Read More >>"> Through This Letter (Sudah Terbit / Open PO) (End of Story) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Through This Letter (Sudah Terbit / Open PO)
MENU
About Us  

Jakarta, 2022

 

 

 “Seriously, Ana?” tanya rekan kerjaku yang memaksaku untuk bercerita seperti apa malam acara perpisahan yang membuatku senyum-senyum sendiri sepanjang waktu. Surat dari Randa ini memang benar-benar membawaku kembali ke masa itu. “Lo ngga ngarang, ‘kan?”

 

 Aku menggeleng disertai tawa.

 

 “Ya nggalah. Buat apa gue bohong?” jawabku yang sudah ikut mengantri lift yang akan membawaku turun ke lantai dasar. Jika sudah masuk jam pulang seperti ini ramainya bukan main.

 

 “Dan suratnya sampai sekarang masih lo simpen? Semuanya? Ada berapa banyak surat atau udah berapa kali cowok lo bikin lo marah sampai bikin dia harus buat surat?”

 

 Aku mendengkuskan tawa. “Ya ampun. Gue lagi diinterogasi atau gimana sih?”

 

 “Eh sumpah gue tertarik banget sama cowok lo.” Spontan aku melirik tajam. “Eh, maksudnya tertarik banget sama cowok yang kayak cowok lo,” ralatnya kemudian sambil terkekeh.

 

 Aku bersedekap. Mengamati pintu lift yang tak kunjung terbuka.

 

 “Gue ngga pernah hitung udah berapa banyak sih, tapi surat-suratnya emang gue simpen. Soalnya kalau diinget-inget lagi dan dibaca ulang sweet juga,” jelasku tersenyum lagi. “Tapi ya, kalau bisa sih ngga perlu ada surat lagi. Kalau sampai ada surat lagi, itu artinya gue berantem lagi sama dia. Ngga mau jugalah berantem terus. Capek.”

 

 “Iya sih. Terus hadiahnya apa?”

 

 Dahiku mengernyit. “Hadiah apa?”

 

 “Ih, yang di cerita lo tadi. Kalau yang berhasil tebak siapa penulis juga orang yang ada di cerita itu kan katanya dapet hadiah spesial.”

 

 Aku merasa seperti mendapat cubitan yang begitu geli hingga membuatku tertawa. 

 

 “Dih, kok malah ketawa?”

 

 Aku masih sibuk menutup mulutku yang nyaris terbuka lebar karena tertawa.

 

 “Sorry, tapi itu hadiah spesial yang paling ngga banget.” Pintu lift akhirnya terbuka. Semuanya secara serentak berduyun-duyun masuk ke dalam. Semoga saja masih ada sisa ruang untuk kami berdua. “Satu kotak amplop merah jambu.”

 

 “What?” 

 

 Aku sudah menebak seperti apa reaksinya.

 

 “Sebagai modal kalau mereka mau nyatain perasaan atau semacamnya ke seseorang yang mau mereka tuju,” jelasku masih menggelengkan kepala heran meskipun sudah lewat sekian tahun.

 

 “Terus, jangan bilang amplop dari cowok lo tadi ….”

 

 “Yup. Randa emang ngga modal.”

 

 “Astaga. Hadiah macam apa itu?”

 

 “Gue juga ngga ngerti,” jawabku yang bahkan masih bingung sampai sekarang.

 

Aku jadi ingat bagaimana puasnya Dinda ketika tahu seperti apa rupa hadiah spesial yang dimaksud Danu. Beruntung dia tidak jadi repot-repot berpikir untuk menebak, sehingga tidak perlu menyesal akan hadiah 'spesial' yang dia terima.

 

 “By the way, gue mau dong kalau masih ada cowok yang kayak gitu,” cetusnya dengan wajah menengadah menatap langit-langit. Mungkin tengah berandai-andai bagaimana rasanya mendapatkan lelaki yang seperti Randa. “Ngga tau kenapa ya, cowok ketus itu emang malah menarik, iya ngga sih? Malah bikin kita penasaran.”

