"Aku langsung ilfil begitu denger kalau Abdul waktu SD dulu pernah naksir Rika, ehm kamu ingat Rika kan? Itu temen kita sekelas waktu kelas tujuh yang mukanya rata berjerawat, yang nggak pernah mau minjemin PR padahal tau kalau kita kepepet! Iiih mau maunya si Abdul naksir Rika. Emangnya dulu di sekolah di sekolah dasarnya nggak ada cewe lain apa? Kok sms ku juga jarang dibales sama Abdul ya akhir-akhir ini? Ngomong-ngomong mending si Saga kan? Mungkin dia memang homo karena semua cewek ditolakin sama dia tapi seenggaknya Saga lebih ganteng dari Abdul. Eh udah denger belum? David anak kelas 9B ternyata jago main gitar nggak kayak si Tahta, dia main pianika aja fals!" Ujar Lintang bertubi tubi dalam satu tarikan nafas beberapa detik setelah ia tiba-tiba berdiri disampingku di halte bus menggeser posisi May yang aslinya berdiri disebelahku.
Walaupun dikelas 9 kita beda kelas. Aku dan May masih sering pulang bareng karena satu jurusan bus.
Aku mengangguk-angguk bingung sudah nggak ingat lagi berapa jumlah anak laki-laki yang disebut namanya oleh Lintang dalam satu kalimat panjang barusan yang tanpa basa basi apalagi intro. Ada satu sih yang kuingat, apa hubungannya coba si Abdul dulu pernah naksir Rika waktu SD terus Lintang jadi ilfil. Apa udah hukum dari sananya kalau orang ganteng harus naksir sama cewek yang cantik?
"Jadi mending sama Saga kan?" Tanya Lintang lagi
"Bukannya kamu bilang Saga itu homo?" Seru May yang sebal karena tau-tau Lintang menggeser posisinya tanpa permisi.
"Nggak, aku cuma bercanda kali." Bantah Lintang
"Padahal mungkin aja Saga denger kalau kamu ngatain dia homo. Kamu kan sering ngatain Saga begitu. Kemana-mana pula!" Balas May sewot.
"Dibilangin, aku tuh ngomong gitu cuma bercanda."
"Emangnya bercanda kayak gitu lucu? Ngatain orang homo sembarangan. Itu namanya fitnah! Lagian itu hak-haknya Saga nolak cewek. Kenapa malah di tuduh homo?!"
"Jo, temenmu kok jadi nyolot gini sih?!" Seru Lintang jengkel.
"Ya. Sebetulnya kamu memang salah. Kasihan Saga dituduh homo sembarangan." Aku mengangguk-angguk setuju.
Lintang mengibaskan rambutnya berusaha masa bodoh karena kalah, "Sayang, kita nggak sekelas lagi ya Jo? Kelasmu sekarang juga makin jauh aja dari kelasku. Kamu 9C, aku 9F, Saga malah 9B. Kita kan jadi makin susah ketemu! Padahal banyak yang pengen aku omongin ke kamu!"
"Makanya kamu malah ke halte sini bukannya nongkrong dihalte seberang?" Gertak May, dia baru ingat kalau rumah kami dan Lintang beda arah.
"Kalau boleh sih, aku mau main kerumahmu hari ini Jo." Kata Lintang lagi-lagi nyuekin May.
"Oh, hari ini May juga mau kerumahku." Kataku sambil menatap grogi May yang memberi kode keras sekaligus pasang wajah marah di belakang punggung Lintang. Ngasih tanda kalau dia ogah main kerumahku bareng Lintang.
"Oke, berarti boleh ya." Kata Lintang lagi, senyumnya makin lebar.
Di belakangnya, May memasang wajah cemberut berat. Sudah rahasia umum May dan Lintang sebenernya nggak cocok-cocok amat. Tapi mau gimana? Aku nggak jago berkelit dan nggak enak pula untuk nolak Lintang.
Akibatnya, aku dan May yang memang biasanya naik bus awal harus menunggu Lintang yang menolak bus apapun selama Saga juga tidak mengendarai bus tersebut.
"Kamu mau kerumahnya Saga atau ke rumahnya Johan sebenernya?" Tanya May sambil melipat tangannya didepan dada jengkel begitu akhirnya Saga menaiki bus dan Lintang langsung memburu-buru kami untuk naik ke bus yang sama.
