Loading...
Logo TinLit
Read Story - Faith Sisters
MENU
About Us  

Tisu tisu tisu. Hap! Ah. Aku berhasil menahan tetesan ingus yang encer dari hidungku dengan tisu tepat waktu, sebelum jatuh mengotori karpet kesayangan Mama. Aku mengepit sepak tisu di bawah lenganku dan membawanya bersamaku ke sofa. Aku pun menyamankan diri di sofa, bersandar dengan kepala bertengadah. 

“Ya Allah, kasihan banget kakakku,” ujar Elysa. Dia duduk di sofa satu lagi. Satu tangannya menenteng sebuah buku islami.

“Iya, nih, nyebelin banget,” gerutuku.

“Dari kapan, Er?”

“Kemarin.”

“Bukannya kemarin sore kamu masih ngemsi di luar?”

“Hooh. Kemarin pagi udah mulai pusing, tapi sorenya kupaksain aja. Kan harus profesional,” ujarku. Hatsyu! Hatsyu! Hatsyu! Srooot. 

“Semoga jadi penggugur dosa-dosa,” doa Elysa.

“Amin.”

Tak lama, suhu tubuhku meningkat dan aku mengalami demam. Bukan suatu hal yang perlu dikhawatirkan. Demam berarti sistem pertahanan tubuhku sedang beraksi melawan virus atau bakteri penyebab penyakit. Aku merasa masih kuat untuk berpuasa di siang harinya. Yang penting malamnya aku cukup minum air dan vitamin. Hanya saja aku tidak bisa bergerak banyak. Aku juga tidak bisa ke masjid untuk salat tarawih. Aku lebih banyak berbaring untuk istirahat. Ya sudahlah, yang penting aku bisa melaksanakan hal-hal yang wajib.

Aku terpaksa membatalkan beberapa undangan buka bersama dengan kenalan-kenalanku. Untungnya semua job menjadi MC sudah selesai semua untuk bulan Ramadan ini. Aku memang mengatur libur di separuh akhir bulan Ramadan supaya bisa fokus beribadah. 

Setelah empat hari, akhirnya bisa dibilang aku sudah sembuh. Hidungku sudah tidak mampet dan tidak bersin-bersin tak terkendali lagi. Demamku juga sudah turun. Yes! Aku bisa tarawih berjamaah di masjid lagi.

“El, nanti malam bareng, ya,” ujarku menjelang berbuka puasa.

“Udah baikan? Kalo belum, jangan dipaksakan, nanti drop lagi.”

“Tenang aja!” 

Kami berbuka puasa sekeluarga. Papa, Mama, aku, Elysa, dan adik lelakiku Erwan. Semua mensyukuri kesembuhanku. Aku juga senang karena bisa beraktivitas lagi. Aku rindu tilawah satu juz Al Quran, salat tarawih, dan salat tahajud menjelang sahur. Ini adalah Ramadan yang sangat berarti bagiku karena aku termotivasi melakukan berbagai amal-amal kebaikan. Aku merasa bertahun-tahun belakangan ini aku sangat lalai terhadap kewajiban-kewajibanku. Sekarang aku sudah sadar. Makanya, aku ingin memanfaatkan Ramadan ini sebaik-baiknya. Bukan tanpa alasan aku memilih momen Ramadan. Justru, di bulan Ramadan ini pahala dilipatgandakan. Harapannya aku bisa ‘mengejar’ ketertinggalanku sebelumnya.

Memang, dulu aku menganggak orang yang tiba-tiba menjadi salehah di bulan Ramadan itu hanya pencitraan. Padahal, siapa sih aku, sok menghakimi niat orang lain padahal aku tidak mengetahui isi hati orang? Justru bagus kalau ada orang yang tiba-tiba menjadi salehah di bulan Ramadan. Daripada dia tetap berbuat dosa di bulan Ramadan, kan kasihan. Dosanya jadi berlipat ganda juga. 

Setelah salat magrib, aku mempersiapkan baju dan mukena untuk salat isya dan tarawih di masjid. Elysa juga tengah bersiap-siap. 

Oh tidak.

“Elysa! Aku… kayaknya gak jadi ke masjid.”

Elysa bergegas ke kamarku. “Kamu sakit lagi?”

“Enggak. Aku… datang bulan.”

