan lahir dan batin.

Hik hik hik!

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags