Wanita dengan hati yang penuh akan kekalutan itu hanya bisa terdiam, tidak seperti sebelumnya yang berteriak kencang. Kini ia hanya menelisik makhluk yang ada di depannya. Sebuah kain kapan menyelubungi dari atas kepala hingga kaki, membuat makhluk itu diyakini adalah sosok pocong yang merupakan hantu yang sangat sering ditemui di mana pun di negeri ini.
Bola mata mereka saling beradu, saat ini Alana masih menatap makhluk itu. Bukannya merasa takut, ia malah menatap sosok itu dengan ekspresi wajah yang datar. Atau mungkin rasa sakit yang begitu dalam membuat wanita ini tidak tahu lagi mengekspresikan emosinya terhadap apa yang ia lihat saat ini?
Ia melihat sosok yang sangat ditakuti oleh manusia pada umumnya. Tapi jika dilihat-lihat secara detail, sosok ini tidak seperti pocong biasanya. Yang memiliki wajah sarkas, dan sangat menakutkan, entah mengapa sosok yang sedang mendelik ke arah Alana ini memiliki wajah yang sangat tampan.
“Hey manusia!” sosok itu berteriak kencang kepada Alana, dan hal ini membuat wanita malang itu terkejut.
“Hey apa kamu tidak memiliki pikiran sama sekali hah! Apa susahnya hidup menjadi manusia? Apa kamu pikir bila kamu mengambil jalan pintas dengan mengakhiri hidupmu itu semuanya akan berjalan sesuai kehendakmu?! Kamu adalah wanita yang bodoh! Apa yang menjadi bebanmu sampai kamu ingin meniadakan diri seperti itu?!” celoteh sosok itu lebih mengerikan dibanding celotehan ibu yang sedang marah.
Alana sangat heran, seumur-umur ia hidup di dunia ini baru pertama kali ia dimarahi oleh sosok yang dikenal dengan sebutan pocong. Ia sempat berpikir bahwasanya ia hanya sedang mengkhayal atau bermimpi. Ia tidak menjawab apa yang dilontarkan oleh sosok itu, ia malah mencubit pipinya untuk memastikan semua ini mimpi atau nyata.
AAW!
Ia merasakan pipinya sangat sakit, karena ia tak segan-segan menyubit pipinya begitu keras. Lalu Alana menoleh ke arah sosok yang sedang menatapnya dengan sorot yang begitu dingin.
“A- apa? Ka-mu bisa berbicara dengan saya?” tanya Alana dengan tergagap, karena ia baru tersadar bahwasanya ia berbicara bukan dengan manusia!
Sosok itu malah mengibas wajahnya, ia terlihat sangat kesal dan sebal dengan apa yang telah dilakukan Alana tadi.
“Sudahlah, kamu tidak perlu terkejut seperti itu. Aku hanya ingin membuatmu tersadar, jika hanya hidup menjadi manusia lah suatu hal yang sangat sempurna! Di mana tidak sempurna, kalian masih bisa merasakan semua emosi, masa depan ada, dan punya tujuan hidup indah. Jika kamu tidak mau menjadi manusia, sini tukar saja! Apa kamu pikir setelah mengakhiri hidup, kamu bisa tenang? Bahagia? Masalahmu akan terselesaikan hah? Apa kamu pikir semuanya segampang itu? Dasar wanita yang tidak memiliki otak!”
Sosok itu terus berbicara dengan nada yang tinggi dan juga ketus. Seakan ia sangat membenci sekali pola pikir yang telah berkelut di benak wanita yang sedang patah hati ini.
Alana langsung menunduk, ia terdiam beberapa menit, menelaah apa yang telah dilontarkan sosok arwah itu. Bibirnya bungkam, dan ia tiba-tiba kembali mengeluarkan air mata.
Bukannya menyuruh Alana diam dan memberitahu dengan bahasa yang halus, sosok itu malah kembali menggerutu dengan kata-kata yang membuat hati tergores. “Apa sih yang kalian pikirkan manusia? Apakah kehidupanmu begitu hancur? Bisakah kamu memikirkan apa yang ingin sekali aku harapkan sekarang. Aku hanya ingin kembali menjadi manusia, di sini sungguh sepi dan duniaku sekarang tidak seindah sebelumnya. Aku tidak tahu siapa diriku, dan parahnya aku tidak tahu bagaimana aku bisa mati dan menjadi sosok seperti ini. Selagi kamu bisa menjaga hidupmu dengan baik, tolong jagalah. Dan jangan pernah berpikir mengakhiri hidup itu adalah jalan satu-satunya.”
