Loading...
Logo TinLit
Read Story - Evolvera Life
MENU
About Us  

“Di sini Cedric, apa yang terjadi?”

“Gedung ini tertanam bom, kita harus keluar sebelum semuanya meledak, Kapten—”

Suara dari HT terputus. Seketika itu juga, ledakan kedua menggema. Bukan dari speaker, tapi dari dalam dinding. Lantainya bergetar, lorong bawah tanah ini ikut merintih.

Cedric mencengkeram tanganku. Matanya liar, panik. “Rika, cepat! Kita harus keluar. Kita harus selamatkan mereka!”

Kami berlari. Lima menit napas tercekat, kaki seperti lumpuh, tapi kami tetap lari. Debu turun dari atap yang retak. Suara dentuman makin keras, menyayat udara. Lampu-lampu di langit-langit berkedip seperti disko kematian.

Dari balik kabut debu, muncul sosok. Bayangannya kurus, suaranya tercekat. “Luna! Di mana Velarius dan Freya?!” teriak Cedric, matanya memeriksa dari kepala sampai sepatu lusuhnya.

Luna menunduk. “Maaf, Kapten. Mereka tertinggal. Velarius nyuruh aku cari Kapten duluan.

Cedric mengumpat pelan. “Astaga... Luna, Rika, kalian keluar sekarang. Jaga pintu keluar tetap terbuka. Aku akan kembali untuk mereka.”

Tubuh Cedric berdenyut. Bajunya robek, urat-urat menyala kuning keemasan. Matanya berubah tajam, berpendar seperti lampu jalan. Otot-ototnya membengkak, dan aura hangat—tepatnya pelindung cahaya—memancar dari tubuhnya.

“Kapten, aku ikut!”

“Tidak.” Cedric menyelipkan alat komunikasi ke telingaku. “Ini satu arah, tapi cukup. Kalau situasi memburuk, jangan tunggu aku. Lari.”

Belum sempat kubalas, dia sudah menghilang ke lorong gelap.

Luna menarikku. Aku setengah melawan. Kakiku ingin berbalik, tapi suaranya meledak di belakang kami.

“Rika, ayo!”

Aku menggertakkan gigi. Perintahnya jelas. Jangan egois. Jangan jadi beban.

Kami melangkah pelan, napas belum sepenuhnya tenang. Debu menebal. Tiap langkah seperti jalan di atas pasir.

Telingaku bergetar. Suara dari alat komunikasi masuk, terpotong-potong. Ledakan. Jeritan. Lalu suara Cedric, kasar dan terengah:

“Velarius! Aku bantu!”

“Terima kasih, Kapten!”

“Freya, kita keluar sekarang. Dua menit.”

Lalu—

"ZRRRMMM!” Dentuman. Ledakan. Kepalaku berdenyut. Telingaku ngilu.

“Barrier: One side!”

“Kalian baik-baik aja?”

“Harusnya aku yang nanya itu, Kapten.”

“Heh. Cepat pergi.”

Serius, dia masih sempat bercanda?

“Kapten, ledakan berikutnya lima belas detik lagi.”

“Makanya, cepat pergi. Aku akan tahan ledakan.”

GILA.

Mereka benar-benar menjalankan Protokol Pengorbanan?

Aku ingin melawan. Tapi Luna tetap diam, matanya berkaca. Dia seperti aku—ingin lari ke belakang, tapi tahu itu bodoh.

BOOM!

Suara meledak. Bumi berguncang.

“AAAAAACKH! Aku nggak akan mati di sini! Dua bom? Terlalu cupu buat bunuh aku!” Suara Cedric—masih hidup, tapi serak. Lelah. Tapi hidup.

Dari balik kabut debu, Velarius melompat. Tiga meter di depan kami.

“Velarius! Sini!” Luna memanggil.

Freya di punggungnya. Luka di lengan dan kakinya gosong, tapi tidak putus. Healing bisa menyembuhkan itu. Kami menurunkannya di dekat tiang.

“Di mana Cedric?!” Aku mencari. Panik.

“Masih di dalam,” jawab Velarius. Datar. Kosong.

“Aku ke sana.”

“Jangan.”

“Kalau aku nggak ke sana, dia mati!”

“Walau kau ke sana, dia tetap mati. Di tambah kau juga ikut mati.”

Aku tidak peduli, aku tetap mamaksa dan berteriak “LEPASKAN AKU!”

“CUKUP, RIKA! Kapten nggak selemah itu! Justru jika kau masuk, dia akan kesulitan keluar karena harus mikirin kau!”

Aku mendesis. Tanganku bergetar. Aku ingin membentak lagi. Tapi... Dia benar.

Velarius melepaskan tanganku. Auranya berubah, Gelap dan berbayang, matanya... seperti menyimpan rahasia besar. Dia menunduk sedikit, suaranya pelan tapi tegas. "Aku tahu kau tidak akan tenang kalau tidak coba selamatkan dia. Dan kalau aku memaksa menahanmu, kau hanya akan mencari jalan lain yang lebih nekat."

