Loading...
Logo TinLit
Read Story - Salted Caramel Machiato
MENU
About Us  

Ketika terbangun dari tidurnya, hari sudah berganti gelap. Helene melihat kardus oleh-oleh yang masih berada di atas meja ruang tengah, matanya menyapu seluruh ruangan apartemen lalu diarahkan ke jendela yang masih terbuka. Tirainya berkibar perlahan ditiup angin malam. Helene segera bangkit dari sofa, melangkah kearah jendela dan melihat ke luar.

Rupanya di luar sedang hujan, pantas saja terasa dingin.

 

Tadi sesampainya di rumah, Helene langsung membuka jendela. Dia ingin udara di dalam ruangan berganti kemudian merebahkan tubuhnya di sofa. Rasanya penat sekali. Helene berpikir dia membutuhkan istirahat sebentar, memejamkan mata sejenak. Ternyata waktu yang dibutuhkan lebih dari dua jam, hingga dia terbangun saat langit berubah warna.

Helene terus memandangi hujan yang turun, tidur telah membuat waktu sepinya cepat berlalu.

 

***

 

Davina menyanyikan lagu milik Demi Lovato untuk mengakhiri penampilannya malam ini. Petikan gitar Dion membuat lagu yang dinyanyikan Davina terasa sempurna.

 

"Dia tidak datang?" Davina bertanya pada Dion yang menyeruput hot americano.

 

"Jangan-jangan dia belum kembali ke Jakarta. Kamu sudah menelepon?" Davina memborbardir Dion dengan pertanyaan. Dion seakan tidak mendengar pertanyaan Davina, dia diam tanpa memandang ke arah Davina. Dion sedang malas membahas soal Helene.

 

Tadi sore sebelum berangkat ke kafe, Dion berharap akan menemui Helene. Ternyata harapannya harus layu, sampai saat jam kafe nyaris berakhir sosok Helene tidak juga hadir.

 

"Yon, ini ada bingkisan untukmu!" Pak Dayat, penjaga keamanan kafe datang menghampiri Dion sambil membawa sebuah kotak berukuran sedang.

 

"Dari mana Pak?" Dion didera rasa penasaran matanya membulat tak percaya, belum pernah ada seorang pun yang menitipkan suatu barang ke kafe untuknya.

 

"Tadi dari petugas paket." Pak Dayat menyerahkan kotak tersebut. Aromanya wangi dan sangat khas. Dion membuka kotak untuk memastikan. Lumpia isi rebung berbaris rapi di dalam kotak.

 

Maafkan aku tidak bisa datang, aku merasa terlalu lelah. Jadi aku menitipkan oleh-oleh untukmu, aku berharap kamu menyukai lumpia khas Semarang. Sudah ya, hutangku sudah lunas. Tulis Helene pada selembar kertas. Dion bisa membayangkan raut wajah dan ekspresi Helene.

 

"Padahal aku lebih menyukai dirimu yang hadir di sini," gumam Dion.

 

***

 

Teman-temannya adalah makhluk yang paling gembira menyambut kedatangan Ninit dan Helene di kantor. Terutama menyambut oleh-oleh yang mereka bawa.

 

"Kangen juga nggak ada kalian berdua, nggak ada yang kami godain." Togap nyeletuk dengan gagah berani, suaranya sengaja dikeraskan sedikit untuk menarik perhatian Ninit.

 

"Kamu serius sama omonganmu?" Ninit berdiri berkacak pinggang di depan kubikel Togap. Laki-laki ini cari penyakit. Dia seperti membangkitkan singa yang sedang tidur. Mana ada yang berani menggoda Ninit di kantor. Cuma Togap yang sedikit bernyali, itu juga demi menarik perhatian Ninit dan biasanya disambut dengan lirikan tajam atau perkataan yang pedas dari Ninit.

 

Kalau Ninit sudah mengeluarkan kata-kata pedasnya, Togap akan menyahut dengan gaya bagaikan pemain drama, "Sayangku... mengapa perkataanmu sepedas sambal yang aku makan tadi? Walaupun pedas tapi tetap terasa nikmat."

 

Suasana menjadi riuh, beberapa orang akan bersorak dan bertepuk tangan menyambut perkataan Togap. Ninit akan menatap tajam ke arah Togap lalu mengeluarkan jurus terakhirnya, "Jangan harap aku akan membantu menghitung payroll!"

 

Sesadis-sadisnya Ninit dan sejengkel apa pun dia pada Togap, Ninit adalah orang yang setiap bulan membantu Togap menghitung payroll (penggajian).

 

Helene meringis menyaksikan Togap yang mendapat tatapan tajam dari Ninit.

