Tak terasa 3 jam sudah Mita dan teman-teman mengikuti pelajaran. Kini saatnya istirahat. Para siswa-siswi SMP 02 Garuda berhamburan keluar kelas untuk sekedar melepas penat. Ada yang ke kantin, ke taman sekolah, ke lapangan sepak bola ataupun basket, hingga ke perpustakaan.
Mita beranjak dari bangku lalu keluar kelas. "Mita..." Ia menoleh usai suara cowok familiar memasuki gendang telinganya. "Mita... Kamu baik-baik saja kan, sekarang? Aku kangen kamu Mit!" ungkap Gio berdiri di hadapannya. Rasa kecewa yang masih memenuhi otak Mita mengganjal mulutnya untuk menjawab. "Mit.... Ayo ke taman!" ajak Gio menggenggam tangan Mita. Pandangan mereka sempat bertemu. Namun, diputuskan oleh Mita sejurus dengan tangannya yang lepas dari dari genggaman Gio.
"Maaf aku nggak bisa!" jawab Mita meninggalkan Gio.
"Mita... Berhenti dulu Mit, aku mau ngomong sama kamu!" cegah Gio mengikuti langkah Mita yang tetap mengabaikannya. "Mita tolong dengar penjelasanku kali ini!" ucap Gio menghalangi langkah cewek itu.
"Cukup Gio! Aku tidak butuh itu!" tegas Mita berjalan di samping Gio.
"Mit... Mit.. Mit!" Gio berusaha mencegah kepergian Mita, namun tak berhasil. Selain langkah cepat gadis, suara gadis lain juga mengalihkan atensinya. Gio menoleh, mendapati Lica yang berjalan ke arahnya.
"Gio... Ayo ke kantin!" ajak Lica.
"Aku nggak bisa!" jawab Gio dengan pikiran melayang pada Mita.
Bibir Lica berkerucut seketika. Raut kecewa tampak jelas di wajahnya. "Alah... Kenapa sih?"
"Aku lagi sibuk," alibi Gio.
"Sibuk ngapain?" tanya Lica.
"Pokoknya ada!" jawab Gio membuat Lica putus asa.
"Ya sudah deh, kalau gitu aku pergi dulu!"
"Oke." Gio berbalik badan guna mencari Mita. Tak ada yang tahu, obrolannya dengan Lica menjadi tontonan bagi seorang cewek berambut pendek yang asing di mata Lica. Ia bergegas ke perpustakaan guna menghampiri Mita yang tadi berpapasan dengannya.
"Mita... Mita!" panggilnya mendekati Mita yang sibuk membaca buku.
"Apa?" tanya Mita beralih atensi.
"Aku tadi lihat Gio sama cewek, loh!" ucapnya.
"Biarin aja!" jawab Mita kembali menatap deretan huruf di buku.
"Lah, kamu nggak cemburu?" tanyanya menatap Mita dengan alis yang terangkat sebelah.
"Enggaklah, ngapain cemburu. Dia bukan siapa-siapaku!" jawab Mita berbohong. Sangat berbeda dengan pikirannya yang mulai melayang pada Gio dengan prasangka-prasangka negatifnya
"Ceweknya cantik loh!"
"Biarin aja!"
"Kalau gitu, ya sudahlah! Aku mau ikut kamu baca buku!"
"Hem."
Keheningan menjadi suasana utama di perpustakaan itu. Beberapa siswi di sana tampak sibuk memilih dan membaca buku. Seperti Mita dan Fisa yang kini duduk berhadapan dengan pandangan yang tak lepas dari buku.
Otak Mita fokus pada kalimat-kalimat pengetahuan pada buku itu. Namun tidak dengan hatinya yang terus berbisik untuk mencari Gio sekarang. Rasa penasaran juga menyelimutinya. Cewek yang diceritakan Fisa tadi menjadi penyebab utama timbulnya penasaran itu. Merasa tidak kuat dengan bisikan kalbu, Mita menutup buku yang lantas ia kembalikan di rak. Tangan kanannya meraih tangan Fisa yang spontan berdiri. "Kamu ngapain sih, Mit?" tanya Fisa terkejut. Raut kesal terpampang jelas di wajahnya. Ia sangat kesal jika ada pengganggu kegiatannya.
