Mata ini sulit sekali kupejamkan, entah sudah berapa kali aku membolak-balikkan badan di atas pembaringannya, hanya karena gelisah memikirkan kata-kata Angga tadi.
"Aku menggemaskan". Ah, yang benar saja. Kata-kata Angga itu, terus saja terngiang-ngiang di telingaku. Berbagai pertanyaan terus berkecamuk dipikiranku, membuat perasaanku jadi semakin tak karuan. Entah pukul berapa aku tertidur lelap.
***
Pagi itu, ibu mengantarku sampai ke pintu gerbang sekolah, seperti biasanya.
“Dit, nanti ibu telepon kamu ya, kalau ibu tidak bisa jemput karena harus mengantarkan pesanan.” Aku mengangguk.
"Baik, Bu." Jawabku sambil kemudian mencium tangan ibu.
“Tenang saja Tante, kalau nanti Tante gak bisa jemput, biar aku yang antar Dita pulang,” ujar suara di belakangku, yang tak lain adalah Angga.
"Ah terima kasih ya, Nak Angga. Terima kasih juga, kemarin sudah antar Dita pulang. Tante titip Dita seperti biasanya ya," ujar ibu sambil tersenyum.
“Ih, Ibu tuh ya, memangnya aku ini barang apa. Main titip aja begitu?” ujarku kesal, meski sebenarnya di dalam hati berbunga-bunga.
“Siap Tante,” jawab Angga sambil mencium tangan Ibu, lalu mengandeng tangan Dita.
Ibu melambaikan tangannya sebelum kemudian melajukan motornya. Angga terus menggandengku sampai di depan pintu kelas, membuat banyak pasang mata membelalak tak karuan. Aku sampai jengah dibuatnya.
"Bisa di lepas gak, tangannya?" Ujarku setengah berbisik pada Angga.
"Opps, sorry Dit." Ucap Angga, lalu melepaskan genggamannya.
“Terima kasih,” ujarku sambil berusaha melepaskan genggaman tangan Angga saat itu.
"Dit, tunggu. Kamu itu tanggung jawabku sekarang!" ucap Angga tegas sambil menatap lekat kedua mataku. Aku bahkan tak sanggup membalasnya dan tak tahu harus berkata apa. Pria di depanku ini seperti sudah mulai menggila, hanya karena telah diberi mandat oleh ibuku. Ia mengantarku sampai ke tempat duduk. Mira, teman sebangku-ku, sekaligus sahabatku, sampai heran memandang kami.
“Dita, kami baik-baik saja. Kenapa kamu sama Angga berdua-duaan sambil gandengan tangan begitu?” tanya Mira penasaran.
"Ceritanya panjang, Mir. Nanti saja baru kujelaskan." Ujar Dita setengah berbisik sambil menunjuk ke arah belakang. Angga sengaja pindah dari tempat duduk lamanya di pojok, ke belakang Dita. Mira mengangguk pelan, lalu sekilas melirik ke belakang.
***
"Terima kasih ya Bu ... sudah menitipkanku pada Angga. Aku senang sekali," gumanku dalam hati. Selama jam pelajaran, aku sama sekali gak bisa fokus. Pikiranku melayang kemana-mana macam layangan singit.
“Nanti kita pulang bareng,” ucap Angga saat jam istirahat tiba.
“Nggak. Aku mau pulang sendiri,” ujarku.
"Ingat pesan ibumu tadi," ucap Angga.
Mira yang duduk di sampingku langsung membelalakkan matanya saat mendengar ucapan Angga barusan.
"Dit, apa aku ketinggalan berita. Kok ibumu sampai menitipkan kamu ke Angga. Ada apa sih sebenarnya? Apa yang kau rahasiakan dari sahabatmu ini?" tanya Mira penasaran.
"Gak ada kok, Mir. Gak tau tuh kenapa si Angga ngomong begitu." ujarku sambil memelototkan kedua bola mataku kearah Angga.
“Matamu indah sekali, Dita. Aku suka,” ujar Angga menggodanya.
"Angga, kamu keterlaluan. Pergi ke sana," ujarku kesal.