My Diary ….
Benar kata orang, sepandai-pandai tupai melompat pada akhirnya akan jatuh juga. Sedalam-dalamnya orang mengubur bangkai, suatu saat pasti akan tercium juga aroma busuknya. Demikian pula kepura-puraanku membuang ketajaman penglihatan batin di hadapan Anggit. Godaan yang teramat kuat dari teman-teman gaib, membuat sandiwaraku itu bocor. Dustaku ketahuan pada suatu sore yang berkabut.
Waktu itu aku dan dia sedang boncengan sepeda ontel menuju ke Taman Kota. Tahu dong namanya sepasang remaja yang sedang janjian, sedari rumah sudah pula membayangkan suasana indah dan romantis yang bakal tercipta. Besar harapanku semoga kebersamaan sore itu menjadi kenangan yang terlalu untuk dilakukan. He he he, jadi ingat lagunya Slank!
Namun sampai di tengah jalan, roda sepeda ontelku kempes. Sepertinya roda itu bocor tertusuk paku. Sambil menepi aku pun menggerutu uring-uringan.
Dasar setan sialan! Bisa-bisanya kalian buat kempes sepedaku. Tak suka ya melihat orang bahagia! kataku tanpa waktu itu menyadari kalau Anggit yang berjongkok di sebelahku mendengar apa yang aku katakan.
Apa? Siapa yang kau sebut setan barusan? Aku?! Mata Anggit melotot tajam padaku.
Duuh Diary … seketika mendung tebal menyelimuti wajahku. Aku menyesal atas bibirku yang keceplosan memarahi teman-teman gaibku. Akhirnya tak ada yang bisa kulakukan selain menggeleng.
Oo, atau jangan-jangan selama ini kau bohongi aku, ya. Kau bilang mau menjauhi dunia klenik itu, tapi di belakangku kau masih saja berhubungan dengan mereka! Jika demikian lebih baik kau dan aku end! kata Anggit waktu itu. Aku sampai melongo melihat kemarahan yang berkobar di matanya.
Sungguh Diary, remuk hatiku melihat dia melangkah pergi meninggalkan aku tanpa permisi. Bunga di hatiku yang semula sudah bersiap hendak mekar, seketika layu sampai ke akar. Tanpa memedulikan kepingan harapanku yang mulai berserak ia tinggalkan aku sambil terisak.
My Diary ….
Seiring tenggelamnya mentari di ufuk barat, kusaksikan cintanya lenyap ditelan fatamorgana. Saat itu, ingin kukejar bayang dirinya tapi sayang malam keburu datang menutup hati. Hingga aku kehilangan jejak. Dalam relung gelap cintanya, aku tak tahu lagi ke mana kuharus menyeret langkah. Gara-gara ban sepeda ontelku yang dibuat bocor oleh teman-teman gaibku, asa dalam kalbuku layu sebelum berkembang.
Sejak saat itu aku lebih banyak mengurung diri di dalam kabar. Aku keluar kamar hanya pada saat makan, mandi, dan buang hajat yang tak mungkin kulakukan dalam kamar. Hidupku jadi terasa amat menyebalkan. Dan lebih menyebalkan lagi saat malam datang.
Melihat aku yang dilanda resah dan gelisah sehingga mata sulit terpejam, teman-teman gaibku malah pada datang menggoda. Ada yang memanggil-manggil namaku dari luar jendela tanpa menampakkan wujudnya. Ada pula yang ujug-ujug nongol di depan wajahku seraya tertawa menyeringai layaknya penghuni neraka. Bahkan ada pula yang mempermainkan lampu di kamarku. Lampu yang tadinya menyala terang itu, tiba-tiba dibuat mati nyala mati nyala. Mungkin dikiranya kamarku itu diskotik gitu.
Maaf ya Diary, hanya kepadamu aku berani ceritakan kisahku ini. Aku yakin kau bisa merahasiakannya dari siapa pun. Sekecil apa pun rahasia hidupku, pasti tidak akan kau bocorkan pada orang lain. Aku percaya padamu, Diaryku.