"Kamu tadi cerita aneh kan sama aku! Sekarang, temani aku buat memastikan semuanya!" ucap Mita tak membuat Fisa menolak. Meski sebenarnya Ia tak ingin menuruti permintaan Mita. Namun, ia sadar bahwa itu terjadi karena kesalahannya yang membuat Mita berpikir negatif. Alhasil, dua gadis itu keluar dari perpustakaan usai Fisa meletakkan bukunya di rak.
🌹🌹🌹
Tak ada yang tahu bahwa kantin menjadi tempat ternyaman bagi dua insan yang kini duduk berhadapan. Mereka adalah Gio dan Lica. Cowok itu menyusul Lica ke kantin usai lelah mencari Mita yak tak kunjung ia temukan. Semangkok bakso milik Gio bersanding dengan nasi milik goreng Lica di meja. Makan menjadi kegiatan mereka sekarang. Hari ini, Gio membayar pesanan sendiri lantaran tak ingin menyusahkan Lica yang semula menawarkan uang untuknya.
"Nasi goreng ini enak, dan lebih nikmat saat aku makan bersamamu!" ucap Lica mengunyah makanan itu.
"Apaan?" respon Gio sebelum memasukkan bakso ke mulut. Persahabatan Rati dan Mina menjadi alasan Gio yang kini merasa wajar dekat dengan Lica. Tak ada rasa ragu sedikitpun untuknya mengobrol bersama. Meskipun, Gio hanya menganggap Lica teman.
Gio masih menikmati butiran bakso dari mangkok. Namun, atensinya beralih kala netranya menangkap keberadaan dua insan familiar yang duduk di kursi belakang Lica. Gio menatap mereka tanpa mengerjapkan mata. "Busseeettt... Ada Mita sama Fisa di sini, aku harus gimana ya?" batin Gio.
Seperti yang telah kita tahu, Mita mengajak Fisa melihat Gio. Gadis itu telah mengelilingi sekolahan guna mencari keberadaan Gio. Tak kunjung bertemu, Mita merasa lelah. Alhasil, kantin menjadi tempat istirahatnya dengan Fisa. Teman sebangku Mita itu beralih ke kursi di hadapan Mita lantaran ingin mendapatkan angin dari kipas listrik du atasnya. Tak disangka, netranya menangkap keberadaan Gio yang menatap punggung Mita. Cowok itu masih duduk berhadapan dengan Lica.
Fisa menyenggol tangan Mita yang spontan mendongak. "Kenapa Fis?"
"Itu... Belakang!" ucap Fisa sangat pelan membingungkan Mita yang lantas menggaruk tengkuknya meski tak gatal.
"Maksudnya?" Mita kembali bertanya. Fisa memosisikan kepala dekat dengan Mita.
"Itu dibelakang ada misteri!" bisik Fisa.
"Ha?" tanya Mita sontak menengok belakang. Netranya menangkap cewek berambut lurus panjang yang membelakanginya tengah duduk berhadapan dengan Gio yang masih menatapnya.
Ia yang sedari tadi santai, sontak terkejut. Matanya terbelalak dengan mulut terbuka. Bak tertusuk jarum, hati Mita terasa sakit melihat itu. Tak lama lagi, ia beranjak dari kursi lalu membawa Fisa pergi. Gio yang mendapati itu hanya diam sebab tak ingin membuat kegaduhan. Mita berusaha mengikhlaskan Gio. Namun, ikhlas itu bohong. Buktinya, kini ia merasakan sakit yang teramat sangat akibat dari netranya yang menangkap keberadaan Gio dengan cewek lain.
Tak ada yang tahu, buliran air mata menetes tiba-tiba. Semua ini terasa mimpi. Inilah pertama kali Mita mendapati Gio duduk berhadapan dengan cewek selainnya. Mita tak menyangka, prasangka negatif yang selama ini bertengger di benaknya, nyata terjadi di depan matanya. Entah mengapa, ia merasa diduakan. Perbuatan baik Gio untuk Mita selama ini seolah fiktif belaka. Sebab ujungnya, Mita tersakiti. Dari sini ia tahu bahwa ucapan Rati kala di rumah sakit itu bukanlah bohong. Mungkin, sudah saatnya Mita menjauh dari Gio. Sudah saatnya mereka mencari kebahagiaan masing-masing. Oke, Mita akan berusaha kuat menghadapi ini semua. Berat, namun harus bisa.
Di taman sekolah, Mita berusaha menenangkan diri. Ditemani Fisa, cewek itu mengeluarkan air mata yang sedari tadi tersimpan di kantong matanya. "Mita... Aku tahu perasaan kamu. Mungkin hal itu trasa menyakitkan untuk kamu. Kamu yang sabar ya!" ucap Fisa mengusap punggung Mita.
