Maria datang bersama pelayannya Fiona ke kediaman Vessallius di Sovoniyya. Setelah sebelumnya duduk di sofa ruang tamu, Maria dibawa ke rumah kaca Vesallius. Tuan Putri Alice juga diundang pada jamuan teh pada sore ini. Setelah memberi salam, mereka berdua berbincang singkat sebelum Vince datang.
"Selamat datang, Tuan Putri dan Lady Gwydion di Kediaman Vesallius. Saya harap jamuan saya dapat menyenangkan hati Putri dan Lady,” sambut Vince dengan senyuman merekah di wajah.
“Suatu kehormatan saya bisa diundang pada jamuan teh sore ini, Tuan Vesallius. Rumah kaca Anda juga dipenuhi oleh berbagai bunga yang sangat indah. Sungguh pemandangan yang memanjakan mata,” puji Maria.
“Terimakasih, Lady. Ini juga berkat Ray yang ikut andil merawat bunga-bunga kami. Ia paling suka bunga dan terkadang membuatkan saya teh dari bunga juga.”
Begitu mendengar namanya disebutkan, Ray merasa sedikit terkejut. Ia kemudian melirik ke arah Maria lalu menunduk. “Saya hanya berkontribusi sedikit, My Lady. Namun suatu kehormatan rumah kaca dan tanaman ini dapat disukai oleh Lady.”
“Semua bunga adalah cantik. Dan saya paling bunga anyelir merah. Bunga yang dapat berarti rasa cinta yang mendalam tetapi dapat juga berarti cinta yang menyakiti hati. Apakah saya benar?” Maria yang berkata bahwa ia menyukai bunga yang ia tanam. Maria yang menyukai anyelir merah dan mengetahui artinya. Maria yang memastikan bahwa apa yang ia ketahui benar sembari melihat Ray tepat di mata.
Sungguh, semua hal ini membuat jantung Ray berdegup kencang. Pikirannya akan semakin linglung kalau saja Vince tidak menertawakan sikapnya.
“Jangan terlalu menatapnya seperti itu, Lady. Ray itu cukup pemalu. Oh, ya saya sudah menyiapkan kudapannya. Mari kita nikmati, Lady, Putri.”
Ray sedikit berterima kasih karena Vince tidak memasang wajah menggodanya tadi. Di atas meja tersedia teh darjeeling dan juga berbagai kudapan manis. Maria mengambil cangkir teh lalu menyesap tehnya sedikit.
Vince melirik Alice sebentar sebelum ia berbicara mengenai tujuannya pada Maria. “Selain mengajak Lady untuk minum teh, saya juga ingin mengajak Lady pergi ke Bukit Sion dan Situs Wellover. Bila berkenan, Lady, Tuan Putri dan saya akan pergi bersama kesana,” tawar Vince.
Pada hari selanjutnya lah mereka pergi menuju Bukit Sion. Bukit Sion berada dekat perbatasan ibu kota dan wilayah Bridgetown. Mereka pergi ketika sinar matahari belum terlalu menyengat agar dapat leluasa menyusuri bukit tersebut.
Ray dan para pelayan lain menyiapkan kebutuhan dengan baik. Vince berada di kereta yang sama dengan Alice. Awalnya Maria ingin di kereta sendiri karena hampir berjumlah empat orang. Pelayan pribadinya juga ingin ikut bersamanya di kereta yang sama untuk melayaninya.
"Lady, apa Lady yakin saya berada di kereta yang berbeda dengan Lady?" Ray sempat mencuri dengar pelayan gadis itu bertanya dengan raut sedih.
Namun Maria mengibaskan tangannya dan memasang senyum percaya diri yang mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja. Setelah menenangkan pelayan pribadinya itu, Maria berjalan ke arahnya. Maria mengulurkan tangannya dan meminta tangan Ray untuk menjadi tumpuan agar bisa masuk kedalam kereta.
Ray menerima tangan berbalut sarung tangan lembut milik Maria. Ia sempat melihat Maria tersenyum kecil. Ini kali pertama dalam hidupnya mengalami seorang nona bangsawan yang tersenyum padanya. Siapapun tolong Ray yang wajahnya seperti terbakar!
Vince dan Alice sudah berada didalam kereta terlebih dahulu. Ketika Maria sudah masuk, ia duduk bersisian dengan Alice sementara Ray duduk disamping Vince.
