Berbulan-bulan duduk dengan Saga membuatku sadar kalau Saga membawa magnet yang tidak terlihat yang membuat orang-orang memperhatikannya.
Masalahnya aku jadi ikut-ikutan terciprat perhatian yang tidak kubutuhkan gara-gara duduk disebelahnya. Saga nggak hanya menarik perhatian anak-anak perempuan di kelasku tapi juga dari kelas-kelas lain. Wajar saja karena wajahnya sempurna begitu. Aku tidak masalah dengan penggemar Saga yang sering cari perhatian dengan datang kekelasku saat jam istirahat. Aku hanya bermasalah dengan guru-guru yang menjadikan Saga anak kesayangan mereka.
Dengan cepat Saga menjadi murid favorit Pak Bambang, Pak Yasmin dan Bu Lin, pokoknya guru guru yang ngajar hitung-menghitung. Dengan cepat pula aku jadi tumbal penyiksaan Pak Bambang dan Pak Yasmin. Minimal dua kali dalam setiap jam pelajaran beliau, pasti aku selalu ditembak pertanyaan atau disuruh mengerjakan soal dipapan tulis. Untungnya aku dibantu Saga.
Tapi kadang Saga sampai geleng-geleng kepala karena sudah diajarin dua kalipun aku masih salah atau saat aku remidi ulangan matematika hingga dua kali. Pak Bambang saja sampai bosan gara-gara tiap ulangan Matematika aku remidi melulu. Satu kalinya Saga nggak geleng-geleng kepala tapi sampai terdiam spechless itu adalah saat aku sudah menyalin jawaban PR Matematikanya, tapi tetep aja salah.
"Itu bukan huruf E Jo tapi simbol sigma!" Kata Saga sambil menunjuk-nunjuk gemas tulisanku.
Selain itu, aku juga belajar kalau Saga senormal-normalnya semua anak laki-laki yang kutau. Ia begadang nonton bola, main game online, sering main futsal, ngantuk saat pelajaran dan nggak suka mencatat.
Teman-teman Saga yang tadinya suka ngeledek akhirnya juga mulai bosan dan berhenti. Mereka juga mulai terbiasa kalau aku nggak banyak bicara. Misalnya saat teman-teman Saga ngumpul jadi satu mengobrol di meja Saga dan kebetulan aku juga sedang duduk dikursiku, mereka tau aku nggak akan nimbrung pembicaraan kecuali kalau memang ditanya.
Saga banyak tertawa saat bersama teman-temannya. Teman terdekat Saga dikelas ini adalah Abimayu karena setauku mereka memang sudah dekat sejak SMP. Abimayu masih seperti dulu, rambutnya berantakan dan walaupun nggak berekspresi wajahnya selalu kelihatan kayak sedang ngejek.
Teman dekat Saga yang lain adalah Yugo, Adnan, dan Yunan. Dari 5 orang itu Saga bisa dibilang yang paling tenang karena sisanya adalah calon-calon biang kerok sekolah. Baru dua minggu Yunan-teman sebangku Yugo, sudah nyaris bikin penjaga koprasi nangis gara-gara digodain melulu. Sementara Yugo dan Abimayu komplotan yang kompak mulai dari bentuk badan mereka yang tinggi menjulang juga kompak paling suka ngoceh dikelas macam radio rusak mau sedang pelajaran atau enggak.
Sisanya Adnan, Ia anak yang punya komposisi wajah supersize, badannya paling gemuk dan kulitnya paling putih. Adnan otak segala hal aneh yang dilakukan oleh Abimayu dan Yugo. Ia nyuruh anak satu kelas untuk nggak membagunkan Sanjaya saat jam pelajaran hingga kebablasan sampai jam pulang sekolah. lalu membuat kelas seakan-akan sudah malam dengan mematikan lampu dan menutup semua jendela menggunakan korden. Waktu Sanjaya bangun dan panik, Adnan mengkomando anak satu kelas untuk ramai-ramai memblokir pintu kelas sampai Sanjaya terpaksa keluar lompat lewat jendela.
