“Kalau ternyata aku pewaris suara iblis… tolong, tetap traktir aku ayam goreng, ya.”
Serana tidak bercanda saat mengucapkan kalimat itu. Meski baru saja tahu kalau dirinya mungkin anak dari makhluk supranatural penguasa kegelapan, nafsu makannya tetap level nasional. Sayangnya, sebelum ada yang bisa menanggapi leluconnya, mendadak rumah yang ia tempati sejak kecil pun menghilang. Bukan dibakar. Bukan pula dihancurkan. Namun benar-benar lenyap. Seolah realitas ikut bersuara dan memutuskan, "Ups, sorry, delete.”
Sekarang, tujuh pangeran tampan dari Ethereal, yang walaupun sebagian besar berpakaian seperti peserta fashion week dan sebagian lain seperti habis bangun tidur, berdiri di tengah lapangan kosong dengan menunjukkan berbagai macam ekspresi di wajah masing-masing. Ada yang tampak panik, terlihat bingung, lapar, dan juga sedikit ingin menangis.
****
Mic Check, Realitas Rusak
“Ini beneran bukan prank, kan?” MarJuki menggenggam jaket MarJayHop. “Karena kalau ini konten YouTube, kita bisa viral banget.”
“Kalau ini prank,” gumam MarViTae pelan, “realitas kita adalah skrip drama Korea.”
Serana memandangi tanah kosong itu. Bekas rumahnya tak bersisa. Hanya tersisa satu kotak kecil di tanah, berukiran lambang Ethereal. Gadis itu mengambilnya, membersihkan kotoran tanah yang menempel di seputar kotak, lalu perlahan-lahan mulai membukanya. Di dalam kotak itu terdapat selembar surat, berisi tulisan tangan ibunya.
Maafkan Ibu, Sayang. Ibu tahu suatu hari kamu akan menemukan kebenaran. Ibu menyembunyikan masa lalu bukan karena malu, tapi karena takut kamu akan kehilangan masa depan. Jika kamu membaca ini, berarti Ibu menyerahkan pilihan di tanganmu: kembali ke Ethereal, atau musnahkan seluruh mic sebelum Orpheus mengaktifkannya ....
Serana membaca ulang surat itu tiga kali. Setiap kali membacanya, jantungnya semakin berdegup tak keruan. Bahkan mic ungunya, lebih tepatnya mic ungu MarJuki bergetar pelan di dalam saku celananya, seolah-olah turut memberikan peringatan keras.
Hari ini bukanlah hari normal yang biasa kau jalani.
“Ini bukan sekadar ancaman,” desis MarViTae. “Ini ultimatum dari ibumu sendiri.”
MarChimmy yang sejak tadi sibuk mencatat semua hal yang terjadi di sekitarnya, mengangkat kedua alis. “Sebenarnya, kita bisa bikin web drama dari semua ini. Judulnya 'Anak Villain yang Ingin Jadi Idol Tapi Dunia Mau Kiamat.'”
“Tolong fokus,” kata MarYoonGa datar.
Namun sebelum mereka bisa berdiskusi lebih lanjut, terdengar suara tanah bergemuruh.
“Oh, tidak, apa lagi ini?” gumam Serana mendesah pasrah. “Apa aku hendak diculik ke dimensi lain?”
****
Selamat Datang di Lubang Masalah
Tanah di bawah kaki Serana retak. Sebuah cahaya ungu menyilaukan menyembur keluar. Dan dalam sekejap saja—ssuuup!—Serana lenyap ke dalam celah.
“Seranaaa!” teriak MarJuki, suaranya hampir pecah.
Mereka semua berlari, tapi sudah terlambat. Lubangnya menutup kembali dengan bunyi klik, seolah-olah berkata: Terima kasih telah menggunakan portal ini. Silakan coba lagi besok.
MarChimmy menatap langit, membuka kacamatanya dengan dramatis. “Please, tolong katakan kalau dia teleport ke mall, bukan ke dimensi Ethereal, biar hatiku sedikit merasa tenang.”
Namun, terdengar suara gemuruh lagi. Kali ini berasal dari arah langit.
“Welcome home ..., anakku.”
****
Dimensi Ethereal: Tidak Ada Google Maps
Serana terjatuh dengan posisi yang sungguh tidak elegan. Kepalanya nyaris membentur tanah, tapi tubuhnya mendarat empuk di atas ..., sebuah awan atau kapas raksasa?
“Eh?” Gadis itu tampak terkejut, lalu mencoba duduk dengan tenang. Kepalanya bergantian menoleh ke kanan dan kiri, melihat-lihat sekeliling.
