Loading...
Logo TinLit
Read Story - Salted Caramel Machiato
MENU
About Us  

"Apa rencanamu hari ini?" tanya Dion, tubuhnya menjauh dari Helene. Rupanya dia tidak sanggup berdekatan dengan perempuan ini, dan harus menahan hasratnya untuk memeluk Helene.

 

"Tidak ada rencana khusus, hanya nanti malam aku harus menemui Hilman. Pria 'kencan buta' yang sudah diatur Mama," jawab Helene, setelahnya dia menghela napas lega. Bersyukur Dion mengerti dan menjauhkan tubuhnya.

 

"Oh, jam berapa kamu akan menemuinya? Di mana?" Dion bertanya dengan rasa ingin tahu.

 

Begitu melihat Helene tersenyum tipis, Dion menyumpah di dalam hati karena rasa ingin tahunya. Dia seperti bukan dirinya saat berada di dekat Helene. Sebenarnya itu lebih kepada rasa cemburu. Dion tidak bisa menerima urusan kencan buta ini.

 

Helene menyebutkan waktu dan tempatnya pada Dion. "Kamu tahu, sebenarnya aku berharap laki-laki itu tidak datang saja." Helene bicara dengan suara pelan, matanya menekuri lantai, "aku lebih suka seperti itu."

 

"Kenapa bukan kamu saja yang tidak datang?" Dion bertanya dengan suara lirih, menoleh kepada Helene yang sedang melihat dirinya. Helene diam, bibirnya seperti terkunci hanya bola matanya yang bergerak-gerak. Helene menghela napas, "Andaikan semudah itu."

 

"Kamu tahu, aku sudah lama belajar untuk memendam perasaan dan keinginan-keinginanku. Andaikan hatiku diibaratkan sebuah koper, mungkin koper ini sudah menggelembung karena terlalu sesak. Aku terus menekannya kuat-kuat agar barang yang berada di dalam koper tidak sampai mencuat keluar. Mungkin suatu saat aku membutuhkan sesuatu yang lebih berat untuk berada di atas koperku, menahannya agar tidak terbuka."

 

"Jadi, kamu tetap akan datang menemuinya?" tanya Dion. Pertanyaan untuk mempertegas cerita mereka berdua pagi ini. Helene mengangguk lemah, lalu mengangkat kepalanya tersenyum lemah kepada Dion.

 

"Tenang saja... aku sudah terbiasa, dan aku tahu bagaimana kali ini menghadapi Hilman."

 

***

 

Helene berjalan di samping Dion, tertawa tertahan mendengar cerita Dion. Mereka berdua menghabiskan siang ini di sebuah mal. Helene mengajak Dion membeli beberapa buku. Setelah itu dia ingin nongkrong disebuah kafe, menikmati semangkuk es krim. Sepanjang perjalanan mereka berdua terus bicara. Ternyata Dion memiliki segudang cerita, apalagi cerita tentang tamu-tamu di kafe tempat Dion menyanyi. Beberapa kali Helene harus menutup mulut dan menahan tawanya. Tidak mungkin dia tertawa keras-keras di tempat seperti mal, dan itu sangat menyiksa.

 

"Kamu ini kelihatannya aja pendiam, ternyata suka ngobrol juga." Helene tersenyum senang.

 

"Itu karena aku bersama kamu... aku ingin kamu merasa bahagia kalau berada di dekatku."

 

"Menurutmu?"

 

"Apa?" Dion tidak paham dengan maksud pertanyaan Helene.

 

"Aku bahagia atau tidak?" Helene menghentikan langkahnya.

 

"Hanya kamu yang bisa menjawab, dan mungkin bukan saat ini kamu tahu pasti jawabannya, apakah kamu merasa bahagia berada di dekatku." Dion melihat Helene lekat, tatapannya seperti menembus hingga ke relung hati gadis itu.

 

"Dua hari bersama kamu, aku bahagia. Berharap akan ada hari-hari selanjutnya bersama kamu."

 

Helene menarik tangan Dion, rasanya tidak sabar untuk menikmati semangkuk es krim. Dion hanya tertawa kecil melihat tingkah Helene. Perempuan ini sungguh tak terduga. Sebentar dia bersikap dewasa, dan kali ini dia bersikap menggemaskan.

 

***

 

Helene menyendok sedikit demi sedikit es krim rasa vanilla favoritnya. Dia ingin berlama-lama berada di sini.