 

 “Sebenernya gue pribadi ngga pernah sama sekali berharap bisa ketemu bahkan pacaran sama cowok ketus yang lo bilang menarik itu,” balasku sambil terus menatap handphone dan mengetik sesuatu. “Tau-tau aja dia muncul di depan gue, ajak ngobrol gue, dan ambil perhatian gue lewat caranya sendiri.”

 

 “Iya deh. Jodoh emang ngga ada yang tau.”

 

 Aku mengangkat wajahku dari layar handphone. “Jadi intinya, sabar aja. Pasti bakal dateng kok, bahkan di waktu dan lokasi yang ngga lo duga,” kataku menepuk-nepuk bahunya. Sok menyemangati.

 

 Kami berdua keluar dari lift usai sampai di lantai dasar. Lanjut berjalan menuju pintu utama gedung dan di sanalah aku dan rekan kerjaku ini berpisah. 

 

 “Udah sampai dia?”

 

 “Udah nih. Di depan sana.” Tunjukku dengan gerakan dagu.

 

 “Oke. Salam deh buat Randa. Jangan ketus-ketus dan jangan manis-manis jadi orang. Kasih tau gue juga kalau misalnya dia punya kenalan yang serupa kayak dia.”

 

 Aku mengulum bibir. “Sorry, tapi Randa ngga mau bagi-bagi karena dia ngga mau ada Randa lainnya. Cukup satu aja,” kataku bernada sedih.

 

 “Eh, sial. Ngga cowoknya, ngga ceweknya sama aja ngeselinnya,” gerutunya dimana aku tertawa menyebalkan. Aku akui itu. “Udah ah, gue lanjut pergi ke parkiran. Bye.”

 

 “Bye. hati-hati.”

 

 Detik itu juga layar handphone yang kugenggam berpendar. Lelaki yang satu ini memang tidak sabaran. Aku abaikan dulu saja, toh kami kan masih dalam momen bertengkar. Bukan berarti dia sudah mengirimkanku surat, lantas aku langsung luluh dan memaafkannya. Itu terlalu mudah.

 

 Dan itu dia. Duduk di atas motor sport hitam kesayangannya sejak sekolah dulu. Lebih memilih menungguku di pinggir trotoar yang ada di depan gedung kantor dibanding dengan menungguku langsung di dalam. Alasannya karena di dalam gersang, sehingga dia lebih memilih menunggu di depan, di bawah pohon rindang. Membayangkan dia bicara seperti itu dengan nadanya yang khas, aku sudah lebih dulu memutar mata.

 

 “Hei,” sapaku seraya membenarkan tatanan rambut yang beterbangan tertiup angin.

 

 Randa menoleh. Hatiku seketika mendesah.

 

Tidak bisa. Aku memang tidak bisa marah padanya. Entah bagaimana cara dia melakukannya, tapi hanya dengan melihat matanya, aku sudah terbius. Terlebih saat ini, segala sesuatu yang ada di dirinya tampak jauh lebih dewasa dibanding dengan seorang Randa enam tahun lalu. Meski kenyataannya dia masih setia dengan rambut plontos andalannya, tapi aku suka. Model rambut itu memang cocok untuknya. Mungkin aku berlebihan, tapi di mataku, Randa memang semenarik itu. 

 

 Dia memberikan helm padaku.

 

 “Sekalian makan malam? Yogi bilang dia lagi mampir ke Jakarta, jadi dia ajak aku, Eca, juga Dinda untuk makan malam bareng. Dan yang pasti aku ngga mungkin datang tanpa bawa kamu. Aku ngga mau nafsu makanku hilang karena Dinda yang pastinya bakal ceramahin aku tentang kamu.”

 

 Aku menyipitkan mata. Bukannya menerima, tanganku justru terlipat erat di dada. Ajakan makan malam bersama yang menarik. Kebetulan sudah hampir sebulan ini aku tidak bertemu Dinda.

 

 “Jadi itu alasannya kenapa kamu kasih aku surat? Emangnya kamu yakin dengan munculnya surat itu di atas meja kerjaku, aku langsung maafin kamu? Cara itu udah basi, Randa.”

