Di kediaman Genandra.
Di ruang tengah, Genandra yang sedang menonton televisi bersama Neon, mendengar suara ketukan high heels memasuki rumah. Itu berasal dari Nyonya Saras, dia pulang dengan membawa banyak sekali makanan ringan.
"Wah banyak banget makanannya," gembira Neon melihat Bundanya pulang seraya membawa beberapa kantong plastik besar berisi makanan kesukaan mereka.
"Iya, ini buat Neon sama Kakak ya," ucap Nyonya Saras menaruh tiga buah kantong plastik besar tersebut di atas meja, depan televisi.
"Bunda habis darimana?" tanya Genandra.
"Lagi ada urusan penting tadi," balas Nyonya Saras dengan raut wajah terlihat bahagia, entah mengapa timbul rasa kejanggalan dalam benak Genandra.
"Tumben Bunda seneng banget mukanya," ucap Genandra sedikit menyindir, padahal tadi pagi wanita itu nampak marah sampai-sampai buta mata menyayat pergelangan tangannya sendiri. Tapi, apa kabar sekarang?
"Iya dong, emang kamu nggak suka lihat Bunda seneng? Oh ya, kamu tadi juga antar Bella pulang kan?"
"Iya, seperti yang Bunda bilang," jawab Genandra membuang muka, padahal belum sebentar ia mengenal Bella, sudah tumbuh rasa benci yang begitu besar dalam hatinya. Genandra bertahan sampai sekarang hanya demi kebaikan Nyonya Saras, andai saja wanita itu tidak mengancam bunuh diri, Genandra sudah menolak perjodohan ini dari dulu.
"Sudah ya, Bunda mau pergi ke kamar dulu, capek," pamit Nyonya Saras dan melenggang pergi dari ruang tengah.
"Abang nggak mau?" tawar Neon menyodorkan potato chips kepada Genandra.
"Nggak, makan aja semua," balas Genandra lalu berdiri dari sofa, kembali ke kamarnya.
"Tolong bilangin ke Bunda, gue pergi main sama temen-temen sebentar!"
"SIAP!" balas Neon menggunakan puluhan makanan ringan tersebut sebagai kasur, "hah, ini yang aku sebut surga dunia," ucap Neon, merebahkan tubuhnya di atas singgasana yang dipenuhi aroma lezat itu.
Seperti yang telah dikatakan Genandra kepada Neon, laki-laki itu pergi keluar rumah untuk sekedar nongkrong santai bersama kedua temannya, siapa lagi kalau bukan Anggasta dan Javas.
Di warung kopi Bu Iyem, tempat tongkrongan legend para anak-anak muda, warung ini tidak pernah sepi dari pengunjung dan selalu menjadi tujuan favorit, terutama Genandra dan kawan-kawan.
Menu andalan, tiga kopi hitam dan beberapa gorengan yang selalu mereka bertiga pesan, bahkan belum memesan pun Bu Iyem sudah paham apa keinginan mereka. Oh ya sedikit tambahan, selain warungnya yang legend, Bu Iyem sebagai owner juga memiliki panggilan spesial lho, yaitu Emak Prada alias Ibunya para anak muda, haha ada-ada saja memang.
"Wah Emak, baru juga dateng udah siap aja makanannya, jadi terharu Angga," ucap Anggasta kepada Bu Iyem, yang tengah menyajikan makanan mereka ke atas meja.
"Iya, masa Emak lupa sih sama makanan favorit kalian," balas Bu Iyem seraya memegang sebuah nampan berwarna biru tua.
"Makasih banyak ya Mak," sahut Genandra tersenyum, memandang wajah yang berkerut karena umur, serta rambut yang sudah memutih itu rasanya menenangkan, Genandra kembali teringat bagaimana masa kecilnya dulu. Terutama juga, lokasi warung Bu Iyem yang masih bisa dikatakan desa, jadi tetap terjaga keasriannya.
"Mak, Javas nambah mie goreng satu cabe nya lima ya," ucap Javas.
"Buset dah Jav, cabe lima, yakin aman perut lo?" celetuk Anggasta.