Bukannya menyahut Lintang langsung buru-buru ke barisan kursi belakang. Mendekat ke tempat Saga berdiri, sambil menarik tanganku.
Penumpang bus memang nggak ramai tapi semua tempat duduk terisi. Hanya ada 5 orang yang berdiri, aku, May, Lintang, Saga dan satu teman Saga, Abimayu. Ingat ketua kelompokku waktu outbound? Sejak outbound itu Abimayu sering kelihatan bareng Saga.
Aku dan Lintang jadi kelihatan aneh sekarang. Gara-gara Lintang memaksa berdiri di dekat Saga dan temannya padahal bus segitu lapang. Masih ada banyak tempat berdiri yang lain bukannya menyumpel jadi satu dibagian belakang bus.
May mendengus geram. Ia sudah capek meladeni Lintang makanya ia memilih berdiri didekat pintu otomatis bus yang cuma satu dibagian tengah.
Sesaat Saga sempat melirik ke Lintang tanpa ekspresi sama sekali. Ia hanya diam saja. Sementara Abimayu entah kenapa ketawa pelan sambil memandangku dan Lintang. Wajahku langsung merah padam. Tengsi berat. Apalagi kalau ingat si Abimayu juga salah satu anak yang kayaknya tau aku, Lintang, Bunga dan May ngikutin Saga sewaktu di taman bermain setahun yang lalu.
Beruntung, di halte ketiga setelah halte sekolahku ada satu penumpang kursi dibagian paling belakang bus yang turun. Aku buru-buru duduk di kursi tersebut kemudian memandang May yang mengeluarkan gerakan membeleh leher sambil melirik Lintang.
Satu kilometer selanjutnya tepat dihalte ke enam, penumpang perempuan yang duduk disebelahku turun. Otomatis kursi sebelahku kosong. Saga kemudian duduk disebelahku. Tampang Lintang sontak saja seperti orang yang habis disambar geledek, merah kuning hijau hitam jadi satu. Aku menelan ludah. Sudah bisa diduga kalau nanti waktu dirumahku Lintang bakalan mengeluh cemburu habis-habisan padahal aku nggak bisa menghentikan kejadian ini kayak aku juga nggak bisa menghentikan hujan turun. Bukan aku yang menyuruh orang yang duduk disebelahku barusan untuk turun. Bukan aku juga yang menyuruh Saga untuk duduk disebelahku.
Secara reflek aku buru-buru berdiri. Lintang menatapku berdiri dengan alis yang berkedut kedut. Bukannya duduk dikursi yang baru kutinggalkan, Lintang hanya diam saja dengan mata melotot. Dalam hati aku mengutuki diri sendiri, apa aku salah lagi?
"Kamu mau turun di halte sini?" Ujar Lintang tiba-tiba tersenyum lebar. Kebetulan dengan saat laju bus memelan hendak berhenti disalah satu halte lagi.
"Eh?" Aku menahan diri untuk tidak melongo. Tapi menilai dari ekspresi Lintang kayaknya lebih baik aku memang turun sebagai modus supaya Lintang nggak kehilangan muka didepan Saga. Biar nggak kelihatan pula kalau aku dengan sengaja memberikan kursi kosong itu ke Lintang. Akhirnya mau nggak mau aku turun. May dengan reflek juga ikut turun bersamaku.
"Temen macam apa itu? Itu namanya memanfaatkan! Kejam!!" Seru May begitu bus yang kami naiki tadi berlalu pergi
Aku juga sebenernya bingung, kok aku tiba-tiba berakhir di halte antah berantah ini padahal rumahku masih berkilo kilo jauhnya di depan sana. Lebih aneh lagi buat Lintang, dia kan niatnya mau kerumahku. Tapi gimana? Tuan rumahnya ketinggalan di halte lain.
"Kamu tadi harusnya nggak usah berdiri segala, biarin aja si Lintang iri ngeliatin kamu bisa duduk sebelahan disampingnya Saga! Aku seribu kali lebih seneng Saga jadian sama kamu bukannya sama Lintang! Lagian ngapain juga kamu malah turun disini? Buang-buang uang dan tenaga!!!" Pekik May kesal.