Lama Dion berdiri memperhatikan Helene yang sedang bercerita kepada laki-laki yang duduk di hadapannya. Dion melihat Helene begitu sering tersenyum, begitu ceria dan dia terlihat begitu indah.
Dion merasa terganggu, dirinya menjadi gelisah. Dia belum bisa melepaskan Helene, ternyata tidak semudah itu. Hatinya tidak rela, padahal sudah bertahun-tahun mereka berdua tidak bertemu dan bicara. Dion pergi dari tempat itu, semakin lama melihat Helene dan laki-laki itu, semakin sakit yang dirasakannya.
***
"Kenapa sih kamu selalu bertanya aku sedang apa? Seperti tadi siang kamu menanyakan hal itu, padahal kamu lagi sibuk banget, " Helene heran dengan Ares yang masih sempat mengirimkan pesan untuknya di tengah kesibukannya.
"Oh... itu karena aku merindukan kamu. Kadang bayangan kamu melintas begitu saja di kepalaku." Helene terkejut, tidak menyangka Ares akan menjawab seperti itu. Sudah lama dia tidak mendengar kata rindu dari mulut seorang laki-laki.
"Adakah seseorang yang sedang dekat denganmu saat ini?" Ares memberanikan diri bertanya.
"Ada," jawab Helene cepat.
Ares terdiam, dia tidak menduga kalau ada yang sedang mendekati Helene selain dirinya. Selama ini dia merasa percaya diri bahwa hanya dia laki-laki yang saat ini menyita waktu Helene.
"Kamu," jawab Helene sambil tersenyum manis. Sekali lagi Ares terpana, senyuman Helene membuatnya seolah menjadi laki-laki paling beruntung sedunia. Seperti baru saja mendapat penghargaan.
Namun Ares seolah belum yakin, Helene perempuan yang tidak mudah ditebak. Ares harus benar-benar yakin untuk bisa menyatakan perasaannya malam ini.
"Adakah seseorang yang selalu berada dalam hatimu?"
Helene terdiam, pertanyaan itu begitu membingungkan. Apakah aku harus jujur saja, bahwa Dion selalu berada di hatiku sampai saat ini. Tetapi dimana Dion? Dia menghilang sudah sejak lama dari kehidupanku.
Helene membisu, menatap cangkir kopinya. Beberapa bulan dekat dengan Ares membuatnya bisa tersenyum kembali. Namun hatinya, masih menjadi milik Dion. Astaga, mengapa dia tidak bisa menghilangkan Dionisius dari otaknya.
"Helene." Ares memanggil namanya dengan lembut dan itu membuat Helene tersentak dan kesadarannya kembali muncul.
"Aku... tidak... tidak ada." Helene menggigit bibirnya, dia telah berbohong kepada Ares.
Ares menegakkan duduknya, melihat Helene dengan tatapan matanya yang lembut. "Len, aku berharap kamu bisa menerimaku menjadi seorang yang selalu berada di hatimu? Tapi tidak perlu kamu jawab sekarang... aku akan menunggu."
Ares merasa lega telah mengucapkannya, beberapa bulan ini sangat menggangunya. Dia yakin bahwa Helene memang untuknya. Hidupnya terasa berbeda sejak bersama Helene.
Tadi pagi dia berpikir untuk menyatakan perasaannya. Tidak perlu menunggu waktu yang tepat untuk mengatakannya karena dia yang akan menciptakan waktu itu. Dia tidak ingin kehilangan Helene. Ares tidak ingin terlambat.
Ares menunggu Helene menjawab, perasaannya menjadi resah. Walaupun dia mengatakan akan sabar menunggu, sesungguhnya dia ingin Helene menjawabnya sekarang juga.
Helene mengangguk pelan, suaranya terdengar lirih. "Ares aku menerima kamu." Dia mengakhiri kalimatnya dengan senyuman.
Helene ingin membuka hatinya untuk orang lain. Seseorang yang membuatnya nyaman dan dia menjadi dirinya sendiri. Seseorang yang bisa membuatnya tersenyum dan kembali menatap dunia. Dan meyakini bahwa dunia ini begitu indah, penuh warna. Helene mencoba membuka hatinya untuk Ares.
***
"Jadi, besok kamu akan mengenalkan aku dengan sahabat-sahabatmu?" Ares bertanya sekali lagi, tangannya terus menggenggam tangan Helene. Dia tidak ingin melepaskannya.
