Poci mendekati sahabatnya itu, ia malah tak menghiraukan tangisan sendu yang terdengar dari wanita yang ada di sampingnya.
Pandangan yang tidak bisa ia tepis sejak tadi, membuat Poci mengkerutkan dahi. ‘Bukankah itu pria yang menangis pada saat si arwah gentayangan jahat melihat kami berdua di hari pertama. Ketika arwah itu ditemukan di dasar Laut Biru?’ duganya dalam lubuk hati.
Mendengar ucapan sang sahabat yang mengatakan jika wanita ini akan membalaskan dendam, demi makhluk yang tentu saja memiliki motif jahat. Tentu saja Poci menggeretak. “Alana, sudah ku bilang sejak awal. Si arwah gentayangan itu hanya menjadikanmu sebagai boneka saja! Dia tidak benar-benar tulus ingin berteman denganmu, kamu hanya sebagai alat yang membawamu ke malapetaka besar."
Alana yang masih berusaha untuk tidak menangis, tak mempedulikan ucapan sahabat pocongnya. Dalam pikirnya, ia ingin menyelesaikan dendam Clara, agar arwah yang menurutnya tak tenang itu bisa berdamai di alam sana.
Mereka bergemuruh dengan pikiran masing-masing.
Poci : ‘Sejahat itukah arwah gentayangan yang memiliki aura menakutkan? Tidak pantas ia mempermainkan perasaan manusia seperti Alana. Awas saja jika dia sudah bertindak terlalu jauh. Dia tidak akan pernah aku beri ampun!’
Alana : ‘Clara, dendam apa yang kamu masih miliki di dunia ini? Apakah dendam dengan pria yang sangat kamu cintai? Tapi jika dilihat dari kondisinya saat ini begitu memprihatinkan. Dalam mimpi yang kamu torehkan, aku tak tahu apakah kamu dinyatakan meninggal atau masih hidup. David, sepertinya tak bahagia, Clara. Aku yakin kamu tak membenci David, atau mungkin kamu membenci orang tua mereka? Yang memisahkan kalian karena ada perbedaan status. Atau mungkin ....’
Pikiran Alana semakin menjadi-jadi, pertanyaan demi pertanyaan terlontar tak ada jawaban pasti. Ia masih tidak tahu kebenarannya, apakah Clara memang benar sudah tidak ada lagi di dunia ini. Kendatipun Poci selalu mengatakan jika Clara adalah arwah jahat yang hanya memanfaatkan dirinya saja.
Tapi semua perkataan sahabatnya itu ia tak ambil serius. Bukannya tak mempercayai sahabat tak kasat matanya itu, akan tetapi ia masih memiliki perasaan. Ia pikir Clara harus dibantu, karena bagaimanapun juga rasa pelik yang dialami wanita itu ia alami juga.
“Poci, aku harus menemui pria itu!”
Tindakan Alana benar-benar gegabah bagi Poci. Pocong itu pikir bahwasanya sahabatnya memang sudah disihir untuk membantu dendam yang tentu tidak ada sangkut pautnya dengan Alana.
Jika Alana sudah bertindak, Poci tidak bisa lagi menggagalkan rencananya. Ia hanya bisa menghela napas panjang, agar dia bisa membantu sahabatnya lepas dari jeratan arwah yang baginya menakutkan itu.
Arwah yang memiliki wajah hancur. Daging terkelupas dengan darah yang begitu bau. Memikirkannya saja, Poci sudah mau muntah, apalagi harus bertemu langsung kembali dengan arwah mengerikan itu!
Dengan cepat Alana menggerakkan kedua kursi rodanya, mengayun menggunakan kedua tangan. Peluh mengalir di pelipis, yang tidak ingin menyerah. Meskipun hanya dua puluh persen wanita ini mampu mengejar pria dengan kondisi yang begitu memilukan untuk saat ini.
Namun, dengan niatnya yang kuat. Alana tidak akan pernah menyerah. Ia hanya ingin bertanya di mana Clara dan bagaimana kondisi wanita itu?
Poci hanya berjalan dengan santai, mengikuti sahabatnya.
“Sudahlah Na,” ucap santai Poci. Karena ia memang tak mendukung sama sekali tindakan sahabatnya kali ini. Bukannya tidak ingin membantu, tapi Poci enggan membantu arwah yang memiliki aura jahat. Apalagi mengenai dendam.
