Pembicaraanku, Ellie dan Novietta terhenti karena Pak Muh masuk kedalam kelas. Ellie langsung menuju kursinya sementara Novietta masih menatapku dengan curiga saat aku berjalan lesu menuju ke kursiku disamping Saga.
Saga salah satu anak yang secara live menonton kejadian barusan makannya aku tidak berani melirik kearahnya sedikitpun karena malu.
“Masih cegukan juga?”Tanya Abimayu yang kali ini duduk didepan mejaku sambil tertawa lebar puas.
Aku menundukan kepala, wajahku merah padam. Gara-gara ucapan Abimayu aku makin termotivasi untuk sekali lagi mencoba mengulang metode yang sama seperti yang daritadi kucoba untuk berjuang menghilangkan cegukan, minum air putih sebanyak-banyaknya sambil menahan nafas. Tapi nyatanya nggak juga berefek! Apa karena aku pilek dan batuk?
Selama sepuluh menit pelajaran Geografi yang membosankan, aku sibuk mencoba memperaktekan ilmu pernafasan. Mulai dari ala nafas ibu-ibu hamil sampai menahan nafas tanpa minum air-karena gak boleh minum saat jam pelajaran. Sayang, walaupun aku sudah ngotot menahan nafas sampai mataku pedas dan berair cegukanku tetap saja membadel sampai ada bagian di perutku yang rasanya ikut ikutan keram.
Kombinasi antara batuk, cegukan dan pilek akhirnya membuat Saga yang duduk menonton perjuanganku mati-matian nahan ketawa sepanjang pelajaran. Aku melirik Saga sebal. Bukannya takut karena untuk pertama kalinya aku balas menatapnya sebal, Saga justru menjulurkan tangannya menepuk-nepuk punggungku.
Aku nggak pernah ingat ada anak laki-laki yang pernah menpuk-nepuk punggungku sebelum ini. Rasanya sebalku langsung hilang secepat munculnya di gantikan oleh perasaan aneh mengaduk-aduk perut yang tidak wajar.
Siangnya aku mengobrol lagi dengan Novietta. Kadang aku takut dengan Novietta, karena ia anak yang kritis sekaligus curigaan. Kalau Novietta sudah pengen tau sesuatu ia pasti dengan gigih akan mengejarku sampai aku buka mulut.
Sepanjang sisa hari Novietta nggak henti- hentinya untuk bertanya, apa hubungan antara aku dan Yano? Karena nggak mungkin kan Yano tiba-tiba gangguin orang sembarangan. Walaupun dikelasnya, 10-11 Yano terkenal yang paling ditakuti siswa lain.
Mau nggak mau akhirnya aku cerita pada Ellie dan Novietta soal kejadiannya yang kupendam dalam-dalam sewaktu MOS. Kejadiannya saat acara pengenalan siswa dan guru baru di aula. Waktu itu aku ijin ke kamar mandi. Dalam perjalanan balik ke aula, aku mendengar suara benda jatuh dari dalam kelas MOS yang harusnya kosong. Tanpa sadar aku diam memandangi kelas gelap itu. Aku nggak tau kalau gerak-gerikku waktu itu di awasi salah satu kakak kelas pembina MOS. Mereka mendatangiku kemudian ikut menatapi kelas kosong itu penasaran. Yang nggak kusangka, mereka tau-tau mendobrak pintu dan menemukan Yano bersama teman-temannya ngumpet dikelas.
“Ya ampun, kejadian itu kan udah berbuuulan-bulan yang lalu.” Kata Novietta heran,"Kenapa baru sekarang Yano dan geng gangguin kamu?"
“Mungkin mereka baru tau.” Jawab Ellie,"Waktu kejadian penggerebekan itu si Yano ngeliat mukamu nggak?"
"Nggak. Aku kan langsung lari."
"Berarti ada kakak senior yang baru-baru ini bocorin soal kamu yang bikin Yano ketahuan ngumpet!"
