Tak terasa tahun 2016 hampir ditinggalkan, seakan-akan waktu berlari begitu cepat, tanpa disadari tahun yang baru 2017 akan mengambil tongkat estafet dari tahun sebelumnya untuk kembali berlari melanjutkan waktu yang ada.
Siang itu tepat tanggal 28 Desember 2016 saat aku sedang duduk di teras rumah ditemani dengan segelas kopi hitam dan beberapa potong pisang goreng buatan adik perempuanku, dalam lamunanku sore itu terlintas waktu-waktu yang telah berlalu dari tahun yang akan segera berlalu ini semua kenangan seakan-akan seperti potongan film-film kehidupan yang sulit untuk diabakan, baik kegagalan maupun keberhasilan, baik saat sukacita ataupun dukacita semua berkecamuk dalam fikiranku.
Lamunanku buyar saat sapaan dari seseorang terdengar dari depan pagar, ternyata yang menyapa adalah tetangga yang tepat berada disamping rumahku, namanya Pak Anton, dia seorang pensiunan guru yang menghabiskan masa tuanya dirumah menjaga kedua cucunya.
Aku kemudian berdiri membuka pagar Rumah mempersilahkan Pak Anton untuk masuk
“Sore dek, waduh santai banget ya sore-sore begini” Ujarnya kepadaku
“Iya nih Pak lagi ga ada kerjaan jadi duduk-duduk santai aja ” balasku
Aku mempersilahkan dia duduk dan memanggil adik perempuanku untuk menyiapkan segelas kopi untuknya dan menyuruh menyediakan beberapa potong pisang goreng lagi untuk kami nikmati.
“Ayah sekarang tugas dimana dek?” Tanya Pak anton
“Sekarang sedang bertugas di Batam Pak sudah 3 bulan disana”
“Jadi Ayah gak bisa pulang Tahun baru ini ?” tanyanya lagi sambil menyeruput kopi hitam yang baru saja diletakkan adikku
“Iya Pak , mungkin sekitar bulan 2 nanti baru bisa pulang” Jawabku
“Begitulah kalau cari uang dek walaupun harus jauh dari keluarga”
Aku terdiam sejenak mendengar perkataan dari Pak Anton. Entah mengapa tiba-tiba ada perasaan rindu yang sangat besar terhadap Ayah apalagi disaat-saat seperti ini. Ayahku bekerja sebagai seorang pelaut dia bertugas sebagau Nahkoda di kapal pengangkut barang, dan sebagai seorang pelaut adalah hal biasa untuk pergi bertugas ke tempat yang jauh dari keluarga dan terkadang dalam waktu yang lama.
Sudah hampir sekitar 3 bulan saat kali terakhir aku dan adek-adekku berjumpa dengan Ayah, yaitu saat dia cuti dari pekerjaannya, itupun dia hanya memiliki waktu 2 minggu sebelum kembali berlayar. Sebagai anak sulung ada rasa iba kepada adik-adikku bahwa mereka tidak mendapat kedekatan bermain dan bersama seorang Ayah seperti anak-anak yang lain, aku yang berusaha memaklumi pekerjaan Ayah pun sebagai anak terkadang muncul perasaan ingin bisa lebih banyak waktu bersama dengan Ayah juga, sebab dari masa kecil hingga aku dalam bangku perkuliahan sekarang ini sangat sedikit waktu kebersamaan dengan Ayah karena tugasnya yang selalu jauh dari keluarga.
“Loh kok malah melamun dek? Apa lagi mikirin pacarnya nih?.” Timpal pak anton sambil tersenyum saat melihatku sedang melamun.
“Ah bisa aja Pak”
Jam menunjukkan pukul 17.15 disusul pak Anton yang pamit untuk pulang setelah ngobrol dan memberi banyak nasehat hidup kepadaku. Karena nanti malam adalah malam Tahun baru aku bergegas kebelakang dan mulai membantu Ibu mengerjakan beberapa potong ikan yang nanti malam akan kami bakar sebagai acara untuk menyambut Tahun baru.
