Loading...
Logo TinLit
Read Story - Salted Caramel Machiato
MENU
About Us  

"Lembur terus." Kalimat pertama yang diucapkan Ares begitu bertemu Helene.

 

Ares berdiri di depan mobilnya, tangannya dimasukkan ke dalam kantong celana. Tungkai kakinya yang panjang sedikit disilangkan. Lagaknya sudah mirip model dalam pemotretan suatu majalah mode. Helene tersenyum lebar.

 

Beberapa hari ini setiap bertemu Ares, Helene dihantui rasa bersalah. Sejak Ares pulang dari luar kota, Helene nyaris tidak punya waktu untuk Ares. Dia mengejar ketertinggalannya dalam mengerjakan pekerjaan karena membesuk Dion. Helene juga jadi lebih sering melamun, tidak bisa fokus apabila berbincang dengan Ares.

 

Seperti malam ini, Ares memaksa untuk menjemput Helene di kantor, padahal Helene sudah berkali-kali menolak. Dia sedang tidak ingin bertemu Ares dan digelayuti perasaan bersalah.

 

"Kapan lagi aku bisa ketemu kamu? Kamu selalu sibuk dengan pekerjaanmu, kamu hampir nggak punya waktu untuk aku." Ares sedikit marah ketika tadi meneleponnya.

 

"Oke, kamu bisa jemput aku di kantor. Seperti biasa aku lembur," jawabnya mengalah.

 

Ares tidak bersalah dalam hal ini. Dia lah penyebab kekisruhan hubungan mereka. Mungkin Ares sudah bisa membaca perubahan dirinya. Hanya menunggu waktu Ares mengatakannya.

 

"Capek?" Ares bertanya dengan nada yang penuh perhatian.

 

"Ya, aku capek." Helene memejamkan mata, kepalanya disandarkan pada jok mobil.

 

"Kalau aku ajak ngopi sebentar... mau?"

 

Helene menoleh, melihat Ares dan laki-laki itu berharap Helene tidak menolak ajakannya. Helene dengan berat hati mengiyakan. Tubuhnya sudah begitu lelah, tetapi dia tidak tega menolak Ares.

Mereka memilih kafe yang tidak jauh dari kantor Helene.

 

Ares bercerita tentang perjalanannya kemarin saat berada di luar kota. Ada beberapa kisah yang belum diceritakannya pada Helene. Namun, malam ini Helene sangat sulit berpura-pura memperhatikan cerita Ares. Sebentar memang dia ikut tersenyum, tapi tatapan matanya tidak kepada Ares.

 

"Len, kalau dalam waktu dekat aku ke rumahmu bagaimana? Aku ingin berkenalan yang benar-benar serius dengan orang tuamu, kemarin kan hanya bertemu sebentar di kos kamu."

Helene hanya diam, memandangi cangkir kopinya.

 

"Len...," panggil Ares pelan dan itu membuat Helene tersentak, seolah mengembalikan kesadarannya. Bahwa dia tidak sendiri, ada Ares sedang duduk di hadapannya.

 

"Maafkan aku Ares... maafkan aku," katanya. Namun, kerusakan telah terjadi.

 

"Len, adakah sesuatu yang membuatmu menjadi begini?" Ares bertanya dengan tatapan menyelidik.

 

Helene menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan, dia merasa bingung dan bersalah pada Ares.

"Apa yang sudah terjadi ketika aku pergi?" tanya Ares lagi.

 

Helene menangis terisak pelan, dia masih menutup wajahnya. "Maafkan aku Ares," Hanya itu kalimat yang keluar dari sela-sela isak tangisnya, "Maafkan aku."

 

"Kamu tidak pernah mencintai ku 'kan ,Len? Hubungan ini kamu jalani dengan terpaksa, kan?" Ares seperti sudah bisa membaca kegundahan Helene.

 

"Aku tidak menjalaninya dengan terpaksa, aku tulus menerima kamu," katanya setelah menghela napas dan berusaha menghentikan tangisnya. Dia tidak ingin menambah luka bagi Ares karena menganggap ini semua keterpaksaan belaka. Tidak, dia tidak sejahat itu!

 

"Lalu?"

 

"Ternyata aku tidak punya cukup keberanian untuk melanjutkan hubungan kita lebih jauh lagi. Aku belum siap untuk itu."