Aku tertegun, “Menurutmu siapa?”
Novietta dan Ellie kompak mengangkat bahu,"Mana tau! Kita kan nggak kenal Yano."
"Tapi pantes juga sih kalau Yano sewot begitu. Inget nggak dia sama temen-temennya di hukum apa? Mereka disuruh ngumpulin tanda tangan kepala sekolah beserta guru dan staff karyawan! Gimana nggak dendam tuh anak."
“Terus apa Yano bakal mulai balas dendam dari sekarang?” Tanyaku panik.
“Semoga aja enggak.” Jawab Ellie dengan ragu kemudian berkata,"Positive thinking aja.”
Jawaban Ellie terbukti salah. Hari ini saat aku, Ellie dan Novietta sedang berdiri didepan pintu koprasi sekolah, Icha menatap sosok yang berdiri di belakang punggungku tanpa kedip lalu bibirnya bergerak-gerak tanpa suara mengeja nama Yano. Pantas saja, bulu kudukku sedetik yang lalu lansung merinding. Ternyata aku punya Indra keenam yang bisa mendeteksi tanda bahaya.
Aku meringis, tidak bisa bergerak karena seluruh ototku membeku dan keringat dingin mengucur keluar di dahiku tanpa aba aba.
“Yano, kamu tau ciri ciri anak culun nggak?”Tanya salah satu teman terdekat Yano tepat dibelakangku.
“Maksudmu yang roknya panjangnya semeter dibawah lutut?” Ejek Yano.
Novietta yang ikut mendengar kata kata Yano malah memandangku dari atas kebawah. Aku menatap Novietta sambil meringis. Diam-diam aku menujuk diriku sendiri. Mungkin aku GR tapi kebetulan sekali rokku panjangnya memang dibawah lutut tapi tentu saja tidak sampai semeter.
Novietta dan Ellie menggelengkan kepala mereka sangat pelan supaya Yano yang berdiri didekatku tidak sadar. Aku belum pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya. Tanpa sadar aku membalikkan punggung dan tidak sengaja mataku bertatapan dengan Yano. Yano dan teman-temannya memandangku sambil mengangkat alis sementara bibir mereka tertarik kesamping disalah satu sisi membuatku buru-buru membalikan punggung lagi.
“Atau anak culun yang sukanya ngadu ke kakak senior?” Ujar Yano lagi dengan suara ketus
Aku menelan ludah secara reflek memejamkan mata sangat kuat. Jantungku barusan saja berhenti sesaat begitu mendengar kata mengadu keluar dari mulut Yano. Aku ketakutan setengah mati sampai ingin muntah. Disebelahku Ellie berdeham pelan. Novietta langsung menarikku menjauh dari keramaian koprasi.
Setelah Novietta yakin kami cukup jauh dari gerombolan Yano, ia langsung memasang wajah sebal.
Alisnya bertaut lucu menjadi satu sementara bibirnya mencibir.
“Jadi Yano memang udah tau kalau aku yang buat dia ketahuan kabur waktu MOS ya?” Ujarku gagap sementara kakiku gemetaran.
Ellie buru-buru menepuk pundakku mencoba menenangkanku yang pucat pasi.
“Aku nggak tau sih, tapi kalaupun dia tau, kamu kan nggak salah juga. Lagian emangnya masih zaman ya ngebully siswa lain? Masih kelas 10 lagi! Apalagi Yano kan cewe! Pokoknya kelakuannya nggak pantes banget sebagai siswa angkatan baru.” Keluh Novietta.
“Apa aku minta maaf aja?” Bisikku pelan
Novietta dan Ellie menatapku ngeri,"BEGO! Janganlah emang kamu salah apaan?! Kamu kan nggak sengaja Jo!"
“Lagian cuek aja. Paling bentar lagi Yano dan temen temennya juga lupa.”