“Kak, Paket internetnya udah didaftar belom?” suara adikku terdengar dari belakang
“oh iya… kakak lupa dek, kamu bisa gak bantu Ibu siapin ikannya? Biar kakak keluar sebentar buat beli pulsa internetnya” jawabku
“Iya kak”
Aku hampir saja lupa bahwa malam ini kami berencana akan melakukan Video call dengan Ayah tepat jam 12 malam nanti sebagai penghilang rasa rindu kami sekeluarga pada Ayah, mungkin karena antusias yang sangat besar adikku sampai beberapa kali mengingatkannya padaku beberapa hari ini. Karna aku tidak ingin mengecewakan adik-adikku maka aku langsung bergegas keluar untuk membeli pulsa internet untuk kami gunakan nanti malam.
Malam itu semarak pesta Tahun baru begitu terasa disetiap tempat, ada yang merayakan dengan berkumpul bernyanyi bersama sanak saudara mereka, ada yang bakar-bakar jagung bersama dan banyak lagi acara-acara yang dibuat untuk merayakan Tahun Baru ini. Sekilas ada perasaan iri menghinggapi aku saat melihat sebuah keluarga yang lengkap bersama-sama merayakan Tahun baru dengan tawa dan kebersamaan yang tidak mungkin aku rasakan pada malam ini.
Betapa lengkap dan Indahnya jika seandainya Ayah bisa pulang dan bersama dengan kami untuk merayakannya. Beberapa kali aku menasehati diriku sendiri untuk menghilangkan fikiran seperti itu tetapi makin berusaha aku menghilangkannya makin terasa kuat perasaan itu.
Jam menunjukkan pukul 11.26 malam, ponselku pun beberapa kali berbunyi karena pesan yang dikirimkan oleh sahabat-sahabatku dan para keluarga yang semuanya adalah ucapan menyongsong tahun baru, beberapa saat kemudian ponselku berdering menandakan ada panggilan masuk, dengan cepat aku mengeceknya sebab dalam fikiranku itu pasti telefon dari Ayah, tetapi saat aku melihatnya ternyata panggilan itu berasal dari salah satu sahabatku, Kevin.
“Halo vin” Sapaku
“Halo bro, wih masih ingat aja ya hehe gimana kabarmu Dir?”
“Alhamdulillah baik vin, eh kok tumben nelpon nih?”
“Jadi ga boleh? haha bercanda Dir, kmu dimana nih? kami lagi ngumpul-ngumpul di rumah Mas Irvan yok sini rame-rame” Jawabnya cepat
“Aduh maaf ya vin malam ini aku gak bisa ikut ngumpul ama kalian”
“Duh jngan gitu dong Dir udah lama nih gak ngumpul sama-sama, lagian teman-teman yang lain nyariin kamu nih”
“Sekali lagi maaf ya vin, aku benar-benar gak bisa ngumpul sama kalian malam ini, soalnya udah janji ama Ibu malam Tahun Baru ini dirumah aja, tolong kasih tau teman-teman yang lain salam dari aku ya” jawabku merasa ga enak
“Oh gitu yaudah Dir maaf ya udah mengganggu , nanti aku sampaikan sama teman-teman kalo kamu gak bisa datang”
“Ok vin makasih ya” jawabku singkat kemudian menutup telpon dari sahabatku itu.
Sebenarnya ada perasaan sungkan menolak ajakan temanku itu apalagi kami sudah lami tidak berkumpul bersama sejak lulus bangku SMA 1 tahun lalu, namun janjiku kepada adik-adikku dan Ibu adalah yang utama bagiku.
Semua sudah siap, mulai dari ikan dan jagung yang akan kami bakar malam ini. Aku memanggil adik-adikku dan Ibu untuk berkumpul diruang keluarga agar kami dapat bersama-sama melakukan video call dengan Ayah. Kulihat raut wajah yang sudah tidak sabar dari kedua adikku yang memang sedari tadi sudah ingin bertatapan muka dengan Ayah melalui panggilan Video di ponselku.