Mungkin karena aku duduk dibelakang meja Adnan dan Abimayu, aku jadi sering jadi korban keisengan mereka. Pernah suatu hari saat aku sedang melamun saat pelajaran Fisika. Abimayu menoleh kebelakang, menganggetkanku yang sedang sibuk membuat gambar-gambar asal di kertas. Kata Abimayu, Pak Yasmin memanggilku untuk mengerjakan soal didepan. Ya aku percaya saja. Aku gelagapan maju kedepan. Pak Yasmin mendongak dari kesibukannya membaca sesuatu dari buku paket untuk menatapku. Kumis beliau bergerak-gerak bingung gara-gara aku tau-tau berdiri di depan papan tulis. Aku juga sama-sama bingung. Jadi aku dan beliau kompak saling tatap-tatapan mata didepan kelas. Alhasil, anak satu kelas tertawa terbahak-bahak. Bahkan pak Yasmin yang killer itu saja ikut-ikutan ketawa.
Bukan cuma itu, kadang Adnan dan Abimayu suka dengan seenak jidat menyuruhku menggantikan mereka melakukan tugas piket. Juga memintaku mengumpulkan tugas mereka ke ruang guru. Sampai kadang mereka memohon-mohon supaya aku mengerjakan PR senirupa milik mereka. Mentang-mentang aku jago menggambar. Tapi, bukannya Saga juga jago gambar? Terus kenapa mereka nggak minta tolong Saga, tapi justru nyuruh-nyuruh aku? Bodohnya aku kok ya nurut-nurut saja. Mungkin gara-gara terpengaruh rayuan mereka yang secanggih salesman tingkat profesional.
Dilain Pihak, teman terdekatku di kelas hanya ada dua orang, Ellie dan Novietta. Sayangnya mereka berdua jarang duduk di dekat mejaku karena teman-teman Saga selalu membuat Saga duduk di meja di dekat mereka. Aku baru banyak mengobrol dengan Novietta dan Ellie saat jam istirahat. Saat kami sama-sama bertiga makan di kantin, walaupun aku selalu bawa bekal sendiri.
Menjelang ujian mid semester, mendadak aku terserang flu. Sepanjang pelajaran aku batuk dan bersin terus. Jenis batuk kering yang mirip suara batuk kakek-kakek yang nyawanya sudah mau copot. Saga sampai kaget karena aku tanpa sengaja bersin saat ia menoleh kearahku. Lebih dari itu, saat bersin tanpa sengaja aku menyenggol botol berisi jus Mangga milik Saga sampai tumpah di meja. Untung nggak kena buku pelajaran. Alhasil walaupun sudah dilap (ngabisin jatah tisuku yang harusnya buat ngelap ingus) meja kami jadi lengket dan beraroma Mangga.
"Kamu dengerin nggak sih?" Tanya Saga sambil menyenggolku pelan.
Aku menoleh, agak linglung. Saga mungkin daritadi mengajakku bicara, tapi aku nggak dengar.
"S..soal apa?" Kataku sambil melirik Bu Hana yang sedang menerangkan didepan. Aku bahkan juga nggak dengar daritadi Bu Hana membahas apa.
"Mending kamu istirahat di UKS."
Apa Saga khawatir? Aku mulai terharu.
"Supaya nggak nulari yang lain." Lanjut Saga tanpa ekspresi.
Aku mendengus.
Selain itu aku juga pilek. Suaraku juga serak dan hilang timbul. Karena suaraku, Abimayu dan Adnan malah terus mengajakku ngobrol. Soalnya mereka nganggap suaraku lucu. Aku nggak bisa berhenti diganggu selama aku masih bertahan di dalam kelas bersama dengan mereka.