“Alana ... aku tahu niatmu sangat baik, ingin membantu arwah jahat itu. Tapi apa kamu tahu, arwah itu memiliki dendam, Na. Dari dulu kita tahu, jika dendam itu tak baik. Dendam memiliki sifat yang begitu mengerikan. Biar bagaimanapun dendam dibilang baik, tetap saja dendam adalah dendam!”
Arwah yang tak bisa memakai seragamnya dengan baik dan benar, melepas sebagian kain kafannya. Agar bisa berjalan dengan leluasa.
Akan tetapi, Alana tak menghiraukan ocehan sahabat hantunya itu. Ia berpikir, meski tidak ada yang membantunya dalam misi ini. Ia tidak akan pernah menyerah!
Tujuannya hanya satu, ingin menyelesaikan masalah Clara yang belum terselesaikan.
Apa yang dilakukan Alana memang sia-sia. David dan wanita yang bermanja ria dengan pria itu sudah tak terlihat lagi.
Hah!
Ia mengelap peluh yang mengendap di pelipisnya sembari mengatur napas dengan perlahan-lahan. Detak jantungnya tak karuan, sepertinya ia sudah bergerak terlalu cepat. Padahal dirinya harus beristirahat penuh.
Arwah yang selalu menemaninya menggeleng dengan ekspresi datar. Ia melihat sahabatnya sedang mengatur napas, hampir tersenggal.
“Lihatlah wanita keras kepala ini. Alana ... Alana, kenapa kamu tidak pernah mendengarkan apa yang aku katakan sih? Jika kamu terus seperti ini, kamu akan sakit. Kamu tidak pernah sama sekali memikirkan kesehatanmu! Dia itu sudah meninggal, Alana. Mening-“
“Poci!” panggil Alana dengan sorot mata yang dalam. Begitu tajam dan sangat dingin menatap sahabat hantunya.
Sampai membuat jantung Poci hampir jatuh saat itu juga. Baru pertama kali, ia melihat sang sahabat menatapnya begitu mengerikan. Sangat menyeramkan lebih dari arwah Clara!
“Mungkin kamu tidak tahu apa yang sebenarnya aku rasakan saat ini. Tapi aku hanya ingin membuat dirinya tenang. Aku tahu dendam adalah dendam. Dendam sifatnya tak pernah baik, pasti saja ada aura jahat yang mengikuti dendam itu. Tapi asal kamu tahu, Poci. Jika kita tak bisa menolongnya, kita tak akan pernah bisa membuat ia sadar perbuatannya hanya membuat dirinya tak tenang. Jika seperti itu bukannya kita sama saja dengan makhluk yang tak memiliki hati! Aku hanya ingin menyelesaikan dan mungkin ingin memberikan ia pandangan, jika semua dendam yang dimilikinya tak baik. Karena aku yakin, semua makhluk memiliki hati nurani meski beberapa bahkan hanya sedikit. Arwah gentayangan itu bukanlah manusia dulunya, Poci? Jadi aku ingin membuat arwah Clara cepat sadar dengan mencari informasi terhadap sudut pandang yang berbeda, yaitu mencari tahu dari mulut David sendiri.”
Arwah pemilik wajah tampan itu terkekeh, ia mematung, mulutnya bungkam tak bisa menjawab penjelasan dari sahabatnya itu.
Ia tak bisa memaparkan argumen logis, karena semua yang dijelaskan oleh sahabatnya begitu menyentuh hati dan sangat berlogika.
Terbesit dalam hati Poci menilai sahabatnya, Alana adalah manusia yang begitu tulus. Mengedepankan perasaan dan hati nurani. Meski yang dihadapkannya kali ini adalah arwah gentayangan, yang mungkin tak memiliki dampak apa pun mengenai hidupnya kelak.
Namun, di lain sisi Poci juga berpikir siapa David? Karena memang ia tak tahu siapa itu.
Alana segera menceritakan detail kronologi ia bertemu dengan arwah gentayangan Clara, ketika ia kembali ke dimensi lain.
“Jadi, apa yang kamu harapkan dari pria yang tidak mampu menjaga kekasihnya itu, Alana?”
“Aku ingin bertanya langsung mengenai Clara, bagaimana pun caranya!”
Bersambung.