"Hm, ya... kenapa? Jangan katakan kalau kamu takut bertemu mereka!" Helene mengerutkan alisnya, jarinya menunjuk Ares.
"Hahaha, nggak... aku nggak takut. Aku hanya merasa senang, kamu mau membawaku bertemu dengan orang-orang yang kamu anggap penting dalam kehidupanmu."
"Darimana kamu tahu kalau mereka begitu penting dalam kehidupanku? Sepertinya aku belum pernah menceritakannya ke kamu. Apakah kamu sejenis orang yang bisa melihat masa lalu?" Helene mengayun tangan mereka berdua.
"Mm, firasat ku berkata begitu."
Helene mendongak, tersenyum melihat Ares. "Sudah berapa lama kamu mengikuti aku? Mengapa kamu seperti sangat mengenal aku?"
"Mungkin tanpa kita sadari, sebenarnya kita berdua begitu dekat. Sedekat ini... " Ares menarik Helene masuk kedalam pelukannya. Semuanya terasa tepat. Helene memang diciptakan untuknya.
***
[Hari sabtu jadi kan kumpul-kumpul di rumah Bayu?]
Helene bertanya dengan mengirimkan pesan lewat grup whatsapp.
Semua kompak menjawab jadi.
[Kan mau membahas konsep acara pernikahanku.] Ninit membalas lagi.
[Pernikahan kita sayang.] Abimanyu tak mau kalah. Oh ya, Abimanyu adalah kekasih Ninit.
[Hahaha iya sayang, nggak mungkin kan aku menikah seorang diri.]
[Pliss deh, kenapa kalian berdua jadi berkasih-kasihan di sini?]
[Nit, kamu tuh nggak punya perasaan banget sama jomblo.] Bayu meledek.
[Eh, siapa bilang aku jomblo! hari Sabtu akan aku bawa dia ke hadapan kalian.] Helene mengakhiri kalimatnya dengan emotikon senyum yang lebar.
[Serius Len? Selamat Helene. Aku nggak sabar menunggu Sabtu ini.] Adinda, membalas pesan Helene
[Helene, adakah menu khusus yang kamu ingin aku masak? Aku kok jadi deg-degan... dia alergi makanan tertentu nggak?.] Kalau urusan yang satu ini memang Adinda pakarnya, karena dia sangat suka memasak.
[Helene, mendadak banget... duh, aku juga nggak sabar pengen ketemu sama pacar kamu. Siapa namanya?] Ninit seperti biasa selalu heboh kalau menyangkut kekasih Helene.
[Arestides, kalian bisa memanggilnya Ares. Tenang aja, Sabtu nanti aku akan mengajak prince charming yang membuatku jatuh cinta.]
[Duhhh
[Cieee]
[Wow]
Dan pembicaraan di grup pun ditutup.
***
"Kamu sudah menyelidiki laki-laki yang dekat dengan Helene?" Pertanyaan itu begitu tajam dengan tatapan mata yang juga tajam.
Laki-laki itu menunduk setelah menjawab pertanyaan, dia tidak pernah tahan di tatap oleh bos nya.
"Ya Bu." Dia menjawab singkat.
"Oke, kamu bisa memberikan detailnya kepada saya."
Laki-laki setengah baya itu menyodorkan beberapa foto dan beberapa lembar kertas yang berisi semua informasi tentang pria yang sedang dekat dengan Helene. Ingin rasanya dia cepat beranjak dari hadapan bos nya ini. Dia tidak pernah merasa nyaman berada terlalu lama dengan bos nya. Padahal dia adalah orang kepercayaan yang sudah bekerja bertahun-tahun dengan bos nya.
"Baik, akan saya baca nanti. Sekarang kamu tetap mengawasi Helene dan laki-laki itu. Seperti biasa, kamu menunggu perintah selanjutnya dari saya. Anak itu kadang kala begitu keras kepala, dia tidak pernah tahu bahwa sebenarnya saya begitu sayang padanya. Saya hanya ingin memilih laki-laki yang tepat untuknya. Kamu lihat kan laki-laki yang waktu itu? Begitu cepat dia mundur meninggalkan Helene. Saya hanya ingin menunjukkan pada Helene, bagaimana kualitas laki-laki yang mendekatinya. Lagi pula Dionisius itu masih terlalu muda. Pola pikirnya masih belum matang, belum apa-apa dia sudah lari dari hidup Helene. Dia tidak pantas untuk Helene." Bos nya seolah bicara sendiri, lalu menghela napas setelah itu menyuruh dia keluar dari ruangan.