Malam itu mendadak Anak laki-lakinya keluar dari kamar. Ia berusaha mendorong kursi rodanya sendiri sekuat tenaga
Edna terkejut mendapati anaknya itu sudah duduk di meja makan yang bahkan tak pernah mereka gunakan lagi selama bertahun-tahun
“Ada apa?” Edna berusaha menanyakannya dengan datar, ia tak ingin anaknya tau kesenangannya membuncah melihat anaknya itu ada di sana
“Tidak, hanya saja, aku ingin berjalan-jalan di luar kamarku.
“Begitu? Baiklah, Kau akan makan di sini juga?
“Iya.
Edna mengangguk senang, lalu mulai mengeluarkan sayur yang sudah ia masak, nasi dan juga dua mangkuk beserta alat makannya
Mereka berdua duduk dalam diam, hanya terdengar suara dentingan alat makan pada mangkuk yang berisi nasi. Makan malam berdua untuk pertama kalinya malah menjadi canggung. Anak laki-lakinya terus berusaha menghindari tatapan Edna
“Bu, akhir-akhir ini aku mengalami mimpi yang aneh,” ucapnya tiba-tiba
“Benarkah? Ibu juga.
“Apa yang ibu mimpikan?” Tanyanya penasaran
“Kematianku.
“Ah…” suara lelaki itu tercekat.
Lagi-lagi mereka menjadi diam dan hanya makan tanpa berbicara sepatah katapun. Waktu makan yang hanya berlangsung lima belas menit pun terasa seolah sudah memakan waktu berjam-jam
Saat Edna membereskan mangkuk-mangkuk kotor, Anak laki-lakinya mulai berbicara lagi
“Ibu… bagaimana yah hidupku tanpamu nantinya. Aku sering memikirkannya juga. Mungkin aku tak akan bisa hidup lagi kalau kau tidak ada di sisiku. Tapi, aku menyadari, selama ini akulah bebanmu yang paling berat. Di usiamu yang sudah tua ini, kau masih harus membersihkan tubuhku, memakaikan baju dan celanaku. Seperti anak-anak saja, aduh, aku jadi malu. Tapi…” Suaranya berubah sengau. “Aku benar-benar tidak tau harus bagaimana menghadapi kematianmu nantinya.”
Edna tak berani menatap anak laki-lakinya. Anak itupun membuang wajahnya. Mereka berdua saat ini tak ingin melihat satu sama lain, bukan karena tak ingin, tapi mereka tak bisa.
“Sudahlah bu, jangan dipikirkan terlalu banyak. Aku akan kembali bekerja.
“Di malam hari pun kau masih bekerja?” Edna terkejut karena anaknya bekerja keras tanpa ia ketahui
Sejenak ia mulai mengingat bagaimana lelah mata anaknya itu, bagaimana tubuhnya yang mulai menjadi kurus. Awalnya saat ia menggendongnya minggu lalu, ia kira tenaga ditubuhnya sudah semakin mantap. Rupanya hal itu dikarenakan berat badan anaknya yang terus menurun
“Iya, ada yang harus kukerjakan sebelum terlambat. Jangan khawatirkan aku, selamat malam.” Kursi rodanya bergerak sebelum Edna sempat berbicara yang lain
Bunyi pintu yang tertutup terasa amat nyaring di rumah yang sepi itu
--
Suara perempuan paruh baya itu mengejutkan mereka. “Aku tidak takut mati, tapi...”