Langit yang terhampar luas sepanjang jalan yang dilalui Serana, terlihat berwarna ungu pastel. Bangunan menjulang seperti istana dari kaca suara. Udara bergetar pelan, dipenuhi bisikan samar. Burung-burung bernyanyi, tapi nadanya seperti auto-tune.
“Apakah ini yang dinamakan Ethereal?” bisiknya.
Seorang wanita muncul dari balik pilar, mengenakan jubah berkilau seperti bintang jatuh. Wajahnya cantik, tenang, dan terasa sangat familiar dalam ingatan Serana.
“Serana,” sapa wanita itu dengan nada lembut. “Sudah lama aku menunggumu.”
“Ibu?!” pekik Serana hampir tersedak. Sontak, gadis itu berdiri, hendak menghambur ke pelukan wanita itu.
Wanita itu pun tersenyum dengan hangat. “Aku bukan ibumu. Tapi aku adalah suara yang dulu membimbingnya.”
Serana terdiam. Bias kecewa tergambar di wajah cantiknya. “Maaf kalau aku terlalu berharap banyak,"gumamnya dengan nada sendu, lalu kembali terduduk sembari memeluk kedua lutut.
****
Kebenaran yang Tidak Ditayangkan di TV Nasional
Wanita itu memperkenalkan dirinya sebagai Elara, Penjaga Nada-Nada Tertua. Ia mengantar Serana ke ruang gema, sebuah ruangan besar berisi kristal-kristal suara.
“Di sinilah sejarah suara disimpan,” jelas Elara.
Kristal berpendar, memunculkan bayangan Orpheus yang dulu terlihat sebagai seorang penyanyi Ethereal yang paling dicintai. Serana sejenak terpana dan merasa kagum dengan bayangan sosok dalam kristal itu.
“Sayangnya, kekuasaan meracuni,” bisik Elara. “Ia ingin menyerap semua suara ke dalam dirinya. Maka, sebagai konsekuensinya, ia diasingkan ke Dimensi Sunyi.”
“Lantas, apakah benar aku ini anaknya?” tanya Serana lirih.
Elara menatapnya. “Benar. Dan suaramu ..., mampu membuka segel Dimensi Sunyi.”
Serana mundur selangkah, menatap getir ke arah wanita yang tengah melayang-layang di hadapannya. “Jadi aku ini ..., kunci kehancuran?”
Elara menggeleng. “Kau bukan kunci kehancuran. Kau adalah pilihan. Suaramu bisa membuka atau bisa juga mengunci sesuatu selamanya.”
Gadis itu membisu. Berbagai kecamuk rasa mulai bermunculan. Di luar, langit Ethereal mulai gelap. Kilatan petir bernada saling bertabrakan, pertanda sesuatu mulai muncul.
****
Pangeran, Portal, dan Pemaksaan Masuk
Sementara itu, di bumi, ketujuh pangeran Ethereal tak tinggal diam. Dengan kombinasi teknologi Ethereal dan kekuatan mic masing-masing, mereka membuka portal darurat.
“Kita masuk sekarang!” kata MarViTae.
“Tunggu,” cegah MarYoonGa. “Selain kekuatan, kita juga harus menyiapkan mental sebaik mungkin. Dunia Ethereal milik Orpheous jauh berbeda dengan dunia kita. Yang jelas itu bukan tempat wisata.”
“Selama Serana di sana, tempat itu jadi target kita juga,” tambah MarJayHop. “By the way, aku belum makan.. Kita butuh tenaga untuk menuju ke sana. I love kimchi fried rice, and hamburger, and Sprite.”
“Fokus, JayHop,. Dunia yang akan kita singgahi bukanlah tempat wisata," ucap MarChimmy kembali menegaskan peringatan dari MarYoonGa.
Dengan teriakan kompak, yang anehnya harmonis seperti boyband latihan, ketujuh pangeran pun melompat ke portal. Setelah mereka semua masuk, portal itu pun kembali menutup. Situasi di bumi menjadi semakin sunyi.
****
Pertemuan dengan yang Mengaku-ngaku Ayah
Di Ethereal, Serana berdiri di balkon istana kaca suara, menatap pemandangan dunia lain. Benaknya mengembara ke bumi, bertanya-tanya tentang hal apa yang dilakukan ketujuh pangeran Ethereal dan apakah mereka sudah makan? Namun, sebuah suara berat membuyarkan lamunannya.
“Akhirnya ..., kau kembali.”
Orpheus muncul dari balik kabut. Meski pun sudah berusia senja, tubuhnya tinggi tegap, masih terlihat gagah. Aura yang dipancarkan Orpheus seperti gabungan Darth Vader dan penyanyi opera.
Serana menegang saat jemari Orpheus mengelus lembeut kepalanya. “Kau ....”
Orpheus menatapnya, bukan dengan amarah ..., melainkan kerinduan.