 

 Randa menarik kembali helmnya. “Basi, tapi tetap bisa buat kamu senyum-senyum sendiri?”

 

 Barulah tanganku keluar dari persembunyian untuk meninju lengannya yang terbalut jaket.

 

 “Ayolah, aku memang suka surat-surat dari kamu, tapi bukan berarti aku suka kita bertengkar terus.”

 

 “Dalam hubungan itu ngga seru kalau flat sepanjang waktu. Lagi pula, pertengkaran kita juga ngga seberapa. Kebanyakan karena masalah ngga penting dan itu juga sumber masalahnya didominasi sama kamu.”

 

 Mataku melebar. “Didominasi aku? Kamu serius bilang begitu?”

 

 Randa mengedikkan bahu. Berpaling menatap jalanan yang mulai padat.

 

Okay, aku pulang sendiri aja. Aku harap amplop merah jambumu itu hilang, jadi kamu kebingungan gimana caranya buat dapat maaf aku lagi.” 

 

“Oke,” balasnya dan mataku makin mengembang. Tidak biasanya Randa kalah dengan cepat. Padahal aku tidak bermaksud membuatnya marah, karena faktanya aku memang sudah memaafkannya. Namun, serius untuk kali ini dia marah?

 

Randa memasang helm di kepalanya dan menyalakan motor. Suaranya menggelegar di sekitarku. Jujur aku bingung apa aku harus menahannya pergi atau tidak. Jadi yang kulakukan aku hanyalah berdiri sambil diam-diam melirik cemas.

 

Sebelum benar-benar pergi, Randa merogoh sesuatu dari saku bagian dalam jaket. Sigap aku memalingkan wajah sewaktu tahu dia membuka kaca helmnya,

 

“Ini,” ujarnya menyodorkan sebuah amplop merah jambu padaku. “Modal buat kamu minta maaf.”

 

Bahuku melorot. “Ish, Randa!” pekikku kesal, tapi bibirku yang sialan ini tidak bisa untuk tidak tersenyum.

 

Randa menyeringai di balik helmnya. “Udah, cepet naik.”

 

Dengan memberengut aku mengambil amplop tersebut, memakai helm yang diberikan Randa, kemudian melompat cepat ke dalam boncengannya. 

 

Di atas motornya ini, sambil melingkarkan kedua tanganku begitu erat di tubuhnya, aku tidak berharap sekarang juga akan turun hujan—seperti di kebanyakan sinetron atau film drama romance—karena aku tidak butuh hujan untuk menggambarkan keromantisan momenku bersama Randa. Aku hanya butuh surat.

 

Surat-surat darinya yang berisikan rangkaian kata-kata sederhana, tapi anehnya mampu menghadirkan sensasi aneh yang membuatku tak henti-hentinya tersenyum. Memang surat-menyurat di antara kami hanya terjadi sesekali. Apalagi dengan adanya surat itu, sekaligus memberi arti kalau hubungan kami sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja, tapi aku tidak peduli. Mau seperti apa pun rasa marahku padanya, seperti apa pun rasa kesalku padanya, sebab kalau sudah cinta, aku pribadi tidak bisa berlama-lama untuk mengabaikannya. 

 

Tidak pernah bisa.