 

"Teruskan saja keributan ini, lumayan buat hiburan pagi!" Helene berteriak pelan dari kubikelnya.

 

"Len! Kamu temanku bukan, sih!"

 

"Hidup juga butuh hiburan Nit, biar semangat. Lihat kalian berdua kayak Tom Jerry setiap hari itu bisa jadi buat hiburan." Helene bicara dari kubikelnya, tidak berani melihat Ninit.

 

Togap datang mendekati Helene, "Jadi sebenarnya kau dipihak siapa, Len?"

 

"Aku Non Blok dong, ya kan... ya kan... itu lebih bagus."

 

"Itu namanya nggak punya prinsip!" Ninit menyahut judes.

 

"Justru itu punya prinsip, bahwa dengan tidak memihak blok mana pun berarti aku orang yang cinta damai." Helene nggak mau kalah.

 

"Tadi kamu bilang, suka dengan keributan.... bagian mana yang cinta damai?"

 

"Oh, iya aku cuma penonton tapi nggak mau jadi ikut ribut."

 

"Nih ya, aku bilang... kamu itu dari tadi nggak konsisten kalau ngomong muter-muter kayak gasing." Ninit semakin kesal.

 

"Kenapa jadi kalian berdua yang ribut?"

 

"Gara-gara kamu Gap!" Ninit dan Helene berteriak bersamaan.

 

Begitulah pagi yang damai jadi terkoyak dengan keributan yang tak perlu.

 

***

 

Saat melihat Dion keluar dari ruang kelas, Davina berjalan cepat mendatangi Dion, sebelum Dion menghilang pergi entah ke mana. Di kampus Dion semakin susah untuk ditemui.

 

Dion bukan jenis orang yang suka kumpul-kumpul, nongkrong di kampus berlama-lama. Dulu Davina tahu ke mana harus mencari Dion, diluar jam kuliah dia pasti berada di kos sedang memeluk gitarnya. Sepertinya akhir-akhir ini Dion punya kesibukan baru yang tidak mau dia ceritakan pada Davina.

 

Sebenarnya dari dulu juga Dion tertutup, sesekali saja dia menceritakan kesibukannya. Itu juga kadang kala setelah Davina berhasil mengorek informasi dengan segala cara. Yang keluar dari mulut Dion hanya sepotong-sepotong.

 

"Di, tunggu!" panggilnya. Dion menghentikan langkah, memutar tubuhnya melihat Davina yang berjalan cepat mendatangi dirinya.

 

"Kenapa?" Dion mengerutkan dahi, dia merasa heran Davina berada di dekat ruang kelasnya. Biasanya Davina menunggu di taman yang sering dilewati Dion kalau berjalan pulang ke kos.

 

"Susah banget sih mau ketemu kamu selain nyanyi di kafe. Telpon kamu juga susah, jarang diangkat. Kirim pesan kadang cuma kamu baca, kalau bales juga cuma oke...oke...aku udah kayak berteman sama pejabat aja." Davina memberondong Dion dengan omelan.

 

Dion hanya tersenyum kalem, "Kenapa? Waktuku nggak banyak, ada yang mau aku kerjakan lagi."

 

"Tuh kan, mau ngerjain apa sih? Aku boleh ikut nggak?"

 

Dion tidak menjawab, dia hanya menatap lekat Davina.

 

"Iya iya, nggak lama kok!" Davina menggamit lengan Dion mengajaknya sedikit menjauh dari kerumunan mahasiswa lain yang sedang berdiri mendiskusikan sesuatu.

 

"Temenku Thalita, dia pengen kenal sama kamu, dia minta nomor ponselmu... boleh aku kasih?" Davina bicara perlahan.

 

"Tumben minta ijin." Dion pernah sebal dibuat Davina yang memberikan nomor ponselnya ke beberapa teman perempuan tanpa meminta ijin pada Dion. Ketika menerima pesan atau telpon dari perempuan-perempuan tak dikenal Dion hanya bisa ber ah oh dan menebak-nebak.

 

"Nggak usah, aku terlalu sibuk untuk meladeni temanmu."

 

"Anaknya baik kok, pengertian... aku kasih, ya?" Davina tahu Dion tidak pernah marah padanya. Paling kalau Dion lagi jengkel, Dion akan mendiamkan Davina sehari.

 

Sebenarnya tanpa meminta ijin Dion, Davina tetap akan memberikan nomor ponsel Dion. Dia meminta ijin hanya demi kesopanan dan biar Dion nggak terlalu jengkel.

Davina ingin Dion mengenal Thalita. Dia tidak mau Dion menantikan Helene yang tak pasti. Terkadang Davina kasihan melihat Dion yang selalu menunggu kedatangan Helene.