“Oalah. Ya sudah. Aku berangkat, ya!”

Setelah memakai pembalut, aku duduk di tempat tidurku dengan lesu. Ah, baru saja aku sembuh dari sakit. Harapannya aku bisa melakukan banyak kebaikan. Eh, malah datang lagi penghalang.

Kenapa kayaknya aku “enggak dibolehin” beramal saleh sama Allah? Apakah aku sudah tidak selayak itu untuk berlomba berbuat kebaikan seperti orang-orang lainnya? Ih, aku jadi sebal. Malam itu aku tidur dengan kepala berdenyut-denyut. Perutku keram. Aaaah.

***

Aku mengganti-ganti saluran TV di ruang tengah. Bosan. Tidak ada yang bisa kulakukan. Sementara di sampingku, Elysa tengah membaca Al Quran lewat aplikasi di ponselnya. Aku tidak bisa melakukan itu! Aku tidak bisa mengalahkan Elysa dalam hal itu. Kenapa sih aku harus datang bulan?

“Itu, kan, takdir Allah buat kaum perempuan, Er,” jawab Elysa pelan.

“Lho, emang tadi aku bicara keras-keras, ya?” Aku jadi malu.

“Enggak keras, sih. Tapi ganggu aja, hehehe. Sambil mencet tombol remote keras-keras pula. Nanti rusak lho.”

Aku pasti menggerutu saking kesalnya.

“Tapi, aku jadi tidak bisa melakukan banyak amalan kebaikan. Padahal, ini tuh kesempatan bagus banget untuk menebus kebandelanku tahun-tahun sebelumnya. Kayak Allah tuh gak pengen aku berbuat baik, ya.”

“Hus! Gak boleh berburuk sangka sama Allah. Bukankah seseorang itu tidak dibiarkan mengatakan dia beriman, melainkan pasti akan diuji ketulusannya. Ini momen ujian buat kamu.”

Aku memutar bola mata. “Trus bagaimana aku membuktikan keimanan itu. Salat aja gak boleh. Puasa gak bisa. Pegang Al Quran terlarang. Bagaimana, El, bagaimana? Coba jelaskan!”

Elysa menarik dan mengembuskan nafas beberapa kali sebelum menjawab. Dia pasti ikutan kesal padaku. Maklum, hari-hari awal datang bulan aku memang sering bersikap menyebalkan. Perut bagian bawah, pinggung, pahaku terasa nyeri. Tidak ada posisi yang enak. Emosiku pasti terpengaruh. Akibatnya, orang-orang di sekitarku kecipratakn tidak enaknya.

“Gini,” Elysa memulai penjelasan. “Kita pahami dulu, haid atau datang bulan itu salah satu tanda kekuasaan Allah. Haid itu kan bagian dari siklus reproduksi, yang harapannya dari rahim seorang muslimah terlahir pejuang-pejuang di jalan Allah. Haid itu tandanya reproduksimu sehat.”

“El, apa kamu lupa? Aku kan sarjana kedokteran. Aku sudah tahu itu!”

“Nah! Harusnya gak perlu bertanya kenapa kamu harus haid.” Elysa tersenyum kalem. “Namun, yang mungkin kamu lupa, rida kepada takdir Allah adalah juga ibadah yang besar pahalanya. Ini yang kubilang tadi, bahwa ini saatnya pembuktian ucapanmu kalau kamu benar-benar beriman. Jangan sampai kita terlalu ingin ‘beribadah’ tapi mempertanyakan ketetapan Allah. Bersikap seakan-akan kita lebih tahu dari Allah yang terbaik untuk diri kita. Akhirnya malah mencela takdirNya. Lagipula, banyak amalan yang bisa dikerjakan selama haid, kok. Kamu juga tetap bisa mendapat pahala puasa, dengan memberi makan untuk orang berbuka puasa.”

Pandanganku memang menatap layar TV, tapi sebenarnya aku fokus pada ucapan Elysa. Aku merasa dicubit, ditowel, ditampar, sama ucapannya barusan. 