 

"Tidak pernah kah kamu punya sedikit rasa cinta untukku?" Ares bertanya dengan nada putus asa. Helene diam menunduk. Dari sikap Helene, Ares tahu jawabnya.

 

"Len, aku tidak ingin memaksa kamu menjalani suatu hubungan yang tidak didasari oleh cinta. Aku juga tidak ingin hanya mempunyai perasaan ini sendiri. Suatu saat aku pun bisa merasa lelah. Lebih baik kita akhiri saja semua sekarang."

 

"Maafkan aku Ares. Aku sudah terlalu menyakiti hatimu."

 

***

 

Ares mengantar Helene ke kos, sebelum Helene turun dari mobil Ares menggenggam tangan Helene. "Kamu adalah perempuan paling istimewa dalam hidupku. Aku tidak akan pernah berhenti mencintai kamu sampai kapan pun. Aku hanya ingin kamu tahu. Berhentilah meminta maaf padaku, dalam hal ini kamu tidak pernah bersalah. Mungkin kamu sudah berusaha keras untuk mencintai aku dengan caramu. Mungkin tanpa aku sadari, aku telah membuatmu menjadi tidak nyaman dengan perasaanku. Jangan pernah ada rasa bersalah."

 

"Terima kasih Ares."

 

"Bolehkah aku memelukmu sekali ini saja." Helene mengangguk.

 

Ares memeluk tubuh Helene, sudut matanya basah. Oh Tuhan, dia benar-benar mencintai perempuan ini. Berpisah darinya adalah hal paling menyakitkan dalam hidupnya. Tetapi perempuan ini bukan untuknya, dia bukan miliknya.

Seseorang telah memiliki hati Helene.

 

***

 

Sabtu sore di rumah Bayu

 

"Jadi kamu sudah nggak sama-sama dengan Ares?" Ninit bertanya dengan suara tajam. Dia tidak habis pikir dengan isi kepala Helene.

 

"Hanya karena melihat Dion, kamu tahu kalau kamu tidak mencintai Ares? Sinting!" Ninit mencak-mencak mendengar cerita Helene.

 

"Apa kurangnya Ares sih, Len? Dia calon menantu idaman, orang tua kamu sudah setuju. Bahkan mama kamu yang sulitnya minta ampun bisa takluk dengan Ares. Ini nih isi otakmu kayaknya ada yang korslet?" Ninit berkacak pinggang, sedari tadi dia nggak bisa duduk dengan tenang. Begitulah gaya Ninit kalau sedang kesal.

 

"Iya iya, syaraf di otakku ada yang korslet. Mungkin berat otakku juga kurang seons. Makanya aku jadi nggak becus begini." Helene mencoba kalem meladeni Ninit. Tidak ada gunanya juga marah-marah dengan Ninit. Helene tahu, dibalik kata-kata kasar yang diucapkan Ninit sebenarnya Ninit sangat sayang padanya.

 

"Sudahlah kalian berdua." Bayu melerai adu mulut yang tidak akan ada habisnya. Bergaul sekian lama dengan dua perempuan ini, Bayu hapal dengan tabiat mereka berdua.

 

"Kamu yakin dengan keputusanmu?" Adinda bertanya lembut.

 

"Ya, aku yakin. Bukan berarti aku ingin kembali pada Dion. Sampai sekarang aku juga tidak bertemu dengannya lagi. Aku juga tidak ada niat untuk menemuinya. Aku hanya tidak bisa menjalani hubungan dengan didasari kebohongan," kata Helene.

 

"Kamu nggak bohong... siapa bilang kamu bohong! Kamu hanya belum mencintainya. Semua kan butuh proses. Seharusnya kamu sabar menjalani proses itu, hanya tinggal beberapa langkah lagi lho, Len." Ninit merasa gemas pada Helene.

"lagian, ngapain sih Davina pakai menghubungi kamu segala! Dia itu sudah merusak hubungan kamu, tau nggak!"

 

"Nit, cukup! Aku tahu kamu sayang tapi bukan berarti kamu bisa menentukan apa yang harus aku lakukan. Ini hidupku, bukan hidup kamu. Ini percintaan ku bukan kamu. Makanya kemarin aku nggak mau cerita, aku tahu bakal begini jadinya. Kamu nggak punya hak, Nit. Kamu harus tahu itu!"