 

"Sebenarnya, kalau kamu tidak menghindar dariku. Dari dulu kamu bisa tertawa dan bahagia seperti ini. Kenapa kamu menghindar?"

 

"Aku tak tahu, ada sesuatu yang mengatakan untuk menghindar darimu. Aku hanya takut kamu terluka." Helene menunduk, menghindari mata Dion yang terus menatapnya.

 

"Darimana kamu tahu aku akan terluka. Apakah kamu sejenis cenayang?" Dion tertawa kecil, dia menikmati pemandangan yang berada di depannya. Perempuan cantik yang bertingkah serba salah.

 

Helene tak menjawab pertanyaan Dion. Hanya dia yang bisa merasakan sesuatu itu. Helene terus menikmati es krimnya, sesuap demi sesuap.

 

Dion menyodorkan wajahnya di depan wajah Helene, mengulurkan jarinya dan menghapus setitik es krim di sudut bibirnya dengan cara yang sangat lembut.

 

Helene mengangkat kepalanya, melihat Dion, dia tidak siap. Jantungnya seakan mau meledak. Terlalu dekat... mereka berdua terlalu dekat.

 

"Kalau aku sering menemui kamu, apa kamu merasa terganggu? Setelah kamu menghindar, aku tidak berani mengirimkan pesan atau menemui kamu. Aku takut mengganggu kamu. Namun, saat ini aku tidak bisa menahan keinginanku. Kalau kamu merasa terganggu, katakan saja dan aku akan mundur."

 

Helene tampak berpikir, terlihat dari raut wajahnya. Keningnya sedikit berkerut. Di satu sisi dia bahagia berada di dekat Dion, dia ingin berlama-lama bersama laki-laki ini. Apalagi tadi dia sudah keceplosan mengatakan harapannya supaya memiliki hari-hari bersama laki-laki itu. Namun, sisi hatinya yang lain merasa takut. Entahlah! Helene merasakan firasat buruk. Helene yakin, ada sesuatu.

 

Helene berkata dengan berat, "Datanglah lagi menemui ku. Kamu juga bisa mengirimkan pesan apa pun untukku. Kamu juga bisa meneleponku untuk sekadar menanyakan kabar. Apa pun itu... aku tidak akan pernah lagi menghindar darimu."

 

Helene sudah memantapkan dirinya menerima Dion. Helene tahu, laki-laki ini suka padanya. Ada cinta yang ditawarkan laki-laki ini untuknya. Terkadang suka dan cinta tidak perlu diucapkan. Cukup dirasakan saja. Kalau pun saat ini dia menerima Dion, karena Helene hanya ingin merasa bahagia, mungkin itu hanya sebentar. Firasatnya berkata seperti itu. Waktu yang sebentar itu pun berharga untuknya.

 

***

 

Mereka berpisah di depan pintu apartemen Helene. Dion membelai kepala Helene. Berat meninggalkan perempuan ini. Apalagi setelah ini, Helene akan bertemu dengan Hilman. Begitu Helene menutup pintu apartemennya, dia harus bersiap pergi menemui kencan buta-nya. Dion cemburu tapi tidak tahu harus berbuat apa.

 

"Berhati-hatilah! Hubungi aku kalau terjadi sesuatu." Helene mengangguk.

 

"Aku pulang!" Dion menggenggam lembut jari-jari Helene.

 

"Len, aku suka padamu dan tidak ingin kehilangan kamu," katanya pelan.

 

"Aku tahu...kamu tidak akan kehilangan aku." Helene tertawa getir. Tawanya terasa kering.

 

Adegan apakah ini? Sungguh aneh melepas seorang kekasih untuk bertemu dengan laki-laki lain. Dan mereka berdua takut untuk kehilangan satu sama lain.

 

***

 

Helene berdandan sebelum bertemu kencan buta-nya. Mereka berjanji untuk bertemu di suatu kafe malam ini. Berdasarkan foto yang dilihatnya, laki-laki berkaca mata itu terlihat cerdas. Kemarin saat menerima telepon dari laki-laki itu, Helene mendengar nada bicara yang sangat teratur. Suaranya juga merdu. Seperti suara pembaca berita di televisi.

 

Helene sedang menyusun siasat untuk menghadapi Hilman. Dia ingin semua segera berakhir, kalau perlu cukup beberapa menit saja dan Helene bisa segera pulang.

