Read More >>"> KUROTAKE (Chapter 22 : Mamoru's Confession) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - KUROTAKE
MENU
About Us  

Malam itu Chihaya mengizinkan Mamoru menginap di rumahnya. Ia tak bisa mengantar Mamoru ke rumahnya karena hujan turun dengan deras semalaman.

Ucapan Mamoru mungkin ada benarnya. Mengingat Chihaya sendirian di rumah --juga karena dia baru mengalami kejadian yang membuatnya trauma-- ia butuh ditemani agar aman. Karena tak memiliki kamar tamu, dan Chihaya tak tega menyuruh Mamoru tidur di ruang tamu, akhirnya Mamoru pun menginap di kamar Chihaya.

Sebelumnya, beberapa bulan lalu, Mamoru pernah masuk ke kamar Chihaya bersama saudara-saudaranya, ketika keluarganya bertamu ke rumah keluarga Hamada.

Pemuda berambut ikal itu menelan ludah berkali-kali. Ia merasa gugup karena di dalam kamar itu hanya ada dirinya dan Chihaya. Kedua mata Mamoru memandang ke sekeliling kamar gadis itu.

Kamar tidur gadis itu bernuansa minimalis. Sebuah tempat tidur dengan seprai merah muda bermotif bunga sakura, tiga bantal, tiga selimut, juga boneka beruang milik Chihaya, Azami. Di samping tempat tidur ada sebuah nakas. Sebuah lampu kap berukuran kecil terletak di atasnya.

Di sudut kiri kamar ada sebuah meja dan kursi belajar. Meja belajarnya dilengkapi rak yang penuh dengan buku pelajaran sekolah yang disusun vertikal. Di sebelahnya ada lemari pakaian berwarna putih yang ukurannya tidak terlalu besar. Di dekat jendela ada sebuah rak buku yang memuat koleksi buku-buku milik Chihaya. Kemarin, saat masuk ke kamar Chihaya bersama ketiga saudaranya, Mamoru sempat membaca buku yang ia ambil dari rak itu.

Sementara itu di dekat pintu terdapat sebuah meja rias dari kayu. Tidak banyak peralatan atau produk kosmetik di sana, hanya ada parfum, bedak, pelembab bibir, dan sisir.

" Senpai tidur di bawah, ya,"

Mamoru menoleh, melihat Chihaya yang menggeser kasur yang terletak di bawah tempat tidurnya.

"Oh... i-iya,"

Ia menelan ludah ketika melihat Chihaya yang kini memakai piyama berwarna merah. Piyama itu terdiri dari kemeja lengan pendek dan celana pendek di atas lutut.

Chihaya tidur di tempat tidur, sementara Mamoru tidur di kasur bawah. Samar-samar suara hujan dan petir masih terdengar di luar. Mungkin karena udara di luar dingin, ditambah dengan pendingin udara di kamar yang dinyalakan membuat Chihaya tertidur lebih dulu.

Sementara itu Mamoru belum tidur. Pandangan matanya sejak tadi memerhatikan Chihaya yang telah tertidur lelap.

Mamoru pun bangkit. Ia pun duduk di tempat tidur Chihaya, memandangi gadis itu dari ujung kepala hingga ujung kaki. Rambut hitam sebahunya tergerai. Kedua kaki gadisnya mulus dan bersih tanpa luka. Wajah tirusnya tanpa kacamata, bibir yang tipis, bulu mata yang lentik...

Gadis itu terlihat cantik dan polos.

Mamoru baru pertama kali melihat seorang gadis yang sedang tidur. Ia menelan ludah. Bohong jika ia mengatakan ia tak berpikir macam-macam saat melihat Chihaya dalam posisi tidur seperti itu.

Bagaimana rasanya berbaring di sebelah gadis itu? Tapi, apakah pemuda itu cukup yakin mampu mengendalikan dirinya sendiri?

Ah, tidak. Jangan. Ini tidak baik. Ini tak boleh.

Setelah beberapa menit bergelut dengan pikirannya sendiri, Mamoru memilih menahan diri untuk tidak melakukan hal yang ada di pikirannya pada Chihaya. 

Ia pernah berjanji untuk mendukung impian Chihaya. Ia ingin melihat gadis itu bahagia. Ia tidak ingin melakukan perbuatan yang merusak kebahagiaan dan impian Chihaya, yang hanya akan membuat dirinya menyesal, atau bahkan tidak bisa memaafkan dirinya sendiri.

Mamoru merasakan jantungnya berdebar. Perasaannya bercampur aduk. Sepertinya, ia kini benar-benar jatuh cinta pada teman masa kecil sekaligus adik kelasnya itu.

Pemuda berambut ikal itu mengambil selimut berwarna merah muda, lalu membentangkannya untuk menutupi tubuh gadis itu hingga dagu agar tidak kedinginan. Ia mengelus rambut Chihaya dengan lembut.

"Tidurlah dengan nyenyak, Haya- chan,"

Setelah itu, ia kembali ke kasur bawah. Ia menarik selimut putih dengan motif garis berwarna biru tua yang tadi disediakan Chihaya untuknya. Ia pun memejamkan mata, hingga akhirnya terlelap.

****

Malam pun berganti pagi. Kelopak mata Chihaya terbuka perlahan.

Gadis itu bangun dan duduk di tempat tidurnya. Pandangannya kemudian menatap Mamoru yang masih tertidur di kasur bawah.

Ah, Chihaya sempat lupa kalau semalam Mamoru menginap di kamarnya.

Ia bingung saat melihat selimut yang menutup badannya. Gadis berambut sebahu itu ingat betul semalam ia tak memakai selimut.

Gadis itu lalu melirik Mamoru. Mungkinkah semalam ia yang menyelimutiku?

Ia juga menghela nafas lega saat melihat piyama berwarna merah yang ia pakai masih lengkap. Walaupun Mamoru adalah kakak kelas dan teman masa kecilnya, Mamoru tetaplah seorang lelaki. Chihaya takut pemuda itu melakukan hal yang tidak-tidak padanya.

Mamoru kemudian terbangun. Pemuda itu menatap Chihaya dengan lembut.

"Selamat pagi, Haya-chan," sapanya. "Kamu sudah bangun?"

Chihaya mengangguk sambil mengucek matanya. Mendadak dia merasa gugup. Mamoru tak pernah melihatnya seperti itu sebelumnya.

"Semalam... Senpai tidak melakukan sesuatu, kan?"

Mamoru menggeleng.

Chihaya sedikit menunduk. Mamoru pun langsung bangkit dari tidurnya dan duduk di samping Chihaya. Chihaya menelan ludah, merasa gelisah karena Mamoru berada di dekatnya.

"Mamoru-senpai ..."

"Hm?"

"Sebenarnya...hubungan kita ini apa?"

Mamoru terdiam. Ia tak menyangka pertanyaan itu akan keluar dari bibir Chihaya.

"Aku sudah mendengar banyak hal dari anggota klub. Senpai selama ini selalu memerhatikan aku daripada anggota klub yang lain," ucap Chihaya. "Sebenarnya...siapa aku di mata Senpai? Apa yang Senpai pikirkan tentang aku? Senpai tak pernah memberi kejelasan soal hubungan ini,"

Mamoru menelan ludah. Ia baru sadar kalau selama ini ia tak pernah memberi kejelasan tentang hubungan mereka berdua kepada gadis itu. Mungkin ini saatnya ia jujur pada gadis itu. Kini ia duduk berhadapan dengan gadis itu di atas tempat tidur. Pemuda berambut ikal itu pun mengumpulkan keberaniannya untuk mengangkat kepala, menatap mata Chihaya dan menjawab pertanyaannya.

"Sore wa...zenbu...Haya-chan no koto ga...suki dakara*,"

Chihaya terlihat terkejut karena tak menyangka Mamoru akan mengungkapkan perasaannya.

"Curang..." kata Chihaya tiba-tiba.

"Eh?" Mamoru menatap Chihaya dengan bingung.

"Curang...padahal aku baru ingin mengungkapkannya,"

Mamoru menatapnya tidak percaya. "Eh, jangan bilang kamu...juga suka padaku?"

"Iya..." jawab Chihaya pelan. Kentara sekali ia menghindari tatapan Mamoru. "Aku selama ini...menyukai Mamoru-senpai..."

Mamoru tersenyum lembut. Perlahan, lengannya menarik tubuh gadis itu ke dekapannya. 

"Aku senang karena ternyata kamu punya perasaan yang sama denganku," ucap Mamoru. Sementara Chihaya menenggelamkan kepalanya ke dada Mamoru. Jari Mamoru perlahan mengelus rambut dan juga punggung Chihaya. 

Ia baru menyadari kalau selama ini ia merasa nyaman saat bersama gadis itu. Segala beban dan kesepian yang ia rasakan hilang. Hatinya pun tenang saat Chihaya berada di sisinya.

Chihaya berbeda dengan Nika dan Minami, perempuan yang pernah ia taksir. Ia juga gadis yang berbeda dari kriteria perempuan yang selama ini Mamoru idamkan : dewasa dan atraktif. Usia Chihaya satu tahun lebih muda dari Mamoru. Ia tidak agresif dan atraktif seperti gadis-gadis yang selama ini mengejarnya. Chihaya gadis yang kalem, apa adanya, sederhana, dan memiliki impian yang ingin ia raih. Ia juga selalu mendengarkan setiap kali Mamoru bercerita. Di luar dugaan, hal itu yang membuat Mamoru tertarik padanya.

Mamoru merasakan perasaan bahagia yang tidak terkira. Untuk pertama kalinya, gadis yang ia sukai membalas perasaannya. Dalam hatinya, Mamoru bersungguh-sungguh ingin menjaga dan melindungi gadis yang ada dalam pelukannya saat ini. Seperti arti namanya*.

Tak lama kemudian, Mamoru pun melepas pelukannya, begitu juga Chihaya.

"Kamu mau jadi pacarku, Haya-chan?"

Kedua mata Chihaya melebar mendengar permintaan Mamoru.

"Kali ini pacar sungguhan, bukan pura-pura seperti sebelumnya,"

Gadis itu mengangguk. "Kalau begitu...tolong jaga dan perlakukan aku dengan baik, Senpai,"

"Tentu," Mamoru memeluk Chihaya sekali lagi, sambil menempelkan pangkal hidung dan keningnya di puncak kepala gadis itu.

****

"Orangtuamu masih belum pulang,ya?" tanya Mamoru. Kini ia duduk di meja makan di ruang makan rumah Chihaya. Sementara Chihaya sibuk di dapur.

"Belum," jawab Chihaya. "Katanya mereka akan pergi seminggu. Urusan pekerjaan,"

"Oh," hanya hal itu yang bisa Mamoru katakan. Ia diam-diam merasa lega. Ia takut kalau orangtua Chihaya tiba-tiba pulang ke rumah dan mengetahui dirinya menginap di kamar Chihaya. Mamoru merasa tak enak.

"Senpai mau sarapan apa?" 

"Oh, apa saja, aku tak masalah," 

Chihaya mengangguk. Ia membuka lemari makan, lalu mengeluarkan roti tawar. Setelah itu ia membuka kulkas, mengambil roti tawar dan keju mozzarella.

"Senpai suka roti panggang keju?"

"Ya, suka," sahut Mamoru. "Ngomong-ngomong, kalau orangtuamu sibuk, kamu selalu memasak untuk dirimu sendiri, ya," 

Gadis itu mengangguk. Mendengar perkataan Mamoru, Chihaya teringat dengan Ouka yang menyarankannya untuk mencoba memasakkan makanan untuk Mamoru.

"Sebenarnya, Ouka-senpai pernah memberi saran..." kata Chihaya gugup. "...supaya aku membuatkan makanan untuk Senpai,"

Mamoru tersenyum usil sambil bertopang dagu. "Aku sih, senang-senang saja kalau memakan makanan buatan pacarku," 

"Duh, apa sih, Senpai? Jadi malu, nih!" Wajah Chihaya memerah, sementara Mamoru tertawa. 

Chihaya memakai celemek birunya. Ia mengambil piring dan pisau roti. Ia menaruh empat lembar roti tawar di atas piring. Setelah itu ia menaruh keju mozzarella di atas salah satu potongan roti. Gadis itu kemudian menumpuk roti itu dengan lembar roti lain.

Setelah selesai Chihaya menaruh roti-roti itu di dalam alat pemanggang roti. Ia menekan tombolnya ke bawah, membiarkan roti itu terpanggang selama beberapa menit.

TING!

Terdengar bunyi pemanggang roti. Dua tangkup roti itu sudah matang dan berubah warna menjadi kecokelatan. Chihaya pun mematikan pemanggang itu, mengambil penjepit besi, dan mengangkat roti itu dari pemanggang. Ia menaruhnya masing-masing di satu piring.

Wangi khas roti panggang pun tercium begitu Chihaya menghidangkan roti itu di hadapan Mamoru. Lelehan keju yang keluar dari dalam sukses membuat perut mereka keroncongan. Mamoru menelan air liurnya.

Mereka duduk menghadap. Setelah berdoa, mereka pun mulai menikmati roti itu.

"Bagaimana rasanya,  Senpai ?"

Mamoru memakan roti sambil mengangguk-angguk. "Ini...enak,"

Chihaya tersenyum senang mendengarnya.

****

Setelah sarapan, Chihaya mengantar Mamoru pulang ke rumahnya. Jalan yang mereka lewati terlihat basah dan becek imbas dari hujan deras semalam. Hari itu libur, karena itulah Mamoru dan Chihaya bisa bersantai dan tidak perlu buru-buru pergi ke sekolah.

Pasangan remaja itu berjalan sambil bergandengan tangan. 

"Terima kasih. Untuk sarapannya, dan juga..." ia berdehem sebentar. “Telah mengizinkanku menginap semalam,”

"Jangan dipikirkan. Mau bagaimana lagi, suatu malam hujan deras," kata Chihaya. 

"Sebenarnya aku juga mau berterima kasih pada Senpai ...karena..." Gadis berkacamata itu menunduk karena gugup. "Semalam... Senpai sudah menjagaku...aku juga bersyukur Senpai tidak berbuat macam-macam padaku,"

Mamoru melingkarkan kedua tangannya di bahu Chihaya, memeluk gadis itu sekali lagi. 

"Karena aku menyayangimu, Haya- chan," ungkap Mamoru tulus. "Kau orang yang berharga untukku,"

Chihaya terharu mendengar ungkapan perasaan Mamoru. Ia semakin jatuh hati pada teman masa kecil sekaligus kakak kelasnya itu.

"Berarti, karena aku sudah jadi pacar asli Mamoru- senpai...kesepakatan kita sebelumnya sudah tidak berlaku kan?" tanya Chihaya sambil memandang teman masa kecilnya yang kini naik pangkat menjadi kekasihnya itu. 

Lelaki berambut ikal itu tertawa kecil. "Kurasa begitu. Tapi...les privat bahasa Jepang denganku tetap dilanjutkan, ya?"

"Hah?" Mata Chihaya melebar. Ia refleks melepaskan tangan Mamoru yang memeluk bahunya. "Tidak adil, Senpai,"

Mamoru tertawa penuh kemenangan. Chihaya merengut.

