Read More >>"> Seharap (16. Kala Sendiri) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Seharap
MENU
About Us  

"Ini ...." Tisha mengendus-endus sambil memejam hidmat. Senyum tipisnya terlukis, merasai aroma yang menelusup indra penciumnya. "Hem ... boluku," gumamnya syahdu.

 Membuka mata, Tisha melempar kemoceng di tangan kanannya ke dekat kaki lemari kaca, lalu dengan semangat mengambil langkah cepat menuju sumber aroma.

 Sesampainya di dapur, Tisha cekatan memakai sarung tangan cempal lalu mendekati oven yang terpasang di atas kompor yang menyalakan api sedang. Terampil Tisha mematikan kompor, membuka pintu oven, dan mengeluarkan sebuah loyang berbentuk hati. Seketika asap mengepul bersamaan dengan menguarnya aroma pandan yang sedap dihidu.

 "Perfect," seru Tisha kesenangan setelah memindahkannya ke baki. Dipandanginya haru hasil olahan tangannya itu. Seperti biasa, indah, warnanya yang hijau cerah dengan pinggiran yang kering begitu menggugah selera.

 Namun, Tisha tak akan mencicipiya sekarang. Sebab, teringat masih ada yang harus dilakukan di ruang sebelah. Akhirnya Tisha mengangkat baki itu dan membawanya meninggalkan dapur.

 Baru selangkah Tisha menginjak lantai ruang keluarga, tiba-tiba guntur menyambar dengan keras. Seketika ekspresi Tisha berubah panik, dia meletakkan baki sembarangan di sofa, lalu terbirit-birit menuju pintu utama.

 "Hadeuh," keluh Tisha begitu tiba di luar dan mendapati langit yang beberapa saat lalu masih begitu cerah, kini malah berubah gelap mendung. Tak mau menunggu hujan turun, segera saja dia berlari menyerbu halaman, tanpa alas kaki, demi mengangkat jemuran yang tidak bisa dibilang sedikit.

 "Huh ...." Tisha ngos-ngosan usai mengamankan bertumpuk pakaian, sepatu, dan bungkus perlengkapan tidur. Langsung saja dia menjatuhkan tubuh di karpet dekat kemoceng yang tadi dia jatuhkan. Lemas sekali rasanya.

 Akibat dari ultimatum sang kakak yang melarangnya tidur kebablasan, membuat Tisha kehilangan selera untuk berleha-leha, sehingga beginilah jadinya. Sejak kepergian Riana, Tisha malah melakukan serangkaian kegiatan rumah tangga.

 Mulai dari menyapu, mengepel, menata kamar, mencuci berbagai barang, membereskan dapur, dan hampir berakhir dengan memberisihkan debu pada benda-benda hias di lemari kaca. Namun, karena cuaca yang tiba-tiba berganti, dia jadi harus bersiap untuk menyetrika pakaian-pakaian yang barusan diangkat.

 Pandangan Tisha tertuju pada langit-langit ruangan yang kini telah lebih bersih, tak ada lagi sarang laba-laba di setiap sudutnya. Jika ditanya berat, jelas dia tak akan mengelak untuk menjawab 'iya' atas apa yang dilakukannya hari ini. Sebab, memang biasanya semua itu dilakukan berdua dengan Riana dalam sistem bagi tugas, Tisha kebagian mengurus cucian, membereskan dapur, dan membuat konsumsi, sementara Riana bertugas membersihkan ruangan lainnya.

 Namun, Tisha tak akan mengeluh, karena menurutnya ini adalah salah satu cara meringankan beban sang kakak. Tisha sadar bahwa menjadi Riana itu tidak mudah.

 Satu windu yang lalu, saat orang tua mereka meninggal, usia Riana baru menginjak sembilan belas tahun, posisinya belum lama berstatus sebagai mahasiswa universitas negeri di kota sebelah. Tragedi yang terjadi memaksanya berjibaku dengan serentetan hal yang mendewasakannya tiba-tiba.

 Tisha ingat jelas bagaimana sang kakak yang seolah lupa caranya menangis saat mengiringi kepergian ayah ibu mereka ke tempat peristirahatan terakhir. Begitu tegar dia menyibukkan dirinya dengan urusan pemakaman dan melayani para pelayat. Riana menguatkan Tisha untuk tidak menangis dengan tak mengacuhkan rasa sakitnya sendiri.

 Adapun Tisha yang masih cukup kecil, baru duduk di kelas dua sekolah dasar, hanya bisa mengamati semuanya dalam diam. Tisha tidak bisa atau lebih tepatnya tak tahu harus melakukan apa untuk membantu sang kakak saat itu. Yang Tisha lakukan hanya terus berada di sisi Riana sambil sesekali menggenggam tangannya.