Tapi maaf my Diary, sepertinya aku lupa bahwa setan tak pernah pensiun menggoda manusia. Kemampuanku melihat makhluk tak kasat mata yang sudah bocor ke telinga Anggit semakin bertambah runyam. Sepertinya ada salah satu anak buah Nini Diwut yang sengaja menghasut hati Anggit agar menceritakan keanehanku itu pada banyak orang. Hasilnya, aku semakin dikucilkan dalam pergaulan.
Untuk itulah, aku merasa sangat bersyukur memilikimu, my Diary. Hanya kau teman setia yang mau mendengar baik-baik segala keluh kesahku. Berada dalam lembaranmu, sekecil apa pun sebuah rahasia tidak akan pernah bocor ke orang lain. Bahkan kepada buku-buku yang berada satu tumpukan denganmu, kau bisa tetap bungkam.
My Diary ….
Tadi malam aku sempat marah dan kecewa pada sosok demit Nini Diwut yang wajahnya sudah keriput tingkat akut itu. Bayangkan, sudah tahu kalau aku lagi sedih akibat ditinggalkan Anggit yang terkasih, eh, bisa-bisanya tengah malam dia datang dengan lelucon yang sama sekali gak ada lucu-lucunya. Bahkan teramat amat-amat sangat menjengkelkan.
Bagaimana tidak, aku yang sedang tenggelam di dasar lamunan tiba-tiba dia kagetkan. Nini Diwut muncul di kamarku dalam wujud sosok Anggit. Tahu-tahu Anggit jejadian itu berdiri di dekat ranjangku sambil tersenyum manis. Kedua tangannya terulur kepadaku seolah berusaha membantuku untuk bangkit dari ranjang. Spontan mataku melotot menyaksikan bidadari impian datang menghampiri dengan pakaian yang mengundang birahi. Gaun putih yang dia kenakan begitu transparan sehingga memamerkan lekuk tubuhnya yang menawan. Aku sampai menelan air liurku sendiri. Maklum ya my Diary, aku kan cowok normal. Otak kotorku langsung menggeliat binal sambil membayangkan adegan-adegan liar dan nakal.
Kau tahu my Diary, saat itu seketika rasa kantukku sirna. Aku melompat bangkit dan memeluknya. Dan asyiknya lagi, Anggit tidak berontak. Dia bahkan memejamkan mata seakan mempersilakan aku untuk bertindak apa saja pada tubuhnya yang indah memesona.
Gairah dalam dadaku semakin membuncah. Aroma wangi parfum yang meruar dari tubuhnya membuatku semakin bergairah. Aku sudah gelap mata. Andai malam itu aku harus kehilangan keperjaanku untuk Anggit, sumpah aku rela.
Namun apa yang terjadi kemudia my Diary? Lagi-lagi mimpi buruk datang melanda. Dari sela gairah yang makin meninggi, samar-samar hidungku mencium bau bangkai. Sejenak aku pejamkan mata untuk memusatkan mata batinku yang sempat terlena. Dan ketika mataku terbuka kembali, yang ada dalam pelukanku sudah bukan lagi sosok Anggit yang memesona tapi telah berubah menjadi nenek renta bau tanah.
Bah! Busyet, dengan gerak cepat kudorong tubuh renta itu agar menjauh dari tubuhku. Nini Diwut tertawa mengekeh sebelum akhirnya menghilang dengan cara menembus dinding kamarku. Penyamarannya yang bocor membuat detak jantungku terasa digedor-gedor.
Huh! Untung my Diary, bibirku tadi belum sempat menjamah bibirnya yang dalam bentuk nyata sudah rusak berat dimakan belatung dan cacing tanah. Sebagian besar kulit dan daging pembungkus bibir nenek renta itu sudah mengelupas tinggal menyisakan benjolan tulang gusi dan gigi yang berlumur darah.
My Diary ….
Andai saja penyamaran Nini Diwut tadi tidak bocor, bisa jadi dia akan menuntutku menjadi suami dan akan membawa serta jasadku ke dunianya yang penuh misteri. Nasib baik sepertinya sedang berpihak kepadaku.
Aku janji my Diary, mulai detik ini aku akan selalu berhati-hati bergaul dengan para penghuni alam kegelapan agar tak terjebak oleh kelicikan mereka yang sulit dimengerti. Jaga rahasia ini, jangan sampai bocor.