Mereka menyusuri lajur yang sudah dibuat disepanjang bukit menuju puncaknya. Mereka pergi ketika tengah hari sudah lewat dan sampai di Bukit Sion ketika hampir menjelang petang. Cuaca yang mendkung serta bukit yang dipenuhi oleh pepohonan membuat udara menjadi sejuk.
Saat mulai memasuki kaki bukit, Maria sudah merasakan energi yang menyelimuti bukit ini. Ia merasakan energi seperti berterbangan dan terus berputar dalam ruang udara.
Semakin tinggi mendekati puncak, ia merasakan energi itu terus meningkat. Sedikit demi sedikit energi tersebut masuk melalui jarinya dan memenuhi tubuhnya. Ia merasa jiwanya merasa tenang dan rileks.
“Sebelum itu, mari kita melihat sungai terlebih dahulu, Lady!” ajak Vince. Alice juga menganggukkan kepalanya setuju atas rencana Vince.
Mereka pergi menuju salah satu titik aliran sungai dari bukit tersebut. Maria terlihat sangat terkesima akan pemandangan di hadapannya. Beberapa sinar mentari yang masuk dari sela-sela pohon dan daun terlihat seperti tirai raksasa yang sangat indah. Aliran sungai yang sangat jernih dan mentari yang bersinar membuatnya terlihat seperti kaca. Maria dapat melihat ikan-ikan kecil berenang pelan di sungai itu.
“Indah sekali…”
Ray mendengar Maria bergumam pelan. Ray selalu setuju bahwa pemandangan di bukit ini menenangkan hati. Sejujurnya, Vince dan Alice sudah sering menyelinap untuk pergi ke bukit ini. Ray yang selalu mengikuti Tuannya menjadi sering melihat pemandangan di bukit ini.
Sesuai yang dikatakan, usia Vince masih enam belas tahun dan karena ia mengemban jabatan sebagai anak Duke, ia tidak bisa bebas. Jadi ketika ia berada di tempat pelariannya di Bukit Sion ia berlaku seperti anak kecil.
“Young Master, tolong jangan memanjat! Anda bisa terluka nanti!” Ray berseru khawatir ketika melihat Vince sudah mulai memanjat pohon.
Maria berjalan-jalan menyusuri bukit. Alice juga bersama dengan Maria, tapi akhirnya ia menyoraki Vince untuk melakukan hal yang membuat Ray khawatir.
Memang kewajiban Ray untuk mengikuti tuannya, tapi ia juga lelah bila terus mengejar tuannya. Maka ia mengusulkan hal yang menjadi tujuan awal mereka.
“Young master, bukankah Young Master juga mengenalkan Bukit Sion sebagai tempat untuk melatih sihir. Akan tetapi, Young Master lakukan hanya bermain saja sedari tadi.”
Vince berhenti dari aktivitas tidur-tidurannya. Ia bersama Alice sedang mengatur napas karena tadi mengejar hewan yang entah itu apa. Ray tidak paham isi pikiran tuannya tersebut.
“OH YA BENAR!” teriak Vince.
Alice datang dan menemui Maria. “Lady, sepertinya Tuan yang mengajak kita sudah melupakan tujuan utamanya kemari. Mari kita berlatih sihir. Saya juga ingin melihat bagaimana sihir dari keluarga Gwydion.”
Vince kemudian menghampiri Maria dan Alice. Mereka bertiga akhirnya berkumpul dan berdiri bersisian. Vince menatap kedua gadis itu bergantian dengan iris mata hijaunya.
“Bagaimana bila kita mulai dari tamu kita kali ini, Lady Gwydion? Keluarga Duke dan Count memang bekerja sama, tetapi saya belum pernah melihat langsung bagaimana sihir Anda. Apakah Anda berkenan untuk menunjukkannya, My Lady?”
Alice juga nampak setuju. Ia menatap Maria dan menunjukkan ketertarikan. “Itu benar. Selaku Putri aku juga ingin melihat sihir keturunan Gwydion yang terkenal itu.”
Maria tertawa malu. “Ah, Anda berlebihan. Namun boleh juga. Ini pertama kalinya saya memperlihatkan sihir saya. Saya juga bisa belajar dari Tuan dan juga Putri yang pasti sudah lebih berbakat dibanding saya.”
“Ah, Lady bisa aja,” Vince membalas pujian halus Maria sambil tersipu malu. Ray merasa sedikit geli dengan ekspresi Tuannya itu.