"Ya aman lah, perut gue mah kuat, nggak cemen macam perut lo," balas Javas.
"Oke, biar Emak buatkan dulu ya," balas Bu Iyem lalu melipir pergi.
"Oh ya bre, gue lupa. Kemarin gue habis dikasih tahu sama coach, dua Minggu lagi katanya bakal ada turnamen basket, dia mau tim kita ikut," ucap Anggasta kepada Javas dan Genandra.
Asal kalian tahu, tim basket Black Spider adalah salah satu monster yang paling ditakuti. Kebanyakan tim lawan yang berhadapan dengan mereka selalu memilih pasrah daripada melawan, sebab mereka tahu akhirnya pasti tim Black Spider lah yang menjadi juara.
"Hadiahnya juga gede, sepuluh juta," sambung Anggasta membuat mulut Javas jatuh ke bawah. Tidak perlu terkejut lagi, ini adalah turnamen yang diadakan oleh wali kota, pria itu terkenal dengan dompetnya yang tebal, jadi wajar saja.
"Wah, wajib ikut sih ini, lumayan kan hadiahnya bisa buat beli kaos basket tim yang baru, gue udah bosen sama model lama," balas Javas langsung bersemangat, dia sudah bisa mendengar dentingan uang di telinganya.
"Haha, gue sih setuju-setuju aja, tinggal kaptennya aja nih," tawa Anggasta lalu melirik ke arah Genandra.
Anak itu menyeruput secangkir kopi hitamnya, "gue setuju, kira-kira tim mana aja yang bakal ikut?" balas Genandra seraya menaruh kembali cangkir kopi tersebut.
"Gue rasa mereka semua nggak akan menyia-nyiakan kesempatan ini Gen, apalagi hadiahnya juga nggak main-main. Prediksi gue, tim Wolf White dan Scorpion pasti ikut," ucap Anggasta menyebutkan dua tim rival terberat mereka. Podium kemenangan tiap tahunnya selalu memiliki pemenang yang sama, tim Black Spider di posisi pertama, tim Scorpion posisi kedua, dan Wolf White posisi ketiga.
Bahkan hingga sekarang, belum ada tim dari sekolah lain yang bisa menggantikan posisi tersebut, sampai-sampai disebut sebagai kutukan tak terpatahkan. Apa mungkin peristiwa yang sama akan terjadi di pertandingan kali ini?
"Makasih Mak," pesanan Javas akhirnya datang, bau pedas langsung menyeruak masuk ke dalam indera penciuman. Menciumnya saja sudah membuat mulut berair, Anggasta tidak mampu membayangkan lagi betapa pedasnya mie goreng itu.
"Semoga perut lo aman Jav, gue yang cium aja udah mabuk," ujar Anggasta yang memang bukan tipe orang yang menyukai makanan pedas.
Javas tidak memperdulikan perkataan Anggasta, dan menikmati semangkok mie goreng pedasnya.
"Ngomong-ngomong, lo udah jujur nggak sama si Akira kalau Bella itu calon tunangan lo?" tanya Anggasta.
"Beres kok," balas Genandra nampak ragu-ragu, bukannya jujur ia malah mengatakan kepada Akira kalau Bella adalah sepupunya. Ya, bagaimanapun juga Genandra memiliki tujuan lain dari bohongnya itu, tapi apa itu baik?
"Alhamdulillah kalau lo jujur mah, gue takut lo malah bohong Gen, kasihan soalnya," lega Anggasta, tanpa sadar semakin membuat Genandra tenggelam dalam rasa bersalah. Ia kembali berpikir, apa dia salah melakukan ini?
Manik matanya memandang ke arah layar handphone, sudah dua jam yang lalu Genandra mengirim beberapa pesan singkat kepada Akira, dan tidak mendapat balasan sampai sekarang. Dia juga berusaha menelpon bahkan melakukan panggilan video call, tapi tidak ada satupun yang diangkat.
"Tumben, biasanya dia selalu balas pesan gue," lirih Genandra khawatir, semoga tidak ada hal buruk yang menimpa gadis itu.