Dia menatap lurus padaku. "Cedric lebih kuat dari yang kau kira. Tapi dia juga keras kepala, sama kayak kamu. Kalau ada orang yang bisa ngimbangin kekacauan ini dan masih sempat mikirin temannya—itu kamu, Rika. Jangan buang waktamu. Pergi."

“Luna, sembuhkan Freya. Freya, nanti giliranmu sembuhin kakiku.”

Dua menit. Aku berlari.

“Kapten, aku datang!“

Tiga menit mencari secepatnya. Debu masuk ke paru-paruku. Aku batuk berulang kali, mataku perih terkena debu, pandangan ku terbatas.

Lalu aku melihatnya—Cedric. Tertimpa beton besar, hampir setengah tubuhnya dan pasti membuat nya tidak bisa bergerak.

“CEDRIC! Bangun! Kita harus keluar!”

“Rika... tinggalkan aku.” matanya sayup

“JANGAN NGOMONG GITU! Kita nggak bisa kehilangan Kapten! Aku... aku nggak mau kehilangan Kapten!”

Aku mencoba mengangkat reruntuhan. Berat.

“Kapten, kau harus ketemu adikmu lagi.”

Dia terdiam. Aku dengar napasnya—lirih dan pelan.

“Kakiku... nggak bisa gerak.”

“Tenang. Aku angkat ini. Aku PAKSA tubuhku.“

“Imagination: Telekinesis—HIYAAACK!”

Kepalaku nyeri. Pandangan gelap. Tapi aku berhasil. Beton itu bergeser.

Aku memapahnya.

“Rika... telingamu berdarah.”

“Ya... mungkin karena kupaksa. Tapi setidaknya aku bisa bawa kapten keluar.”

“Seluruh bom akan meledak dalam 20 detik lagi!” Suara Velarius di kejauhan.

“Oh tidak. Ayo, Kapten!”

“Kapten, aku akan memindahkan kalian dekat pintu keluar. Tapi Shadow Jump hanya bekerja maksimal kalau ada kontak langsung. Saling berpegangan—lebih erat lebih baik!”

Kupikir kami akan saling menggenggam tangan. Tapi belum sempat bersiap, Cedric langsung menarikku ke dalam pelukannya. Kuat dan mendadak.

“Pegangan, Rika,” katanya dengan nada rendah.

Aku kaku. Jantungku lompat ke tenggorokan. Ini bukan waktu yang tepat untuk mikirin hal-hal aneh, tapi aku benar-benar nggak siap dipeluk seperti ini—apalagi di tengah puing dan ancaman ledakan.

Tubuhku kaku, tapi tanganku refleks membalas rangkulan pelukan. Wajahku, aku yakin, memerah parah.

“Shadow: Shadow Jump!”

Kami melayang. Kabur.

Kami mendarat—10 meter dari pintu keluar.

“Velarius, cepat!” panggil Luna.

Kami senyum lega. Tapi...

HT berbunyi. Suara Velarius.

“Kapten. Tubuh ku mati rasa. Tidak bisa teleport atau bergerak lagi, Apa perintah terakhir?”

Aku membeku. Velarius... masih di dalam.

“Cedric, aku harus ke sana!”

Dia menahanku. “Berhenti. Jangan tambah korban.”

“Biarkan aku selamatkan dia!”

“Luna, Freya—tarik Rika.”

Tanganku ditarik. Aku melawan, tapi dua tangan menggenggam erat dari belakang, menyeretku menjauh. Badanku terguncang saat lututku menyentuh lantai. Mereka benar-benar menarikku keluar dari lorong.

“JANGAN! JANGAN TARIK AKU! VELARIUS MASIH DI DALAM!”

Teriakanku mental di lorong batu. Tidak ada yang membalas.

Aku menoleh, dan melihatnya: tubuh Velarius tetap terbaring, jauh. Terlalu jauh.

“VELARIUUUSSSSS!” Suaraku pecah. Aku sendiri tidak tahu kenapa begitu emosional. Dia bukan teman dekat. Dia bahkan nyaris tak pernah bicara padaku. Tapi sekarang... hatiku seperti dihancurkan dari dalam. Kenapa?

HT berbunyi lagi. Suara Cedric. Serak. Datar. Tapi terdengar lebih berat dari suara manapun.

“Perintah terakhirku... temui keluargamu di surga, Velarius.”

BUM!

Gedung itu meledak. Langit merah. Tanah bergetar. Api menari ke udara.

Luna dan Freya terduduk. Menangis. Cedric berdiri.

Aku berdiri. Hujan turun.

“Terima kasih, Velarius...” bisik Cedric.

Kami tidak menangis dengan air mata. Tapi seluruh tubuh kami menjerit dalam diam.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (2)
  • silvius

    Halo readersvol. ada perubahan jadwal upload mulai bab berikutnya. Evolvera Life akan upload bab baru setiap 3 hari sekali. Terimakasih sudah menikmati cerita.