 Saat itu juga bukan murni egois untuk dirinya saja Tisha minta pindah sekolah. Tisha terpikir hal itu setelah melihat Riana tampak kerepotan bolak-balik kota sebelah dan rumah untuk melanjutkan pendidikan juga mengurus Tisha. Oleh karena itulah Tisha mengeluarkan jurus rengekan agar Riana bersedia membawanya turut serta ke kota sebelah.

 Tisha mengusap sudut mata yang tanpa sadar berair. Jika mengingat masa itu sangat menyesakkan rasanya. Mereka dua gadis lugu, tanpa aba-aba dituntut harus bahu membahu untuk terus menjalani hidup yang berliku.

 Tubuh Tisha terbangun, berganti posisi menjadi duduk. Sudahlah. Sudah berlalu ini. Jangan diratapi, Tisha!

 Sekarang fokus saja pada tujuan menjadi pemberani yang mandiri agar tidak merepotkan Riana lagi, sehingga Riana bisa mulai memikirkan diri sendiri dan mencari pasangan hidupnya.

 •••

 Tepat saat waktu beranjak sore, akhirnya Tisha bisa bernapas lega. Semua urusan berbenah sudah tuntas dikerjakan dan dia sudah membasuh diri. Sekarang waktunya menikmati bolu yang pasti sudah sangat dingin siap memanjakan lidah.

 Sambil mengusap-usap pemotong berbahan plastik di tangannya, Tisha duduk di lantai sebelah sofa tempat bolu itu tersimpan. Tisha menjilat bibir, tak sabar ingin segera menikmati. Namun, belum tuntas pemotong itu membagi bolu, terdengar seruan keras yang cukup mengganggu.

 "Tisha, sini! Bantu Teteh angkat ini!" Suara itu terdengar nyaring bersamaan dengan terbukanya pintu utama secara kasar.

 Tisha memutar bola mata. Akhirnya partner makannya datang. "Bentar!" sahutnya tak kalah keras. Dia letakkan pemotong di sisi baki, lalu bangkit.

 "Bawa apa?" tanya Tisha begitu kakinya sudah tinggal beberapa langkah lagi dari posisi Riana yang tampak sedang mengatur napas.

 "Ini." Riana bergeser sedikit, lalu terlihatlah sebuah karung yang cukup besar di ambang pintu.

 "Panen?" Tisha mendekati karung itu dan meraba-raba. "Kok sekarang? Belum waktunya padahal."

 Riana menyeka keringat di dahi dengan ujung kerudung. "Ada hama. Jadi, daripada rusak semua, mendingan dipanen muda."

 Tisha membulatkan mulut. Tidak terlalu terkejut karena kabar itu. Mengingat akhir-akhir ini cuaca memang tidak menentu, maka pantas pertumbuhan tanaman akan terganggu.

 "Ya udah, minta tolong angkut ke dapur, Teteh udah lemes banget." Riana mengayunkan kaki untuk menuju ruang keluarga.

 Tisha mengekori sang kakak dengan kedua tangan yang menyeret karung. "Padahal jangan bawa banyak-banyak. Bakal ada yang kebuang nantinya."

 Riana menghentikan langkah tiba-tiba, berbalik dengan bola mata melebar. "Heh, mana boleh dibuang! Masukin kulkas aja."

 Tisha berdecak. "Stok minggu lalu aja masih banyak. Kulkas penuh."

 "Kamu 'kan bisa olah jadi macam-macam makanan."

 Desisan lolos dari bibir Tisha. "Ke-ba-nya-kan, Teteh! Muak nanti makannya," geramnya sambil mencebik. Kesal sekali. Dia memang suka memasak, tetapi jika terlalu banyak dia tak akan mau menghabiskannya.

 Riana membalikkan tubuh lagi, melanjutkan perjalanan. "Ya udah, bagikan ke orang lain saja."

 Alis Tisha terangkat sebelah. "Siapa?"

 Riana terdiam beberapa sekon, mengusap dagu, lalu menjentikkan jemari. "Bawa hasilnya ke panti, bagi ke anak-anak."

 Tisha cengo. "Panti apa?"

 Riana yang sudah duduk di sofa mencomot sembarang sisi bolu. "Panti Lentera Asa. Besok kan pergi ke sana."

 "Siapa yang mau ke sana?"

 "Ya, kamulah!" sahut Riana sekenanya di tengah kunyahannya yang sangat menikmati cita rasa manis.

 "Hah?" