Sebelum pulang, Genandra sempat menjelaskan kepada Akira kalau ia tidak bisa mengantarkan gadis itu pulang. Genandra mengatakan kalau dirinya harus mengantarkan Bella, Akira tidak masalah, lagipula mereka 'sepupu' kan. Jadi wajar saja, Akira juga bisa pulang sendiri bersama sopir.
Di depan gerbang sekolah, Akira mengambil duduk di sebuah kursi dekat pos satpam, memainkan game di handphonenya, menunggu sampai jemputan nya tiba. Sesekali ia juga mengalihkan perhatiannya dari ponsel kepada beberapa anak yang keluar melewati gerbang, ada yang cuman sekedar untuk membeli jajan sebab ada pelajaran tambahan atau kegiatan ekstrakurikuler.
Akira kembali fokus kepada game yang ia mainkan, sampai sepasang sepatu high heels berwarna merah berhenti di hadapannya, melihat hal itu kepala Akira terangkat. Setelah mengetahui siapa sang empu, spontan Akira langsung berdiri dari tempat duduknya sembari sedikit membungkuk, memberi hormat.
"Halo Tante," sapa Akira hendak meraih telapak tangan Nyonya Saras—Ibu kandung Genandra, namun ditolak begitu saja. Nyonya Saras sengaja menjauhkan tangannya sebelum disentuh oleh perempuan tersebut.
Akira menggigit bibirnya seraya menurunkan kembali tangannya disertai perasaan kecewa, tapi ketika kepalanya kembali terangkat malah senyuman manis yang ia tunjukkan.
"Saya mau membicarakan sesuatu dengan kamu," ujar Nyonya Saras dingin. Inilah perlakuan yang selalu Akira dapatkan dari Bunda Genandra, dingin. Padahal Akira sudah berusaha bersikap sebaik dan sesempurna mungkin, tapi selalu saja dipandang sebelah mata olehnya.
"Silahkan, Tante. Tante mau bicara apa?" balas Akira sopan.
"Tidak di sini, ayo ikut saya," ajak Nyonya Saras tanpa tersenyum sedikitpun. Benar, bahkan wanita itu tidak pernah terlihat bahagia ketika bertemu Akira.
"Baik Tante, tolong tunggu sebentar," jawab Akira lalu memberitahu kepada sopirnya lewat pesan singkat, agar tidak menjemputnya dulu.
Setelah selesai, Akira pun diajak untuk masuk ke dalam mobil Nyonya Saras, lalu berangkat menuju ke suatu tempat. Di sepanjang perjalanan, Akira sama sekali tidak memiliki keberanian untuk mengajak wanita itu berbincang, Nyonya Saras saja mengacuhkannya, seolah-olah memang meminta Akira hanya duduk diam.
Ternyata, tempat tujuan mereka adalah cafe. Seusai memarkirkan mobil, Nyonya Saras meminta Akira untuk turun dan memasuki cafe tersebut.
Nyonya Saras memesankan dua minuman, berselang beberapa menit kemudian pesanan mereka datang. Wanita itu tetap diam, sedangkan Akira juga tidak mengerti apa alasannya dia diajak datang kemari.
"Kamu pasti penasaran, apa alasan saya mengajak kamu kemari," ucap Nyonya Saras dan dibalas anggukan oleh Akira.
"Iya, Tante," jawabnya, lalu melihat Nyonya Saras mengeluarkan sesuatu dari dalam tas kecilnya. Dua buah lembar foto kecil, yang kemudian ia taruh di atas meja. Akira mengenali siapa anak yang ada dalam foto itu, Genandra dan Bella, mengapa Nyonya Saras menunjukkannya kepada dirinya?
"Kamu pasti sudah tahu siapa mereka kan?" ucap Nyonya Saras melihat Akira sibuk mengamati dua foto yang ia tunjukkan.
"Iya, Genandra dan Bella?" balas Akira dan mendapat anggukan kepala dari Nyonya Saras.
Wanita itu merubah posisi duduknya, yang semula bersandar pada kursi menjadi sedikit condong ke depan, dengan kedua punggung tangannya menopang dagu. "Benar, apa kamu tahu siapa itu Bella?"
Akira kembali teringat dengan perkataan Genandra di perpustakaan, "sepupu Genandra?" balasnya sontak membuat wanita berambut pendek itu tertawa.
"Hahaha, sepupu? Apa Genandra yang mengatakannya kepadamu?" ujar Nyonya Saras sampai mengeluarkan air mata, perutnya dibuat sakit oleh mendengar jawaban anak itu.
Akira mengerutkan keningnya, bingung. Ada apa dengan Nyonya Saras? Apa jawabannya terdengar lucu?
"Maaf Tante, apa jawaban saya salah?" balas Akira merasa takut.
"Dia bukan sepupunya, Akira. Bella adalah calon tunangan dari Genandra, mereka akan menikah nantinya," ucap Nyonya Saras bagaikan sebuah petir dahsyat mengguncang tubuh Akira. Dia benar-benar syok, tunangan? Kenapa Genandra berbohong.
"Anak itu memang tidak pandai berbohong, alasan dia mengatakan kalau Bella adalah sepupunya pasti supaya hati mu tidak terluka. Romantis sekali, tapi sayangnya tidak semanis kenyataannya," sambung Nyonya Saras tersenyum sinis. Dia sengaja melakukan ini semua, agar Akira berhenti dan menyerah, serta memutuskan hubungannya dengan Genandra sebelum semakin jauh.
"Jadi, oleh sebab itu alasan saya mengajak kamu ke sini adalah," jedanya mengeluarkan sebuah amplop yang berisi sejumlah uang. "Saya mau kamu menjauhi anak saya, terima uang ini dan putuskan hubungan kamu dengan Genandra," ucap Nyonya Saras menyodorkan amplop tersebut kepada Akira.
Ini penghinaan, meminta dirinya untuk meninggalkan Genandra dengan sejumlah uang? Apa dia terlihat serendah itu di hadapannya?
Sopan, Akira menolak pemberian amplop berisi uang itu secara baik-baik, disaat seperti ini pun dia masih tersenyum. "Simpan saja uang anda, Tante. Anda tidak perlu memberikan saya uang hanya untuk meninggalkan putra anda, terima kasih. Saya akan memikirkannya baik-baik," balas Akira.
"Baiklah, saya tunggu jawaban kamu. Tolong nikmati minumannya, itu hadiah dari saya," ujar Nyonya Saras lalu pergi meninggalkan cafe, menyisakan Akira seorang diri bersama perasaannya yang hancur.
Lirih isakan tangis terdengar dari bibir gadis itu, bulir-bulir air mata mulai berjatuhan, semakin deras ketika Akira mengingat semua tentang apa yang barusan Nyonya Saras katakan.
"Tunangan?" lirihnya meremas erat rok abu-abunya, tangan Akira lemas, rasanya tidak kuat untuk mengangkat kepalanya walau sedikit saja, ia tidak mau matanya bertemu dengan dua buah foto serta amplop berisi uang tersebut, yang sengaja Nyonya Saras tinggalkan di atas meja.
"Lo tega.... kenapa lo lakuin ini kepada gue, Genandra?"
"Apa ini, cinta tiga ribu tahun yang lo maksud?"