"Ngomong-ngomong...kamu ternyata cantik juga, ya...kalau tidak pakai kacamata. Aku juga suka kalau rambutmu digerai,"

"Eh?" Wajah Chihaya memanas mendengar gombalan pemuda itu.

****

* Sore wa ... zenbu... Haya- chan no koto ga ... suki dakara = itu...semua....karena aku menyukai Haya- chan (Jepang) 

* dalam bahasa Jepang nama Mamoru berarti "melindungi" atau "menjaga" . Nama ini umumnya digunakan oleh anak laki-laki .

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Triangle of feeling
427      300     0     
Short Story
Triangle of feeling sebuah cerpen yang berisi tentangperjuangan Rheac untuk mrwujudkan mimpinya.
Secret’s
3519      1163     6     
Romance
Aku sangat senang ketika naskah drama yang aku buat telah memenangkan lomba di sekolah. Dan naskah itu telah ditunjuk sebagai naskah yang akan digunakan pada acara kelulusan tahun ini, di depan wali murid dan anak-anak lainnya. Aku sering menulis diary pribadi, cerpen dan novel yang bersambung lalu memamerkannya di blog pribadiku. Anehnya, tulisan-tulisan yang aku kembangkan setelah itu justru...
Awal Akhir
664      414     0     
Short Story
Tentang pilihan, antara meninggalkan cinta selamanya, atau meninggalkan untuk kembali pada cinta.
It Takes Two to Tango
418      305     1     
Romance
Bertahun-tahun Dalmar sama sekali tidak pernah menginjakkan kaki di kota kelahirannya. Kini, ia hanya punya waktu dua minggu untuk bebas sejenak dari tanggung jawab-khas-lelaki-yang-beranjak-dewasa di Balikpapan, dan kenangan masa kecilnya mengatakan bahwa ia harus mencari anak perempuan penyuka binatang yang dulu menyelamatkan kucing kakeknya dari gilasan roda sepeda. Zura tidak merasa sese...
Mengejar Cinta Amanda
1292      882     0     
Romance
Amanda, gadis yang masih bersekolah di SMA Garuda yang merupakan anak dari seorang ayah yang berprofesi sebagai karyawan pabrik dan mempunyai ibu yang merupakan seorang penjual asinan buah. Semasa bersekolah memang kerap dibully oleh teman-teman yang tidak menyukai dirinya. Namun, Amanda mempunyai sahabat yang selalu membela dirinya yang bernama Lina. Selang beberapa lama, lalu kedatangan seora...
ALIF
1182      555     1     
Romance
Yang paling pertama menegakkan diri diatas ketidakadilan
Waktu Awan dan Rembulan
3907      2091     16     
Romance
WADR
Rekal Rara
8428      3120     0     
Romance
"Kita dipertemukan lewat kejadian saat kau jatuh dari motor, dan di pisahkan lewat kejadian itu juga?" -Rara Gleriska. "Kita di pertemukan oleh semesta, Tapi apakah pertemuan itu hanya untuk sementara?" -Rekal Dirmagja. â–Şâ–Şâ–Ş Awalnya jatuh dari motor, ehh sekarang malah jatuh cinta. Itulah yang di alami oleh Rekal Dirmagja, seorang lelaki yang jatuh cinta kepada wanita bernama Rar...
KATAK : The Legend of Frog
380      306     2     
Fantasy
Ini adalah kisahku yang penuh drama dan teka-teki. seorang katak yang berubah menjadi manusia seutuhnya, berpetualang menjelajah dunia untuk mencari sebuah kebenaran tentangku dan menyelamatkan dunia di masa mendatang dengan bermodalkan violin tua.
Just a Cosmological Things
804      449     2     
Romance
Tentang mereka yang bersahabat, tentang dia yang jatuh hati pada sahabatnya sendiri, dan tentang dia yang patah hati karena sahabatnya. "Karena jatuh cinta tidak hanya butuh aku dan kamu. Semesta harus ikut mendukung"- Caramello tyra. "But, it just a cosmological things" - Reno Dhimas White.