  • silvius

    Halo pembaca. Ini merupakan novel pertama saya. Saya sangat senang jika mendapatkan kritikan atau saran atau mungkin hal bagus yang membangun. Mari bersama membangun komunitas terbaik. Terimakasih telah membaca dan memberikan tanggapan yang jujur

    Comment on chapter Prolog
Similar Tags
CTRL+Z : Menghapus Diri Sendiri
135      120     1     
Inspirational
Di SMA Nirwana Utama, gagal bukan sekadar nilai merah, tapi ancaman untuk dilupakan. Nawasena Adikara atau Sen dikirim ke Room Delete, kelas rahasia bagi siswa "gagal", "bermasalah", atau "tidak cocok dengan sistem" dihari pertamanya karena membuat kekacauan. Di sana, nama mereka dihapus, diganti angka. Mereka diberi waktu untuk membuktikan diri lewat sistem bernama R.E.S.E.T. Akan tetapi, ...
Black Roses
33100      4760     3     
Fan Fiction
Jika kau berani untuk mencintai seseorang, maka kau juga harus siap untuk membencinya. Cinta yang terlalu berlebihan, akan berujung pada kebencian. Karena bagaimanapun, cinta dan benci memang hanya dipisahkan oleh selembar tabir tipis.
Story Of Chayra
13288      3274     9     
Romance
Tentang Chayra si cewek cuek dan jutek. Sekaligus si wajah datar tanpa ekspresi. Yang hatinya berubah seperti permen nano-nano. Ketika ia bertemu dengan sosok cowok yang tidak pernah diduga. Tentang Tafila, si manusia hamble yang selalu berharap dipertemukan kembali oleh cinta masa kecilnya. Dan tentang Alditya, yang masih mengharapkan cinta Cerelia. Gadis pengidap Anstraphobia atau phobia...
My Soul
179      139     1     
Fantasy
Apa aku terlihat lezat dimatamu? Meski begitu,jiwaku hanya milikku bukan untuk siapapun. ---- -Inaya- Jika dikira hidupku ini sangat sempurna dan menyenangkan,memiliki banyak teman,keluarga dan hidup enak,tidak semua benar,aku masih harus bersembunyi dari para Soul Hunter,aku masih harus berlari dari kejaran mereka setiap saat,aku juga harus kabur dari setiap kejadian yang melibatkan So...
Shinta
6646      1899     2     
Fantasy
Shinta pergi kota untuk hidup bersama manusia lainnya. ia mencoba mengenyam bangku sekolah, berbicara dengan manusia lain. sampai ikut merasakan perasaan orang lain.
Lantas?
41      41     0     
Romance
"Lah sejak kapan lo hilang ingatan?" "Kemarin." "Kok lo inget cara bernapas, berak, kencing, makan, minum, bicara?! Tipu kan lo?! Hayo ngaku." "Gue amnesia bukan mati, Kunyuk!" Karandoman mereka, Amanda dan Rendi berakhir seiring ingatan Rendi yang memudar tentang cewek itu dikarenakan sebuah kecelakaan. Amanda tetap bersikeras mendapatkan ingatan Rendi meski harus mengorbankan nyawan...
TRISQIAR
8886      1729     11     
Fantasy
Aku memiliki sesuatu yang berbeda. Ibuku bagaikan monster yang memelihara anak iblis. Teman hanyalah kata kiasan untuk mengutuk mereka Manusia bagiku hanyalah bayangan yang ingin aku musnahkan aku tidak pernah sama sekali memperdulikan hidupku karena aku tidak akan pernah bisa mati dan hal itu membuatku senang membunuh diriku sendiri. tapi karena kebiasaanku, sesuatu itu memberikanku kek...
A Poem For Blue Day
233      180     5     
Romance
Pada hari pertama MOS, Klaudia dan Ren kembali bertemu di satu sekolah yang sama setelah berpisah bertahun-tahun. Mulai hari itu juga, rivalitas mereka yang sudah terputus lama terjalin lagi - kali ini jauh lebih ambisius - karena mereka ditakdirkan menjadi teman satu kelas. Hubungan mencolok mereka membuat hampir seantero sekolah tahu siapa mereka; sama-sama juara kelas, sang ketua klub, kebang...
Rembulan
1232      694     2     
Romance
Orang-orang acap kali berkata, "orang yang gagal dalam keluarga, dia akan berhasil dalam percintaan." Hal itu tidak berlaku bagi Luna. Gadis mungil dengan paras seindah peri namun memiliki kehidupan seperti sihir. Luna selalu percaya akan cahaya rembulan yang setiap malam menyinari, tetapi sebenarnya dia ditipu oleh alam semesta. Bagaimana rasanya memiliki keluarga namun tak bisa dianggap ...
Pertualangan Titin dan Opa
3553      1359     5     
Science Fiction
Titin, seorang gadis muda jenius yang dilarang omanya untuk mendekati hal-hal berbau sains. Larangan sang oma justru membuat rasa penasarannya memuncak. Suatu malam Titin menemukan hal tak terduga....