Tangannya tetap kukuh memegang tangan pria itu. Joanne tersadar dari kilasan bayangan hidup perempuan itu
Saat ini, ia di masa tuanya yang lebih takut akan kematian karena mengkhawatirkan anaknya. Ia sepenuhnya sudah siap untuk mati kalau memang sudah waktunya, tapi apa dia bisa merasa lega setelah meninggalkan anaknya yang masih membutuhkan bantuannya? Joanne terus berpikir
“Anda tidak mati, maksudku- belum akan mati.” Lelaki itu bergerak, ia berjongkok di depan perempuan paruh baya yang rambutnya hampir memutih seluruhnya. Lelaki itu mengelus tangan perempuan itu perlahan dengan penuh kasih sayang
“Aku harus bersiap, kematian bisa terjadi kapan saja... kapan saja...” Mata perempuan paruh baya itu memerah
Lelaki itu menggeleng, “Tapi anda tidak pernah bisa menebak kapan, mungkin saja sekarang atau satu jam lagi. Anda juga tidak bisa memprediksi siapa yang akan meninggal duluan, anda atau anak anda, atau mungkin keluarga anda yang lainnya.
“Benar... Aku-“ suaranya tercekat. “Aku berharap bisa mengetahui kapan tanggal kematianku.
“Lalu? Kalau anda mengetahuinya, apa yang bisa dirubah?
“Tidak ada...
Lelaki itu mengangguk, “Benar, tidak ada. Meskipun anda diberitahu akan tiada besok, anda tetap tidak bisa membuat anak lelaki kesayangan anda itu berjalan.
Perempuan itu terus meneteskan air mata, membasahi seluruh piyamanya. “Benar, anak itu tidak akan bisa berjalan meskipun aku mati, Aku harus bagaimana?
Joanne paham benar perasaan Perempuan itu. Namun, ia juga tidak pernah berada pada posisi di mana ia akan bimbang dengan kehidupannya sendiri.
“Anda tau?” Joanne bergerak mendekat, ia meletakkan tangannya di atas bahu perempuan paruh baya itu. Dari belakang, guratan-guratan penuaan terlihat jelas. Ia tidak muda lagi, ia sudah pada fase lelah dengan hidupnya sendiri
“Manusia selalu memiliki kekhawatiran mereka sendiri, baik tentang kematian maupun kehidupan yang akan mereka jalani. Tapi, kekhawatiran itu tidak akan bisa hilang kalau kita tidak melawannya dengan berani. Kalau tidak menyapu bersih seluruh kekhawatiran, anda hanya akan jatuh lebih dalam pada imajinasi anda. Seperti ini... anda yang memimpikan kematian anda sendiri. Bukankah itu melelahkan?” Lanjut Joanne
“Aku sudah tua, aku juga sudah lelah dengan kehidupanku, tapi tak kusangka kalau mimpi bisa lebih melelahkan lagi.
“Itu karena pikiran yang anda bawa saat tidur. Anda tidak melepaskan segala pikiran negatif yang akhirnya meracuni mimpi anda sendiri. Bagaimana kalau anda mulai menikmati hidup? Mungkin memulai sesuatu yang baru tanpa harus memikirkan tentang kapan anda akan tiada. Lebih baik anda memikirkan tentang betapa luasnya dunia ini hingga muncul perasaan untuk mengelilinginya, meskipun itu mustahil.” Joanne tersenyum pedih.
Joanne membungkuk tiba-tiba, “Maaf karena sudah berkata omong kosong!”
“Pft- tidak, anda tidak. Setelah kupikirkan, selama ini hidupku hanya digunakan untuk mengurus anak serta bekerja lebih banyak daripada orang lain. Mungkin, sekarang memang saatnya aku harus menikmati hidupku sendiri.” Perempuan paruh baya itu tersenyum lega.
Ruangan itu perlahan runtuh. Joanne melirik ke arah pintu, ia menemukan pintu itu mengeluarkan percikan warna merah dari atas. Percikan itu semakin lama hampi memenuhi pintu. Altar pemakaman mulai berasap, beberapa bagiannya tampak melebur dengan udara. DInding-dinding putih tampak jatuh satu persatu, bunga yang menghiasi altar melepaskan kelopaknya dengan bergoyang sedikit.
“Terima kasih, sungguh.” Suara itu menutup mimpi mereka dan menggembalikan mereka bertiga ke dunia nyata.
-