 

"Terserah!" Dion menjawab singkat sambil melangkah. Dia harus pergi ke suatu tempat, Dion tidak ingin terlambat hanya karena meladeni Davina.

 

Davina bersorak dalam hati, tersenyum lebar....proses perjodohan akan dimulai, katanya dalam hati.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Rinai Kesedihan
794      534     1     
Short Story
Suatu hal dapat terjadi tanpa bisa dikontrol, dikendalikan, ataupun dimohon untuk tidak benar-benar terjadi. Semuanya sudah dituliskan. Sudah disusun. Misalnya perihal kesedihan.
Simfoni Rindu Zindy
512      427     0     
Inspirational
Zindy, siswi SMA yang ceria dan gigih, terpaksa tumbuh lebih cepat sejak ayahnya pergi dari rumah tanpa kabar. Di tengah kesulitan ekonomi dan luka keluarga yang belum sembuh, Zindy berjualan di sekolah demi membantu ibunya membayar SPP. Bermodal keranjang jinjing dan tekad baja, ia menjadi pusat perhatian terkadang diejek, tapi perlahan disukai. Dukungan sahabatnya, Rara, menjadi pondasi awal...
TEA ADDICT
312      207     5     
Romance
"Kamu akan menarik selimut lagi? Tidak jadi bangun?" "Ya." "Kenapa? Kan sudah siang." "Dingin." "Dasar pemalas!" - Ellisa Rumi Swarandina "Hmm. Anggap saja saya nggak dengar." -Bumi Altarez Wiratmaja Ketika dua manusia keras kepala disatukan dengan sengaja oleh Semesta dalam birai rumah tangga. Ketika takdir berusaha mempermaink...
karena Aku Punya Papa
486      351     0     
Short Story
Anugrah cinta terindah yang pertama kali aku temukan. aku dapatkan dari seorang lelaki terhebatku, PAPA.
Temu Yang Di Tunggu (up)
19253      4016     12     
Romance
Yang satu Meragu dan yang lainnya Membutuhkan Waktu. Seolah belum ada kata Temu dalam kamus kedua insan yang semesta satukan itu. Membangun keluarga sejak dini bukan pilihan mereka, melainkan kewajiban karena rasa takut kepada sang pencipta. Mereka mulai membangun sebuah hubungan, berusaha agar dapat di anggap rumah oleh satu sama lain. Walaupun mereka tahu, jika rumah yang mereka bangun i...
Sherwin
371      250     2     
Romance
Aku mencintaimu kemarin, hari ini, besok, dan selamanya
PENTAS
1188      699     0     
Romance
Genang baru saja divonis kanker lalu bertemu Alia, anak dokter spesialis kanker. Genang ketua ekskul seni peran dan Alia sangat ingin mengenal dunia seni peran. Mereka bertemu persis seperti yang Aliando katakan, "Yang ada diantara pertemuan perempuan dan laki-laki adalah rencana Tuhan".
Trying Other People's World
124      109     0     
Romance
Lara punya dendam kesumat sama kakak kelas yang melarangnya gabung OSIS. Ia iri dan ingin merasakan serunya pakai ID card, dapat dispensasi, dan sibuk di luar kelas. Demi membalas semuanya, ia mencoba berbagai hidup milik orang lain—pura-pura ikut ekskul jurnalistik, latihan teater, bahkan sampai gabung jam tambahan olimpiade MIPA. Kebiasan mencoba hidup-hidup orang lain mempertemukannya Ric...
Love after die
471      321     2     
Short Story
"Mati" Adalah satu kata yang sangat ditakuti oleh seluruh makhluk yang bernyawa, tak terkecuali manusia. Semua yang bernyawa,pasti akan mati... Hanya waktu saja,yang membawa kita mendekat pada kematian.. Tapi berbeda dengan dua orang ini, mereka masih diberi kesempatan untuk hidup oleh Dmitri, sang malaikat kematian. Tapi hanya 40 hari... Waktu yang selalu kita anggap ...
Untuk Takdir dan Kehidupan Yang Seolah Mengancam
754      513     0     
Romance
Untuk takdir dan kehidupan yang seolah mengancam. Aku berdiri, tegak menatap ke arah langit yang awalnya biru lalu jadi kelabu. Ini kehidupanku, yang Tuhan berikan padaku, bukan, bukan diberikan tetapi dititipkan. Aku tahu. Juga, warna kelabu yang kau selipkan pada setiap langkah yang kuambil. Di balik gorden yang tadinya aku kira emas, ternyata lebih gelap dari perunggu. Afeksi yang kautuju...