Tiada persahabatan antara cowok dengan cewek tanpa sebuah rasa. Itu benar. Nyatanya, Mita telah memendam perasaan pada Gio yang tak pernah diketahui siapapun. Tak ayal bila kini ia menangis sebab mendapati Gio bersama dengan cewek lain. Sakit, sungguh sakit. Hatinya terluka sekarang. Harapan indah dengan Gio ke depan, seolah pupus dengan apa yang dilihatnya tadi.
Air mata yang terus mengalir itu berusaha Mita hentikan. Diusapnya pipi yang basah sembari mendongak, menampakkan mata merah nan sembabnya pada Fisa. "Astaga... Mita, mata kamu merah banget! Sudahlah, jangn menangis!" kejut Fisa. Ia tak menyangka mata Mita menjadi begitu merah. Padahal, gadus itu tampak diam menunduk di sampingnya yang menikmati keindahan taman SMP 02 Pancasila. Rasa sesak sangat membelit hatinya. Selain mendapati hal menyakitkan, ia juga berusaha menangis tanpa suara dengan mengatur napas kala oksigen yang menyenggol pita suaranya mendesak untuk menyuarakan tangis. "Sudahlah, Mit, ayo kembali!" ajak Fisa tak membuat Mita luluh begitu saja. Pikiran cewek itu masih tertuju pada Gio yang membuat air matanya kembali menetes.
"Sakit... Fis... Rasanya sakit banget! Hiks...hiks...hiks!" ungkap Mita menangis sesenggukan. Ia tak mampu menahan rasa sakit yang mencuat di hatinya. Bayangan posisi duduk Gio yang berhadapan romantis dengan cewek masih terpampang jelas di benaknya. Hal itu membuat goresan di hatinya semakin parah. Mengapa ia harus menyaksikan adegan yang tidak ia inginkan? Sebuah penyesalan terbesit di pikirannya. Ia menyesal telah memaksakan diri untuk mencari Gio. Ia menyesal lebih memilih Gio daripada lanjut membaca. Andaikan tadi Mita tak peduli dengan ucapan Fisa dan lanjut membaca, mungkin hatinya takkan sesakit ini.
Mita pulang sekolah dengan meyimpan rasa sakit. Di rumah yang sunyi, air matanya kembali menetes. Seragamnya berganti pakaian rumah yang membuatnya percaya diri untuk bersantai di kasur. Pikirannya masih dipenuhi oleh Gio hingga lupa akan semua. Ia tak lagi berpikiran untuk menonton anime, membersihkan diri atau yang lainnya. Mita hanya mendelikkan wajah di balik bantal dan membiarkan air matanya menetes. Mita tengah dilema. Ia tak tahu lagi cara untuk mengembalikan kondisi baik. Kenangan indah bersama Gio kembali terputar di benaknya. Kenangan yang entah akan terulang atau tidak. Hati Mita semakin tertekan membayangkan itu. Ia tertidur disela pikiran yang berkecamuk. Meski, beberapa hari ini, ia berusaha melupakan Gio. Namun, mendapatinya dengan cewek lain tetaplah menjadi hal tersakit baginya. Sebab Mita belum merelakan dia sepenuhnya.
*****
Tak terasa malam hari tiba. Kediaman Mita yang semula hening, kini berkurang seiring dengan obrolan orang tuanya yang telah pulang kerja.
Lani menaiki anak tangga usai menyiapkan makan malam. Wanita itu berniat memanggil Mita di kamar. Ditekannya knop pintu yang tak dapat terbuka. Hal itu sontak menuai rasa heran. Tidak biasa Mita mengunci pintu kamar sebelum waktu tidur malamnya. Sementara kini jam dinding masih menunjuk pukul 07.35. Tak ayal jika Lani mengkhawatirkan sang putri. Diketuknya pintu kamar Mita sebanyak 5 kali. Berharap mendapat respon yang baik. Ternyata, tidak. Hanya hening yang Lani dapatkan. Namun, ia tak putus asa.
"Mita... Mita.. Nak, keluar sayang, ayo makan malam!"
Thok...
Thok...
Thok...
