Edna menikah dengan seorang lelaki pilihan keluarganya. Laki-laki yang akan ia nikahi selalu mengenakan jas rapi, dengan rambut warna hitam yang tersisir rapi menggunakan gel pelemas rambut. Wajahnya tampan, bahkan melebihi wajah lelaki yang pernah melamarnya dulu.
“Baiklah,” Satu kata yang mempersatukan kehidupan pernikahannya dengan lelaki tersebut.
Siapa dia? Apa pekerjaannya? Di mana dia tinggal? Tidak ada satupun hal yang Edna tau tentang lelaki itu. Tetapi dengan mantap Edna menerimanya hanya karena tau namanya. Donn, nama yang tentu saja jarang terdengar olehnya.
Beberapa minggu selepasnya, Donn membawa orang tuanya dan melamar Edna secara resmi. Donn menghadiahkan mobil berwarna hitam yang baru keluar di tahun itu. Bahkan tetangganya yang kaya belum memiliki mobil itu
Edna semakin mantap dengan lamaran dari Donn.
“Aku berjanji akan membuatmu bahagia, percayalah.
Edna hanya balas tersenyum tanpa bisa menjawab apapun. Hatinya sudah tertanamkan sebuah bunga yang mekar dengan cepat. Perasaan itu meleleh setelah lamaran pernikahan yang ia terima
Tak berselang lama setelah pernikahan mereka diselenggarakan. Edna tinggal di gedung besar milik Donn, menikmati waktu sehari-harinya sebagai seorang istri seorang pengusaha
Ia mendapati Donn adalah seorang pengusaha. Tapi Edna hanya tau sampai di situ saja, ia tak pernah datang ke perusahaan Donn, tidak diperbolehkan menemui Donn di kantor. Dan banyak larangan lainnya lagi
Ia tidak memperdulikannya sampai ia menemukan kehamilan anak pertamanya setelah satu tahun menikah. Kebahagiaan tentunya menyelimuti keduanya yang tak tau bahwa kehancuran pernikahan mereka akan semakin mendekat.
Anak laki-laki mereka lahir tepat waktu, dengan berat tubuh yang cukup besar. Namun, tahun demi tahun berat tubuh anaknya tidak naik sama sekali. Ia juga tidak bisa berjalan seperti anak-anak lainnya
Dan puncaknya pada anaknya berumur hampir 7 tahun, anaknya mengalami kelumpuhan pada kedua kakinya. Dokter di rumah sakit tidak bisa menemukan titik terang pada kasus anaknya. Hanya kelumpuhan dan tidak tau apakah akan berlangsung lama, atau mungkin saja sembuh
Saat Edna kembali dari rumah sakit, ia dihadapi dengan kebenaran bahwa suaminya adalah penipu yang sudah lama dicari-cari. Ia melakukan penipuan hingga triliyunan rupiah. Uang itu ia gunakan untuk berfoya-foya dan memberikan hidupnya yang luar biasa baik
Ia mencoba untuk menghubungi kembali kedua orang tua Donn yang ia temui saat hari pernikahannya. Namun mereka berdua juga menghilang.
Berita di televisi sudah mulai menampilkan wajah Suaminya beserta kedua orang tuanya yang diakui sebagai partner kejahatan yang sudah lama di cari-cari
Melihat semuanya terjadi secara mendadak membuat Edna seakan tak percaya bahwa kehidupannya akan berada di ujung tanduk
Gedung besar yang merupakan rumahnya pun runtuh dari hadapannya, mereka yang dikenal sebagai ‘rekan kerja’ melabeli semua rumah dengan lakban berwarna merah.
Mau tidak mau Edna harus keluar dari rumahnya yang ia tinggali dan mendapati hutang Donn harus ia lunasi sendirian karena suaminya yang melarikan diri. Seolah semua beban berat cukup untuk meruntuhkan dirinya sendiri.
Ia tinggal di rumah bekas orang tuanya yang sudah lama tak ditinggali, ia pun memulai kehidupan barunya. Pergi kesana kemari untuk mencari pekerjaan sebanyak mungkin agar bisa membiayai sekolah anaknya serta menghidupi dirinya sendiri
Semua kemewahan yang ia miliki, mobil hitam mewah, rumah yang bahkan lebih besar daripada rumah orang tuanya itu kini hanya tersisa kenangannya saja.
