Sekembalinya dari ruang OSIS, Akira berjalan menuju ke kelas melewati jalanan sekolah yang cukup sepi. Para anak didik sudah boleh dipulangkan sebab guru-guru tengah ada rapat. Sebenarnya, tadi Xavier menawarkan boncengan kepada dirinya, namun Akira menolak. Ia tahu, apa arti dari sikap perhatian dari laki-laki tersebut, yang pastinya lebih dari sekedar teman.
Di kelas Dua Belas Bahasa Dua, semua kursi sudah dinaikkan ke atas meja, jendela-jendela juga tertutup. Akira menghela napas panjang ketika melangkah melewati pintu.
"Eh, itu kan," gumam Akira memicingkan mata ke arah meja tempat duduknya berada, terdapat kotak bekal berwarna biru tua di sana. Tempo langkahnya berjalan dua kali lebih cepat, menghampiri meja tersebut.
"Kok bisa bekal gue ada di sini?" pikir Akira lalu membuka tutup bekal tersebut, yang sudah dalam keadaan bersih seperti baru saja dicuci.
"Thanks ya," terdengar suara laki-laki dari arah belakang, seketika tubuh Akira langsung berbalik. Mata mereka saling bertemu, menciptakan ruang dimensi tersendiri yang mampu menguras kembali memori masa lalu. Raga Akira mematung, Genandra, ya dia sedang tidak berimajinasi sekarang.
Sepasang kaki jenjang laki-laki tersebut berjalan mendekati perempuan itu, Genandra berdiri di hadapan Akira disertai ukiran senyum tulus. "Gue nggak nyangka kalau lo bakal buatin bekal untuk gue," ucap Genandra.
"Lo belum pulang," balas Akira mengalihkan pandangannya kepada objek lain.
Kening Genandra berkerut, "Ra, apa lo bisa berhenti berusaha menghindar dari gue?" pinta Genandra merasa sedih, sebab setiap kali mereka melakukan kontak mata Akira selalu saja berusaha untuk menghindarinya.
"Hm, tapi bukannya lo yang buat gue menjauh?" lirih Akira dan dapat didengar jelas oleh Genandra.
Benar, ini semua salahnya. Genandra sendirilah yang membuat gadis itu jauh karena ketidakjujurannya soal hubungan dirinya bersama Bella. Tapi sekarang, Genandra ingin membuktikan kalau dia benar-benar mencintai Akira.
"Akira," tangan kanan Genandra terangkat, sampai ujung jarinya bersentuhan dengan ujung jari milik Akira. Rasanya seperti tersengat listrik, reflek Akira langsung menjauhkan tangannya.
"Sorry," balas Akira sembari menarik tangannya menjauh dari Genandra. Sebuah tangan yang dulunya selalu dapat ia pegang tanpa adanya perlawanan dari si pemilik, kini Genandra hanya bisa tersenyum kecut.
"Nggak apa-apa," balas Genandra. "Oh ya, besok tim basket gue mau tanding, lo jangan lupa datang ya," sambungnya memberikan selembaran brosur kepada Akira.
Akira menerima pemberian brosur itu, lalu membacanya dengan seksama. "Hadiah utamanya lumayan gede juga, tapi... ish ngapain harus ngajak gue? Dia kan udah ada Bella," batin Akira.
"Supporter dari sekolah sudah banyak, lagian nanti Bella pasti juga ikut kan, itu sudah lebih dari cukup," ujar Akira mengembalikan lembaran kertas tersebut kepada Genandra.
Tatapan Genandra menjadi tajam, ia dibuat bingung dengan jalan pemikiran perempuan itu. Genandra tahu, kalau Akira masih mencintai dirinya, lalu kenapa dia harus pasrah ketika tahu pasangannya akan pergi bersama orang lain, kenapa dia tidak berusaha untuk mempertahankan?
"Ge... Genan, gue rasa ini terlalu dekat," gugup Akira ketika tubuh Genandra semakin mendekat, mengikis jarak di antara keduanya.
"Kenapa, lo cemburu hm?" goda Genandra dengan posisi punggung yang membungkuk, kedua tangan berada di samping kiri kanan tubuh Akira, berpegangan pada ujung meja. Serta batas wajah mereka yang cukup dekat.
"Ih apaan sih!" sontak Akira langsung mendorong tubuh Genandra menjauh, sesaat ia benar-benar dibuat tidak bisa bernapas, jantungnya berhenti. Dan yang paling parahnya, seberapa merah wajahnya sekarang.
Genandra tertawa pelan, syukurlah ternyata sifat Akira tidak banyak berubah. Ia masih sama seperti perempuan yang dirinya cintai. "Gue mau lo yang datang, gue pasti bakalan tambah semangat kalau lo ada," ucap Genandra.
"Lo mau datang kan? Setidaknya kalau bukan untuk gue, gue mau lo datang untuk sekolah kita," sambungnya menatap Akira penuh harap.
"Gue nggak bisa janji," balas Akira lalu melihat ke arah luar jendela kelas, mobil sopirnya baru saja tiba di depan pintu gerbang sekolah. "Gue harus pergi, jemputan gue sudah datang," pamit Akira dan berjalan melewati tubuh laki-laki tersebut.