“Sama kayak ketika aku sakit kemarin, ya, El? Harusnya aku tidak protes ketika dikasih sakit, karena sebelumnya sudah dikasih nikmat sehat sama Allah. Masa gak rida diambil sebentar sehatnya, padahal sakit itu penggugur dosa-dosa. Aku harusnya mengimani Allah yang berkuasa menetapkan takdir, bukan aku. Masa aku mau mendikte Allah harusnya begini, harusnya begitu? Padahal ngakunya ingin menghamba pada Allah.”

Elysa terkekeh. “Kamu jadi lebih jinak, ya, sekarang. Gampang menerima nasihat.”

“Jinak… jinak! Emangnya aku kucing!”

Saudari kembarku tergelak. 

Aku melirik jam dinding. Sudah lewat jam lima. Aku pun berdiri dan berkata pada Elysa, “Kamu di sini aja. Biar aku yang bantuin Mama menyiapkan buka puasa, supaya aku dapat pahala puasa!”

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Ansos and Kokuhaku
3517      1142     9     
Romance
Kehidupan ansos, ketika seorang ditanyai bagaimana kehidupan seorang ansos, pasti akan menjawab; Suram, tak memiliki teman, sangat menyedihkan, dan lain-lain. Tentu saja kata-kata itu sering kali di dengar dari mulut masyarakat, ya kan. Bukankah itu sangat membosankan. Kalau begitu, pernah kah kalian mendengar kehidupan ansos yang satu ini... Kiki yang seorang remaja laki-laki, yang belu...
Love Letter: Mission To Get You
575      437     1     
Romance
Sabrina Ayla tahu satu hal pasti dalam hidup: menjadi anak tengah itu tidak mudah. Kakaknya sudah menikah dengan juragan tomat paling tajir di kampung. Adiknya jadi penyanyi lokal yang sering wara-wiri manggung dari hajatan ke hajatan. Dan Sabrina? Dicap pengangguran, calon perawan tua, dan... “beda sendiri.” Padahal diam-diam, Sabrina punya penghasilan dari menulis. Tapi namanya juga tet...
Damn, You!!
2938      1122     13     
Romance
(17/21+) Apa yang tidak dimilikinya? Uang, mobil, apartemen, perusahaan, emas batangan? Hampir semuanya dia miliki kecuali satu, wanita. Apa yang membuatku jatuh cinta kepadanya? Arogansinya, sikap dinginnya, atau pesonanya dalam memikat wanita? Semuanya hampir membuatku jatuh cinta, tetapi alasan yang sebenarnya adalah, karena kelemahannya. Damn, you!! I see you see me ... everytime...
dr. romance
949      560     3     
Short Story
melihat dan merasakan ucapan terimakasih yang tulus dari keluarga pasien karena berhasil menyelamatkan pasien.membuatnya bangga akan profesinya menjadi seorang dokter.
Nope!!!
1508      693     3     
Science Fiction
Apa yang akan kau temukan? Dunia yang hancur dengan banyak kebohongan di depan matamu. Kalau kau mau menolongku, datanglah dan bantu aku menyelesaikan semuanya. -Ra-
Sepi Tak Ingin Pergi
661      400     3     
Short Story
Dunia hanya satu. Namun, aku hidup di dua dunia. Katanya surga dan neraka ada di alam baka. Namun, aku merasakan keduanya. Orang bilang tak ada yang lebih menyakitkan daripada kehilangan. Namun, bagiku sakit adalah tentang merelakan.
Titisan Iblis
287      230     0     
Romance
Jika suatu saat aku mati, aku hanya ingin bersamamu, Ali .... Jangan pernah pergi meninggalkanku..... "Layla "
Anne\'s Daffodil
1101      422     3     
Romance
A glimpse of her heart.
In Your Own Sweet Way
440      314     2     
Short Story
Jazz. Love. Passion. Those used to be his main purpose in life, until an event turned his life upside down. Can he find his way back from the grief that haunts him daily?
Rain, Coffee, and You
543      382     3     
Short Story
“Kakak sih enak, sudah dewasa, bebas mau melakukan apa saja.” Benarkah? Alih-alih merasa bebas, Karina Juniar justru merasa dikenalkan pada tanggung jawab atas segala tindakannya. Ia juga mulai memikirkan masalah-masalah yang dulunya hanya diketahui para orangtua. Dan ketika semuanya terasa berat ia pikul sendiri, hal terkecil yang ia inginkan hanyalah seseorang yang hadir dan menanyaka...