Air mata Alana terus mengalir akibat ucapan sosok yang benar adanya. Mengakhiri hidup bukanlah jalan satu-satunya. Semua masalah, bahkan masalah terberat yang menurut manusia tidak ada solusinya pasti akan ada solusinya.
Karena suara tangisan Alana membuat bising kuping sosok itu, ia pun menyuruh wanita yang ada di dekatnya untuk berhenti menangis. “Sudahlah, jangan menangisi! Memangnya apa yang telah terjadi?"
Alana tiba-tiba menaikkan kepalanya, ia menyoroti sosok tersebut dan berucap dengan nada yang gemetaran karena akibat hati yang sangat sakit, ia tak kuat untuk mengeluarkan segala emosi yang ada. “Kamu! Kamu tidak akan pernah mengerti apa yang saya rasakan saat ini. Jangan seolah-olah kamu mengganggap masalah saya ini tidak ada artinya. Mungkin menurutmu apa yang sekarang saya rasakan ini tidak berbanding dengan masalahmu terdahulu. Tapi tolong jangan samakan. Mungkin saja kamu bisa menjalankan semua ini, atau mungkin kamu adalah manusia yang memiliki pola pikir sama denganku terdahulu? Kamu mengakhiri hidup dan kini menjadi arwah gentayangan lalu menyesali apa yang telah kamu berbuat?”
Terjadi argumensasi antara Alana dan sosok tersebut.
Seperti tidak ada yang ingin mengalah, sosok itu pun memberanikan diri menanyakan apa yang telah dirasakan Alana dan masalah apa yang mampu membuat wanita ini untuk berpikiran pendek seperti itu.
Setelah bercerita apa yang telah terjadi, sosok itu pun hanya terdiam.
“Saat ini tidak ada harapan bagi saya untuk hidup,” ucap Alana pelan dan begitu pasrah.
Sosok tersebut menyoroti Alana dengan detail, ia melihat wanita malang itu dengan tatapan yang sangat sayu. Gejolak dan penekanan mental yang terjadi membuat wanita tersebut ingin mengakhiri hidupnya saja.
Meskipun sudah menjadi arwah gentayangan, hati sosok itu begitu sakit ketika mendengarkan cerita dari Alana mengenai sang kekasih mengkhianatinya begitu brutal. Apakah sewaktu menjadi manusia sosok pocong itu pernah mengalami hal yang sama?
Karena sosok itu hanya ingin Alana tetap berjuang untuk hidupnya, kendatipun hidup wanita malang tersebut sangat kelam. Sosok tersebut berkata kembali, kini dengan nada yang sedikit pelan dan hangat. “Bisakah kamu tetap hidup dengan menjalakan kehidupan menggunakan emosi positif yang masih kamu miliki? Karena kamu tidak akan tahu jika kamu tetap hidup, mungkin saja kekasihmu akan mengakui segala kesalahannya dan akhirnya kalian bisa hidup bersama lalu bahagia? Atau jika tidak bisa, apakah kamu mau menemaniku dan menjadi seorang teman? Tapi aku hanya ingin berteman dengan manusia. Ya, maksudku kita berteman dengan cara seperti ini.”
Entah mengapa tiba-tiba keinginan untuk mengakhiri hidup kini telah tiada, ketika mendengar apa yang dilontarkan oleh sosok itu.
“Apakah kamu memiliki nama?” tanya Alana.
Sosok itu pun menjawab, “Sudah aku katakan tadi, aku tidak tahu apa-apa. Bahkan aku tidak tahu bagaimana aku bisa menjadi seperti ini. Arwah gentayangan yang sangat merasakan kesepian. Bagiku rumah sakit ini sangat menakutkan sekali, aku hanya ingin memiliki teman yang bisa mengobrol denganku. Dan aku menemukanmu yang bisa melihat dan mengajakku berkomunikasi.”
“Baiklah, aku mau menjadi temanmu dan aku juga akan memberikanmu nama. Hmm ...,” Alana seperti berpikir apa nama yang cocok untuk sosok pocong tampan itu.
Ha!
“Aku tahu, Poci! Ya ... Poci, apakah kamu suka dengan nama barumu itu?”
Glek!
Tiba-tiba seperti ada yang memegangi ganggang pintu dan ingin masuk ke ruangan Alana. Seorang pria dengan tinggi 180 cm, dan memiliki wajah bak pangeran itu memasang wajah datar. Ia menyoroti Alana dengan keheran.
Siapakah pria itu?
Bersambung.