“Serana, kau jangan salah paham dulu. Aku tak ingin menghancurkan dunia, Nak,” katanya pelan. “Aku ingin menciptakan dunia baru. Dunia tanpa kebisingan palsu. Dunia yang hanya berisi suara-suara murni. Dan kau akan memimpinnya bersamaku.”
Serana menggeleng. “Aku bukanlah pemusnah dunia.”
“Kau memang bukan pemusnah,” jawab Orpheus. “Kau penyelamatnya, jika kau mau bekerja sama denganku. Namun, bila kau menolak, ketahuilah bahwa dunia pun akan tetap menolakmu. Sampai kapan pun, mereka tak akan pernah menerima anak sepertimu.” Orpheus pun kembali menghilang di balik kabut, meninggalkan Serana yang semakin merasa bimbang.
Kata-kata yang diucapkan Orpheus terus saja berputar di kepala dan berdengung di telinga Serana. Gadis itu memijit-mijit pelipisnya yang mulai terasa berdenyut hebat. Kali ini, ia benar-benar tak mampu berpikir jernih. Llau, tiba-tiba saja, sebuah suara lain terdengar dari arah belakang.
“Jangan percaya dengan semua ucapan dia. Percayalah pada kata hatimu sendiri.”
Merasa familiar dengan kata-kata bijak yang barusan didengarnya, Serana refleks menoleh dengan cepat ke arah sumber suara. Hampir saja gadis itu berteriak girang ketika menyaksikan ketujuh pangeran terlihat berdiri di sudut ruangan. Setelah susah payah menebus badai dan ribuan kilatan cahaya petir, akhirnya mereka berhasil mencapai dunia milik Orpheus.
“Annyeong (1), Serana!” seru MarChimmy dengan nada ceria, membuat Orpheus dengan cepat menyadari kehadiran mereka.
Pria itu mendesis, kesal. “Kalian ..., selalu ikut campur!”
Serana berdiri dalam pilihan di antara dua dunia. Di satu sisi, ayahnya, yang menjanjikan dunia baru. Di sisi lain, teman-temannya, yang terkadang menyebalkan, tetapi tulus menyanyanginya.
Tanpa ragu, gadis itu telah menetapkan pilihan. "Aku telah memutuskan untuk memilih ...,"
Serana menatap tajam Orpheus sembari mendendangkan sebuah lagu. “Not today ..., not today ....”
Gadis itu dengan penuh keyakinan menyanyikan Lagu Penyegel. Bersamaan dengan berakhirnya lagu, muncul ledakan cahaya ungu. Istana kaca pun mulai retak. Orpheus terdorong ke belakang. Tubuhnya lenyap dalam sekejap. Namun, saat semua mengira segalanya telah berakhir, Elara muncul dengan wajah panik.
“Hentikan!” teriaknya. “Itu bukan Lagu Penyegel! Itu ..., itu Lagu Pemanggil!”
Serana pun mendadak membeku. “APA?!”
Kristal suara mulai pecah. Langit Ethereal berubah menjadi warna hitam. Dari celah langit, turun sesuatu yang lebih kuat dari Orpheus. Sosok berjubah gelap yang tengah menggenggam mic emas.
“Dia siapa?” bisik MarJooni.
Elara menunduk gemetar. “Dia penguasa sesungguhnya. Orpheus hanyalah tiruan. Yang Serana bangkitkan dengan lagu tadi adalah Super Eho.”
Ketujuh pangeran Ethereal menatap geram ke arah Serana, bersiap melayangkan keluh-kesah dan sejumlah protes. Bahkan, MarJinny terdengar sudah mulai menggerutu tanpa jeda, seperti sedang menyanyikan sebuah lagu rap.
“Jadi, tadi aku nyanyiin lagu yang salah?!” ucap Serana sambil cengar-cengir, lalu berlari secepat kilat meninggalkan Elera dan ketujuh pangeran Ethereal yang sedang mencak-mencak serta melayangkan tatapan kesal.
"Lah, ninggalin. Memangnya dia tahu caranya pulang?" tanya MarChimmy kepada dirinya sendiri sambil tepok jidat.
"Seranaaa!" teriak mereka hampir bersamaan. Ketujuh pemuda itu bergegas mengejar sang gadis agar ia tak tersesat, mampir ke dimensi lain.
"Ppali! Ppali! (2) sebelum kekuatan lain memutar ulang adegan ini!" teriak MarJinny cemas, sembari setengah berlari.
Ketujuh pangeran pun semakin mempercepat langkah. Namun terlambat, sosok lain telah memencet tombol rewind. Dan seluruh adegan yang dilalui tadi pun, kembali berulang.
(1). Hallo
(2). Cepat
Ini juga bikin ngakak
Comment on chapter Lost