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Tumpuan Tanpa Tepi
6653      2537     0     
Romance
Ergantha bercita-cita menjadi wanita 'nakal'. Mencicipi segala bentuk jenis alkohol, menghabiskan malam bersama pria asing, serta akan mengobral kehormatannya untuk setiap laki-laki yang datang. Sialnya, seorang lelaki dewasa bermodal tampan, mengusik cita-cita Ergantha, memberikan harapan dan menarik ulur jiwa pubertas anak remaja yang sedang berapi-api. Ia diminta berperilaku layaknya s...
Under The Moonlight
1425      786     2     
Romance
Ini kisah tentang Yul dan Hyori. Dua sahabat yang tak terpisahkan. Dua sahabat yang selalu berbagi mimpi dan tawa. Hingga keduanya tak sadar ‘ada perasaan lain’ yang tumbuh diantara mereka. Hingga keduanya lupa dengan ungkapan ‘there is no real friendship between girl and boy’ Akankah keduanya mampu melewati batas sahabat yang selama ini membelenggu keduanya? Bagaimana bisa aku m...
Aku Menunggu Kamu
102      91     0     
Romance
sebuah kisah cinta yang terpisahkan oleh jarak dan kabar , walaupun tanpa saling kabar, ceweknya selalu mendo'akan cowoknya dimana pun dia berada, dan akhirnya mereka berjumpa dengan terpisah masing-masing
Rumah (Sudah Terbit / Open PO)
2179      983     3     
Inspirational
Ini bukan kisah roman picisan yang berawal dari benci menjadi cinta. Bukan pula kisah geng motor dan antek-anteknya. Ini hanya kisah tentang Surya bersaudara yang tertatih dalam hidupnya. Tentang janji yang diingkari. Penantian yang tak berarti. Persaudaraan yang tak pernah mati. Dan mimpi-mimpi yang dipaksa gugur demi mimpi yang lebih pasti. Ini tentang mereka.
Premium
MARIA
5100      1859     1     
Inspirational
Maria Oktaviana, seorang fangirl akut di dunia per K-Popan. Dia adalah tipe orang yang tidak suka terlalu banyak bicara, jadi dia hanya menghabiskan waktunya sebagian besar di kamar untuk menonton para idolanya. Karena termotivasi dia ingin bercita-cita menjadi seorang idola di Korea Selatan. Hingga suatu ketika, dia bertemu dengan seorang laki-laki bernama Lee Seo Jun atau bisa dipanggil Jun...
EPHEMERAL
92      84     2     
Romance
EPHEMERAL berarti tidak ada yang kekal, walaupun begitu akan tetap kubuktikan bahwa janji kita dan cinta kita akan kekal selamanya walaupun nanti kita dipisahkan oleh takdir. Aku paling benci perpisahan tetapi tanpa perpisahan tidak akan pernah adanya pertemuan. Aku dan kamu selamanya.
The Black Heart
846      445     0     
Action
Cinta? Omong kosong! Rosita. Hatinya telah menghitam karena tragedi di masa kecil. Rasa empati menguap lalu lenyap ditelan kegelapan. Hobinya menulis. Tapi bukan sekadar menulis. Dia terobsesi dengan true story. Menciptakan karakter dan alur cerita di kehidupan nyata.
Of Girls and Glory
2533      1201     1     
Inspirational
Pada tahun keempatnya di Aqiela Ru'ya, untuk pertama kalinya, Annika harus berbeda kamar dengan Kiara, sahabatnya. Awalnya Annika masih percaya bahwa persahabatan mereka akan tetap utuh seperti biasanya. Namun, Kiara sungguh berubah! Mulai dari lebih banyak bermain dengan klub eksklusif sekolah hingga janji-janji yang tidak ditepati. Annika diam-diam menyusun sebuah rencana untuk mempertahank...
Si Neng: Cahaya Gema
96      86     0     
Romance
Neng ialah seorang perempuan sederhana dengan semua hal yang tidak bisa dibanggakan harus bertemu dengan sosok Gema, teman satu kelasnya yang memiliki kehidupan yang sempurna. Mereka bersama walau dengan segala arah yang berbeda, mampu kah Gema menerima Neng dengan segala kemalangannya ? dan mampu kah Neng membuka hatinya untuk dapat percaya bahwa ia pantas bagi sosok Gema ? ini bukan hanya sede...
Tulus Paling Serius
1500      638     0     
Romance
Kisah ini tentang seorang pria bernama Arsya yang dengan tulus menunggu cintanya terbalaskan. Kisah tentang Arsya yang ingin menghabiskan waktu dengan hanya satu orang wanita, walau wanita itu terus berpaling dan membencinya. Lantas akankah lamanya penantian Arsya berbuah manis atau kah penantiannya hanya akan menjadi waktu yang banyak terbuang dan sia-sia?