 

Helene berkata tegas. Dia tidak suka Ninit jadi masuk terlalu jauh dalam kehidupan pribadinya. Seorang sahabat cukup mendengarkan dan memberikan pertimbangan, tetapi dia bukanlah pengambil keputusan. Ninit sudah melompati garis batas yang dibuat dalam persahabatan mereka selama ini.

 

 

Ada jeda yang cukup lama sebelum akhirnya Ninit memecah kesunyian, "Maafkan aku, Len."

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Hanya Untukku Seorang
1076      581     1     
Fan Fiction
Dong Hae - Han Ji bin “Coba saja kalo kau berani pergi dariku… you are mine…. Cintaku… hanya untukku seorang…,” Hyun soo - Siwon “I always love you… you are mine… hanya untukku seorang...”
Wake Me Up With Amnesia
799      500     2     
Short Story
who would have thought that forgetting a past is a very difficult thing
Teilzeit
1982      497     1     
Mystery
Keola Niscala dan Kalea Nirbita, dua manusia beda dimensi yang tak pernah bersinggungan di depan layar, tapi menjadi tim simbiosis mutualisme di balik layar bersama dengan Cinta. Siapa sangka, tim yang mereka sebut Teilzeit itu mendapatkan sebuah pesan aneh dari Zero yang menginginkan seseorang untuk dihilangkan dari dunia, dan orang yang diincar itu adalah Tyaga Bahagi Avarel--si Pangeran sek...
Je te Vois
812      540     0     
Romance
Dow dan Oi sudah berteman sejak mereka dalam kandunganklaim kedua Mom. Jadi tidak mengherankan kalau Oi memutuskan ikut mengadopsi anjing, Teri, yang merupakan teman baik anjing adopsi Dow, Sans. Bukan hanya perihal anjing, dalam segala hal keduanya hampir selalu sama. Mungkin satu-satunya yang berbeda adalah perihal cita-cita dan hobi. Dow menari sejak usia 8 tahun, tapi bercita-cita menjadi ...
A - Z
3077      1045     2     
Fan Fiction
Asila seorang gadis bermata coklat berjalan menyusuri lorong sekolah dengan membawa tas ransel hijau tosca dan buku di tangan nya. Tiba tiba di belokkan lorong ada yang menabraknya. "Awws. Jalan tuh pake mata dong!" ucap Asila dengan nada kesalnya masih mengambil buku buku yang dibawa nya tergeletak di lantai "Dimana mana jalan tuh jalan pakai kaki" jawab si penabrak da...
CINTA SI GADIS BUTA
5318      1334     5     
Romance
Kemalangan yang dialami oleh seorang gadis yang bernama Reina. Reina, seorang gadis cantik dan juga baik hati di diagnosa oleh dokter terkena penyakit glaukoma. Dokter memperkirakan kalau dirinya masih dapat melihat dalam waktu 1 tahun. Tetapi, nasib baik tak lagi mau berpihak kepadanya. Kedua matanya buta hanya dalam 4 bulan setelah dia memeriksakannya. Dia hanya bisa pasrah menerimanya. Kehidu...
Love Never Ends
11916      2510     20     
Romance
Lupakan dan lepaskan
Pilihan Terbaik
4931      1490     9     
Romance
Kisah percintaan insan manusia yang terlihat saling mengasihi dan mencintai, saling membutuhkan satu sama lain, dan tak terpisahkan. Tapi tak ada yang pernah menyangka, bahwa di balik itu semua, ada hal yang yang tak terlihat dan tersembunyi selama ini.
PESAN CINTA
6379      1389     33     
Romance
Bagaimana jadinya jika kita mendapat amanah dari orang yang tidak kita kenal? Itu pulalah yang terjadi pada Nasya. Dalam pejalanan pulang menuju kampung halamannya, Nasya berkenalan dengan seorang wanita. Mereka menjadi akrab. Dan wanita itu menitipkan sebuah amanah yang kenyataannya menjadi titik awal perubahan hidup serta jalan cinta Nasya.
Love and Pain
616      379     0     
Short Story
Ketika hanya sebuah perasaan percaya diri yang terlalu berlebih, Kirana hampir saja membuat dirinya tersakiti. Namun nasib baik masih berpihak padanya ketika dirinya masih dapat menahan dirinya untuk tidak berharap lebih.