Edna sendiri masih percaya tidak percaya dengan apa yang ia alami. Kehancurannya seakan sudah direncanakan orang-orang. Dan sekarang mereka tertawa di belakang Edna yang menderita
--
Edna menutup buku lamanya, mengenang masa ia masih muda dan berusaha untuk bekerja sekuat tenaga. Kini usianya sudah melebihi 50 tahun. Ia tak perlu bekerja, anak yang ia besarkan dengan susah payah kini sudah bisa mencari biaya untuk keduanya.
Anak laki-laki itu berdiam diri di kamarnya, menatap komputer untuk waktu yang lama dan menghasilkan uang dari sana. Perkembangan zaman sekarang memudahkan seseorang untuk bekerja tanpa harus datang ke kantor tempatnya bekerja
Meskipun anak itu mengalami kelumpuhan di kakinya semenjak kecil, namun ia diberkahi kepintaran yang tidak dimiliki oleh banyak orang. Edna sering merasa bersyukur dengan kehadiran anak satu-satunya itu.
Tapi, akhir-akhir ini Edna sering di datangi pikiran yang jelek. Bagaimana kondisi anaknya kalau ia akan meninggal suatu hari nanti? Apakah anak itu bisa makan dengan baik? Bisakah ia membersihkan dirinya sendiri tanpa Edna? Pertanyaan yang sama terus berputar di kepalanya seolah tengah mencari jawaban
Seberapa seringnya Edna terus takut akan kematian, semakin sering pula ia memimpikan dirinya berada di dalam peti mati di altar kematian dirinya sendiri.
Ia melihat wajah anaknya yang terguncang dengan kematian satu-satunya pilar kehidupannya.
Di dalam mimpi itu, Edna selalu menggapai peti matinya, ia terus mengguncang dirinya sendiri
“Bangun! Bangunlah! Kau- harus bangun! Tidak! Kau tidak bisa mati meninggalkan anak laki-lakimu. Bagaimana bisa ia hidup tanpamu…” Bunga putih yang di tata di luar altar mulai basah. Bahkan kain di dalam peti menimbulkan jejak tetesan air mata. Edna tak bisa menghentikan dirinya sendiri.
Ia tidak bisa memohon pada siapapun untuk membangunkan dirinya dari tidur panjang itu.
Tapi segera saat Edna bangun dari tidurnya, air mata kembali menetes tanpa ampun. Tangisannya semakin membanjiri kasur tempat ia tidur.
Edna tidak pernah takut akan kematiannya, ia bahkan sudah siap mati sebelumnya agar kehidupan anaknya membaik. Tapi kehidupannya semakin membaik saat ia mulai bekerja pada perusahaan yang membayar tinggi gajinya. Sehingga ia membuang jauh-jauh pemikiran untuk mati
Harapan dari kehidupannya juga mulai terlihat dari para penagih hutang yang sudah menyerah dengan Edna, melihat kondisi dari anak Edna sudah cukup membuktikan bahwa wanita itu memerlukan banyak uang bagi kehidupannya sendiri
Selama kehidupannya yang ia jalani, pikirannya hanya tertuju pada anak laki-lakinya
Secara rutin Edna akan memijat kaki anaknya dengan minyak, atau bahkan menemani anak laki-lakinya itu untuk melakukan terapi. Dokter hanya menyarankan mereka untuk melakukan terapi jalan
Sehingga Edna harus membuat dua buah pegangan panjang yang saling berdempetan di ruang tamunya agar anak laki-lakinya bisa menggunakan pegangan itu untuk melakukan terapi di rumah. Edna memikirkannya secara matang, hingga mereka tidak lagi pergi ke rumah sakit secara khusus untuk melakukan terapi
Tahun demi tahun pegangan itu terus diubah agar menjadi lebih tinggi mengikuti tinggi badan anaknya, tapi masih tidak terlihat perubahannya. Seolah yang ia kerjakan selama ini adalah sia-sia
Anaknya mulai mengurung diri saat menginjak usia25 tahun, dan selesailah terapi itu. Mereka pun tidak pernah melakukan terapi lagi
Mungkin anak laki-laki itu juga paham, kelumpuhannya tidak akan pernah sembuh lagi. Jadi, ia tidak berharap lebih banyak kecuali mempelajari segala hal di komputer miliknya
Menggunakan kecerdasannya itulah, sebuah perusahaan mengangkatnya untuk bekerja dari rumah dan mendapatkan gaji yang tinggi pula. Di jaman yang sudah modern, tidak sulit untuk bekerja hanya di rumah tanpa harus bolak-balik ke kantor
Walaupun hidup mereka sudah baik-baik saja. Edna tetap tidak pernah bisa melepaskan pikirannya sendiri