Karena itu, dijam istirahat kedua aku memutuskan duduk di kursi ubin dibawah rimbunan pohon yang di tanam berjejer di sepanjang lorong kelas 10.
Biasanya aku nggak pernah kedinginan walaupun dua AC dan kipas angin di kelas dinyalakan dalam volume maksimum. Tapi karena aku sakit, walaupun sudah memakai sweeter sejak tadi, aku tetap kedinginan. Aku berniat menghabiskan waktu istirahat dengan duduk sendirian disana sambil memandang kearah lapangan yang penuh dengan siswa laki-laki yang sedang bertanding sepak bola.
Belum juga aku duduk lebih dari lima menit, saat aku sedang setengah melamun dengan kepala agak pening, tiba-tiba seseorang mendorong pundakku sambil berteriak sangat keras dikupingku. Aku kaget setengah mati. Jantungku nyaris berhenti. Tanpa sadar aku berlari ketengah lapangan sambil berteriak panik.
Begitu sadar aku sudah berdiri ditengah lapangan. Teriakanku bahkan menghentikan pertandingan sepak bola yang sedang berlangsung. Aku pucat pasi berdiri ditengah lapangan dipandangi puluhan pasang mata anak yang sedang bertanding bahkan mungkin juga semua siswa yang ada dilorong. Mereka semua mematung memandangku diposisi mereka masing masing.
Sedetik setelahnya suara tawa yang riuh terdengar membahana dari seluruh penjuru sekolah membuatku nyaris pingsan saking malunya. Aku buru-buru membalikkan badan padahal kakiku terasa seperti jelly.
Sesegera mungkin aku berlari menuju ke kelasku. Saat berlari tanpa sengaja aku melihat ada beberapa anak perempuan tertawa terbahak bahak sampai membungkukan punggungnya berdiri tepat didekat aku duduk tadi. Tidak satupun dari mereka kukenal tapi dari bet namanya aku tau kalau mereka anak kelas sepuluh juga sama sepertiku.
Salah satu anak yang tertawa paling keras melirik menatapku. Kulitnya hitam manis, rambutnya keriting ikal diikat kebelakang, badannya tinggi, atletis seperti model, wajahnya eksotis juga cantik.
Saat aku berlari masuk ke dalam kelasku aku sempat mendengar anak cantik eksotis itu menyebutku kagetku seperti orang tolol dan langsung disambut anggukan setuju oleh teman-temannya.
Aku tau, bahkan dikelaskupun nyaris semua mata masih memandangku. Aku juga sempat melirik sekilas, ada beberapa anak kelas lain yang mengintip melalui jendela kelasku untuk menontonku. Sementara si cewek eksotis dan gengnya malah berdiri didepan kelasku sambil tertawa terbahak bahak. Karena terlalu shock tanpa bisa kucegah aku malah cegukan, disaat yang paling nggak tepat ini tubuhku menghianatiku.
Entah bagaimana salah satu teman si cantik eksotis yang punya rambut selurus lidi tau kalau aku cegukan dan ia langsung mengumumkannya dengan suara yang super keras kesemua orang. Lagi lagi aku kembali ditertawakan, lebih membahana dibanding sebelumnya. Aku menyembunyikan kepalaku dibawah meja. Malu setengah mati.
"Kenapa geng Yano tau-tau gangguin kamu?" Tanya Novietta heran begitu rombongan Yano menghilang dari depan kelasku.
"Anak yang mana yang namanya Yano?" Tanyaku heran, tapi disaat yang sama aku baru sadar kalau aku ternyata familiar dengan nama Yano.
"Yang wajahnya eksotis itu yang namanya Yano. Kamu pasti tau Yano kan? Yano anak yang dulu ketahuan cabut bareng temen-temennya dari acara di aula waktu MOS."
Aku membeku seperti habis di sambar geledek. Tentu aja aku tau Yano. Kan aku yang buat dia ketahuan cabut!