Berselang beberapa hari setelahnya, film dari produser tersebut dihentikan karena adanya perombakkan pemain. Bukan berarti Brianna akan dinaikkan menjadi pemeran utama, namun namanya dihapus dari rekomendasi film
Ia mendapati pesan dari produser tersebut. Sejenak kemudian, Brianna yang tak bisa lagi menahan emosinya segera meluncur ke pertemuan pembacaan naskah yang selanjutnya. Di sana, ia menemui produser yang duduk sendirian di meja rapat.
Rahangnya mengeras kesal saat melihat kedatangan Brianna. Matanya menatap perempuan itu dengan tatapan menohok yang tak pernah ia lontarkan sebelumnya
“Selamat pagi Nona Brianna, ada keperluan apa anda berada di sini?”
Brianna menarik salah satu kursi di ujung berlawanan tempat duduk dari sang produser. Brianna yang sudah kesal pun tanpa sengaja memukulkan tasnya ke atas meja. “Saya kira anda akan berubah pikiran dan merubah saya menjadi pemeran utama. Tapi apa ini?! saya dikeluarkan dengan sepihak? Apakah anda tidak bisa berpikir lebih jelas lagi?
“Saya akan jujur, anda sudah berumur 28 tahun, peran kali ini saya cocokkan dengan usia anda serta memberikan peran yang belum pernah anda mainkan sebelumnya. Jujur saja, anda sudah tak cocok untuk menjadi pemeran utama. Wajah anda terlalu dewasa untuk memerankan anak kuliahan yang masih muda.
“Sa- saya!” suara Brianna tercekat
Ia memang menyadari beberapa keriput yang melanda wajahnya mendadak. Senyumannya sudah berubah, banyak kerutan kecil yang tersirat di wajahnya saat ia tersenyum. Kantong matanya juga semakin memburuk karena ia sulit tidur akhir-akhir ini. Banyak penurunan dalam karirnya, peran film sekarang yang lebih menguntungkan para aktris muda membuatnya tidak terpilih sebagai aktris terkenal lagi. Orang-orang yang dulu menganggapnya sebagai sebuah kupu-kupu pun sudah berpaling ke aktris yang lainnya. Bak kehidupan kupu-kupu yang hanya sesaat, keindahan dari Brianna pun begitu pula
Sang produser mendengus, “Anda, tidak cocok lagi sebagai pemeran utama.”
Jantung Brianna berdetak kencang. Ucapan itu amat menohok sampai Brianna tak berani menjawab apapun. Ia balik menurunkan tasnya. Ia hanya duduk diam di balik kursinya
Sang produser mencoba menunggu respon dari Brianna. Tapi sang aktris masih terdiam dan tak ingin berucap apapun
Ia tengah menahan tangisannya yang hampir meledak. Setiap harinya kepala Brianna dipenuhi kekhawatiran bahwa hari ini akan datang. Hari di mana ia tidak bisa melakukan apapun lagi selain meratapi nasib orang lain yang semakin sukses, dan ia hanya berjalan di tempat.
Sang produser melanjutkan perkataannya, “Brianna, saya benar-benar berharap anda bisa memerankan film saya. Tapi bukan sebagai pemeran utama, saya ingin anda bisa mendukung kehadiran pemeran utama di film saya.
“Hah… saya harus memikirkannya lagi.” Brianna langsung berdiri dari kursinya dan berjalan lemah ke arah pintu. Sekilas ia melihat wajah produser yang sudah melemas. Tapi Brianna meninggalkan tempat itu dengan penyesalan yang menyakitkan
---
Malam itu, ia menerima pesan dari si produser. Katanya ia akan tetap menunggu Brianna untuk menyetujui kontraknya, ia berjanji untuk tidak memberikan peran itu pada siapapun
Brianna meraba kasurnya yang dingin namun empuk. Perasaannya kacau sesaat setelah ia membaringkan tubuhnya. Tangisnya pecah sebelum ia mendapati tidurnya malam itu lebih lelap ketimbang biasanya
Bahkan di dalam mimpi sekalipun ia tak pernah tenang. Beberapa tangan terus memaksanya bergerak sesuai keinginan mereka. Saat ia mencoba bangkit, tangan yang lainnya bergerak untuk menjatuhkan dirinya. Tangan besar itu menangkup tubuhnya hingga ia hanya bisa merangkak.
Brianna menangis kencang, ia tak tau kalau dunia mimpi tak sebaik biasanya. Tubuhnya tak bisa digerakkan. Suaranya tercekat tak mampu keluar. Beberapa kali ia terus berteriak. Kelelahan mencapai tubuhnya hingga ia tak sadarkan diri dalam mimpinya sendiri.