Aku pun memulai menghubungi Ayah tetapi panggilan video call itu selalu saja gagal, tidak menyerah aku mencoba beberapa kali tapi tetap saja masih gagal juga. Kemudian aku teringat bahwa biasanya jika Kapal Ayah berada di tengah laut maka sangat susah bahkan tidak bisa dihubungi karna sinyal yang lemah. Berat rasanya untuk dapat mengatakan hal tersebut pada adik-adikku apalagi melihat mereka yang sudah sangat ingin mendengar suara dari Ayah.
“Dek video call sama Ayah besok-besok aja ya, soalnya kapal Ayah mungkin lagi ada di tengah laut jadi sinyalnya gak ada”
“Kak coba lagi ya, sekali lagi aja” rengek adik perempuanku yang paling kecil
“Udah kakak coba tapi gak bisa dek, besok aja ya” jawabku dengan mata berkaca-kaca sebab jujur aku tak sanggup melihat wajahnya yang penuh harap menjadi terlihat begitu kecewa.
Aku kemudian memegang tangannya sembari mengajaknya keluar membakar jagung dan ikan didepan rumah untuk menghilangkan rasa sedihnya. Aku berusaha bergembira malam itu walaupun tidak bisa dibohongi perasaan kubegitu bersedih melihat adik-adikku yang tidak bisa melampiaskan rindunya pada Ayah malam itu.
***
Empat hari berlalu sejak malam tahun baru itu, saat aku sedang menonton televisi di ruang tamu, tiba-tiba bel berbunyi dan segera aku menuju kedepan dan membuka pintu, begitu aku membukanya ternyata seorang dari jasa pengiriman barang terlihat memegang dua buah kotak besar dan memintaku menandatangani surat pengiriman barang tersebut.
Kemudian aku membawa kedua kotak itu masuk, dan memperlihatkannya pada Ibu dan adik-adikku.
“Kak, dapet dari mana tuh?” Tunjuk adikku pada dua buah kotak besar yang sedang kupegang
“Barusan dibawa orang dari jasa pengiriman , kakak juga gak tau apaan isinya”
Dengan rasa penasaran aku membuka kedua kotak itu, dan saat kubuka ternyata kedua kotak itu berisi dua pasang sepatu dan tiga pasang baju yang terbungkus dengan rapinya, tapi segera mataku tertuju pada sebuah surat yang terselip didalamnya… aku membuka dan membacanya..
Dirga, Liya dan naya anak-anakku tersayang maaf ya Ayah tidak bisa pulang untuk merayakan tahun baru bersama-sama
Ayah sangat rindu dengan semua anak-anak Ayah tapi Ayah harus kerja buat belikan Liya sepatu, buat jajan Naya, buat belikan kakak baju baru.
Liya dan Naya harus jadi anak-anak yang pinter dan nurut sama kakak dan ibu, ingat harus rajin belajarnya biar nanti bisa jadi dokter kan…
Kakak, jaga adek-adek dan Ibu ya, sebagai Laki-laki yang paling dewasa kakak adalah pengganti Ayah saat sedang tidak bersama kalian.
Ibu jngan lupa jaga kesehatan.
CIUM SAYANG BUAT ANAK-ANAK DAN ISTRIKU
Tak terasa air mataku menetas membaca surat dari Ayah, aku sadar bahwa ternyata Ayah sangat menyayangi kami, walaupun kami berjauhan tapi kami tahu kasih dan sayang itu yang mendekatkan diri kami setiap saat, mulai dari saat itu aku tidak pernah merasa kekurangan cinta dan sayang seorang Ayah, yang walaupun tidak dapat selalu berdekatan tapi doa dan kasih sayang diantara kami sudah lebih dari cukup untuk menyatakannya. ***