Suara itu berhasil memasuki gendhang telinga Mita yang lantas disalurkan ke saraf-sarafnya. Hal itu sontak merangsang gadis itu untuk bangun. "Emmm... Iya Ma, sebentar!" jawab Mita. Dengan langkah sempoyongan, ia membuka pintu.
Cklek....
Lani sontak terkejut mendapati wajah berbeda. Kantung mata yang sembab disertai bercak merah di mata sipitnya membuat Lani terkejut. "Astaga Nak, kamu kenapa?"
"Aku baru bangun tidur Ma. Ngantuk banget!" jawab Mita mengusap kedua mata.
"Tapi mata kamu sembab dan merah, tidak seperti biasanya. Kamu habis nangis, iya?" Otak Mita spontan bekerja guna mencari alasan baik agar sang Mama tak mengkhawatirkannya.
"Aku nggak nangis Ma. Mungkin efek kecapekan aja!" alibi Mita mendudukkan diri lantai lantaran malas berdiri dengan badan yang masih lemas.
"Nggak mungkin, Nak. Ini kelihatan banget kalau kamu habis nangis!" elak Lani menangkup wajah Mita. Ia menduga bahwa sang putri tidak baik-baik saja.
"Emmm... Iya Ma aku nangis tadi habis nonton film anime yang menyedihkan banget!" jawab Mita tak ingin jujur. Ia tak ingin Lani dan Miko tahu tentang masalah yang melandanya.
"Mana filmnya? Mama lihat mau lihat! Masa' ada film anime yang membuat kamu menangis sampai seperti ini?" desak Lani membelalakkan mata Mita. Gadis itu tak dapat menyembunyikan ekspresi bingungnya. Mengingat selama ini ia tak pernah menonton film anime yang menyedihkan membuatnya semakin bingung untuk menambah alasan.
"Emmm... Sudah aku hilangkan Ma, soalnya aku sendiri tidak tega melihatnya!" jawab Mita meyakinkan Lani. Wanita itu percaya seketika. Ia mengangguk-angguk paham.
"Ya sudah, ayo kita makan malam!" ajak Lani.
"Mama sama Papa duluan aja. Aku mau ke kamar mandi sebentar!" jawab Mita berdiri lalu melangkah keluar kamar.
"Kamu belum mandi ya?" tanya Lani menghentikan langkah guna fokus pada Mita. Tak ingin banyak berbohong, Mita pun menggeleng. Hal itu sontak mengejutkan Lani yang melempar tatapan tajam ke arahnya.
"Kenapa jam segini belum mandi? Ini udah mau jam delapan malam loh!" Lani mengeluarkan suara tinggi lantaran tak habis pikir dengan Mita. Beberapa pertanyaan terbesit di benaknya. Sesungguhnya, apa yang membuat Mita menangis? Apakah dia berbohong? Dan mengapa ia belum mandi hingga sekarang? Apa alasannya?
"Maaf Ma. Aku tadi ketiduran sampai lupa mandi!" jawab Mita.
"Ketiduran atau menangis?" tanya Lani dengan suara meninggi.
"Dua-duanya sih... Hehehehe!" jawab Mita sembari menuruni anak tangga seraya membersihkan diri.
Lani menyusul sang suami yang telah siap di kursi makan. "Lama banget, ada apa?" tanya Miko.
"Lihatlah anakmu, jam segini baru mandi!" gerutu Lani mengungkapkan kekesalannya.
"Hah? Bagaimana bisa?" tanya Miko.
"Dia habis nangis terus ketiduran. Karena menonton anime yang sedih banget katanya, sampai nangis dan matanya sembab banget!" jelas Lani. Miko menepuk jidat. Hal ini harus segera ia tangani. Aiiihhh.... Jangan sampai anaknya tergila-gila dengan anime.
Mita menyapa kedua orang tuanya sebelum duduk di kursi makan. "Malam juga, maksud kamu apa, jam segini baru selesai mandi? Kemana aja kamu tadi? Ngapain aja?" tanya Miko dengan tegas. Mita hanya menunduk pasrah. Ia tak ingin memberitahu yang sebenarnya pada pasutri itu. Seandainya Mita tahu akan mendapat ceramah dari orang tuanya, ia takkan bermalas-malasan di kamar tadi.
"Nggak papa kok.. Maafkan aku ya, Ma.. Pa!" jawab Mita menunduk lantaran tak berani menatap wajah kedua orang tuanya.
"Sekarang Papa maafkan, tapi jangan kamu ulangi lagi!" pinta Miko. Tiga insan itu pun segera makan malam.