“Lepaskan aku tangan sialan!” suara seorang perempuan terdengar keras di dekatnya. Brianna menoleh tanpa tenaga, dirinya masih dalam posisi tersungkur di lantai yang gelap
Gadis berambut sebahu itu terus meronta-ronta meskipun ia digenggam erat oleh tangan yang besar. Kaki gadis itu terus menendang udara sekaligus memaki-maki
“Biarkan aku lepas! Heh! Sialan! Kugigit kau!” Bersamaan dengan ancaman itu, gadis tersebut menundukkan kepalanya dan menggigit tangan yang tampak seperti bayangan itu kuat-kuat.
Tangan yang menggengamnya tadi tiba-tiba melebur menjadi asap, menjatuhkan tubuh gadis itu ke lantai. Entah apa yang membuatnya bersemangat. Padahal baru saja terlempar dengan kuat ke lantai, gadis itu malah segera bangkit dan mencoba memaki tangan lainnya
“Tangan-tangan ini bersekongkol, ya?! Sekarang lepaskan lelaki itu, kalau tidak-“ Gadis itu segera mendekat, dan menggigit-gigit tangan yang lainnya.
Tangan itu seolah meronta kesakitan lalu melepaskan lelaki itu.
Melihat hal itu, Brianna berpikir ia memiliki kesempatan. Dari celah jari tangan yang besar, ia menjulurkan tangannya. Dengan sekuat tenaga ia mengeluarkan suaranya walaupun terdengar pelan
“To-tolong, aku juga ingin keluar-
Gadis itu menoleh, mata mereka berdua saling bertautan. Sedetik kemudian, ia tak tau jelas apa yang terjadi. Tapi tangan yang mengurungnya itu sudah tidak ada. Ia akhirnya bisa bernapas lega. Tubuhnya terasa ringan
“Kau tidak apa-apa?” Gadis itu mengulurkan tangannya
Brianna mengangguk kuat, tapi ia tak mampu bangkit “Tidak apa-apa. Dunia akan tetap berjalan, tidak ada yang hancur. Dirimu maupun karirmu.” Joanne berjongkok di depan perempuan itu. Tak mungkin ia bisa menariknya berdiri, kakinya bergemetar karena lemas dari tadi
“A-apa?” Katanya tergagap-gagap.
“Ada beberapa orang yang harus terus-terusan memanjat meskipun usianya sudah tua, dan karirnya baru memuncak saat usia mereka hampir setengah abad. Sedangkan ada yang merasakan karir mereka berada di atas saat usia yang masih muda. Tapi karena itu pula, mereka selalu takut akan kemunduran.” Brianna menggengam tangan perempuan itu, mengelusnya lembut.
“Anda memang lebih tua dari saya, karir anda juga lebih bersinar daripada saya. Tapi terkadang, kita harus bergerak lebih perlahan. Bukan untuk kemunduran, tapi untuk mempelajari lebih banyak hal lagi. Melihat-lihat bagaimana cara kerja dunia, menikmati dunia yang terus bergerak. Secepat apapun anda terus berlari, anehnya dunia akan tetap sama saja. Jadi, meskipun melambat, bukan berarti anda harus menyerah, kan?”
Perempuan itu menitikkan air mata, wajahnya memerah seperti tomat. “Aku... apa aku terlalu terburu-buru?”
“Tentu saja tidak! Ini waktu yang pas, semua orang iri akan anda.”
“Benarkah?”
“Tentu, aku pun pasti akan iri dengan anda.” Joanne mengedipkan matanya.
“Jangan sampai mimpi buruk memakan anda. Ingatlah untuk tetap memikirkan hal yang membahagiakan sebelum tidur. Itu akan membantu anda keluar dari mimpi buruk.” Lelaki di sebelah Joanne berbicara. Dia menatap perempuan itu dengan mata sendu.
Perempuan itu mengusap wajahnya, air matanya tak bisa berhenti.
“Tenanglah. Semua akan baik-baik saja. Percayalah.” Joanne lagi-lagi tersenyum.
“Baiklah. Aku akan berjanji pada diriku sendiri untuk terus baik-baik saja.”
Cairan merah pada diagram mereka mencapai titik pada penghujung mimpi. Joanne merasa kesadarannya semakin melemah. Rasa kantuk yang menyerangnya sudah hilang. Mendadak ia teringat akan satu hal. Ia masih belum tau nama lelaki itu.
Joanne segera menoleh, “Namamu, siapa namamu...”
“Aku-“
Seketika itu mimpi hilang. Kesadaran keduanya telah kembali