"Tapi lo pasti datang kan?" tanya Genandra sekali lagi, membuat langkah Akira berhenti.
"Sudah gue bilang, jangan samakan gue dengan orang lain, Genan. Gue bisa pegang ucapan gue sendiri, jadi lo nggak perlu mengulangi pertanyaan itu dua kali," balas Akira sedikit menolehkan kepalanya kepada Genandra, sebelum kembali berjalan keluar kelas.
"Itu artinya lo pasti datang," ucap Genandra tersenyum kecil.
********
Keesokan harinya, akhirnya hari-hari yang ditunggu-tunggu pun tiba. Pertandingan basket bergengsi untuk memperebutkan piala wali kota disambut begitu meriah, semangat para penonton di tribun tidak kalah panasnya dengan para pemain saat ini. Karena sekarang lah saatnya, apakah tim Black Spider akan tetap mempertahankan gelarnya sebagai Raja Lapangan, ataukah piala emas tersebut harus jatuh kepada tuan tim yang baru.
"Hallo semuanya, selamat datang di turnamen basket yang sangat mendebarkan kali ini, sepertinya hari ini kita akan menyaksikan sebuah pertandingan yang sangat seru, bukan begitu William?" ucap presenter basket.
"Ya, betul sekali Bob, karena juara bertahan kita, tim basket yang tidak pernah pulang dengan tangan kosong, dari SMA Jaya Sakti, BLACK SPIDER!!!" para anggota tim Black Spider terlihat memasuki lapangan, aura kemenangan terpancar kuat dalam diri mereka.
"WOY SEMANGAT GUYS!"
"KALIAN PASTI MENANG, KALAU KALAH MAH TIM SEBELAH!"
"JANGAN KASIH NAPAS BRO!" teriak para penonton dari SMA Jaya Sakti memberi dukungan.
"Wah seperti biasa ya bro, murid SMA Jaya Sakti ini memang demen banget teriak-teriak," ujar presenter basket, sudah terbiasa dengan gaya suporter SMA Jaya Sakti yang terkenal heboh.
"Tentu dong, tapi kita juga punya lawan yang tak kalah hebatnya, tim basket yang selalu menjadi saingan sengit SMA Jaya Sakti. Ini SMA Pandawa, TIM SCORPION!!!"
Tepat setelah nama mereka disebut, tim Scorpion berjalan memasuki lapangan, dengan disertai tatapan kebencian dan semangat yang membara.
"SMA PANDAWA SEMANGAAATTT!!!"
"Kali ini pasti menang!" riuh suporter dari siswa-siswi SMA Pandawa memberikan semangat.
"Wow, ini dia duo rival tim basket yang selalu dinanti-nantikan pertandingannya, semua penonton pasti sudah tidak sabar, termasuk saya tentunya hahaha," ucap presenter basket.
"Ya benar sekali bro, tatapan kedua tim ini sangat tajam seolah-olah menunjukkan peringatan ganas, kira-kira tim manakah yang akan keluar sebagai pemenangnya?!"
Sementara suasana di tribun penonton yang sangat berisik, berbeda jauh dengan di dalam arena pertandingan yang begitu hening, aura persaingan terasa begitu kental di antara kedua tim, mereka sama-sama haus akan kemenangan.
"Oy laba-laba, udah pulang aja sana, daripada nanti bikin malu," ujar Key si kapten basket Scorpion memandang remeh.
"Hahaha ngelawak lo bang, nggak kebalik nih yang harus pulang itu siapa?" balas Anggasta, anggota Black Spider.
"Woy Genan, suruh anak buah lo pergi gih!" ledek Key sekali lagi.
"Buat apa kita harus pergi? Kalau piala yang ada di sana aja sudah tahu siapa Tuannya," jawab Genandra membuat Key berdecak sebal.
"Eh, lo semua jangan sok kalau belum tanding!" timpal Mike, anggota Scorpion.
"Denger bro, perbanyak skillmu, kurangi bacotmu, ini jadi turnamen basket apa lomba ngebacot sih," timpal Javas, anggota Black Spider.
"Ck lo!" kesal Mike mengambil langkah maju hendak melawan Javas, tapi dengan sigap Key langsung menahannya.
"Mike jangan buang-buang tenaga, kita simpan buat nanti, dan lo semua bakal bayar mahal omongan barusan," kecam Key menunjuk ke seluruh anggota basket SMA Jaya Sakti, dan mengakhirinya kepada Genandra.
Wasit datang, menandakan bahwa pertandingan akan segera dimulai, menyuruh kedua tim untuk segera mengambil posisi masing-masing. Di posisi depan, terdapat Genandra dan Key yang saling menatap tajam.
"Lihat aja Genan, kali ini SMA Pandawa yang bakal menang," batin Key.
"Key Key, sampai kapanpun juga SMA Jaya Sakti bakal terus jadi juara bertahan. Tapi, gue masih belum lihat dia daritadi, apa dia beneran nggak datang ya?" batin Genandra berharap, tidak menemukan keberadaan Akira di antara ribuan penonton.