 

***

 

Hilman duduk dengan gelisah, menunggu Helene di sudut sebuah kafe yang beratmosfer tenang, malah membuatnya tidak tenang. Musik lembut yang mengalun pun tidak bisa mengatasi kegugupannya. Berkali-kali dia harus menarik napas lalu mengembuskannya. Akankah dia bisa mengatasi semua ini?

 

Menit demi menit berlalu. Hilman memandang ke arah pintu masuk lalu berganti melihat arlojinya.

Ketika matanya melihat lagi ke arah pintu. Perempuan itu berdiri di sana, terlihat cantik dengan gaun biru, sedang memandang ke arahnya.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Unlosing You
452      312     4     
Romance
... Naas nya, Kiran harus menerima keputusan guru untuk duduk sebangku dengan Aldo--cowok dingin itu. Lambat laun menjalin persahabatan, membuat Kiran sadar bahwa dia terus penasaran dengan cerita tentang Aldo dan tercebur ke dalam lubang perasaan di antara mereka. Bisakah Kiran melepaskannya?
Monday vs Sunday
112      97     0     
Romance
Bagi Nara, hidup itu dinikmati, bukan dilomba-lombakan. Meski sering dibandingkan dengan kakaknya yang nyaris sempurna, dia tetap menjadi dirinya sendiricerewet, ceria, dan ranking terakhir di sekolah. Sementara itu, Rei adalah definisi murid teladan. Selalu duduk di bangku depan, selalu ranking satu, dan selalu tampak tak peduli pada dunia luartermasuk Nara yang duduk beberapa meja di belaka...
Love Letter: Mission To Get You
485      365     1     
Romance
Sabrina Ayla tahu satu hal pasti dalam hidup: menjadi anak tengah itu tidak mudah. Kakaknya sudah menikah dengan juragan tomat paling tajir di kampung. Adiknya jadi penyanyi lokal yang sering wara-wiri manggung dari hajatan ke hajatan. Dan Sabrina? Dicap pengangguran, calon perawan tua, dan... “beda sendiri.” Padahal diam-diam, Sabrina punya penghasilan dari menulis. Tapi namanya juga tet...
Rumah Arwah
1030      556     5     
Short Story
Sejak pulang dari rumah sakit akibat kecelakaan, aku merasa rumah ini penuh teror. Kecelakaan mobil yang aku alami sepertinya tidak beres dan menyisakan misteri. Apalagi, luka-luka di tubuhku bertambah setiap bangun tidur. Lalu, siapa sosok perempuan mengerikan di kamarku?
Selepas patah
203      167     1     
True Story
Tentang Gya si gadis introver yang dunianya tiba-tiba berubah menjadi seperti warna pelangi saat sosok cowok tiba-tiba mejadi lebih perhatian padanya. Cowok itu adalah teman sebangkunya yang selalu tidur pada jam pelajaran berlangsung. "Ketika orang lain menggapmu tidak mampu tetapi, kamu harus tetap yakin bahwa dirimu mampu. Jika tidak apa bedanya kamu dengan orang-orang yang mengatakan kamu...
Dikejar Deretan Mantan
527      323     4     
Humor
Dikejar Deretan Mantan (Kalau begini kapan aku bertemu jodoh?) Hidup Ghita awalnya tenang-tenang saja. Kehidupannya mulai terusik kala munculnya satu persatu mantan bak belatung nangka. Prinsip Ghita, mantan itu pantangan. Ide menikah muncul bagai jelangkung sebagai solusi. Hingga kehadiran dua pria potensial yang membuatnya kelimpungan. Axelsen, atau Adnan. Ke mana hati berlabuh, saat ken...
Anne\'s Daffodil
1098      419     3     
Romance
A glimpse of her heart.
Bulan dan Bintang
484      358     0     
Short Story
Bulan dan bintang selalu bersisian, tanpa pernah benar-benar memiliki. Sebagaimana aku dan kamu, wahai Ananda.
Simbiosis Mutualisme
307      204     2     
Romance
Jika boleh diibaratkan, Billie bukanlah kobaran api yang tengah menyala-nyala, melainkan sebuah ruang hampa yang tersembunyi di sekitar perapian. Billie adalah si pemberi racun tanpa penawar, perusak makna dan pembangkang rasa.
A promise
560      360     1     
Short Story
Sara dan Lindu bersahabat. Sara sayang Raka. Lindu juga sayang Raka. Lindu pergi selamanya. Hati Sara porak poranda.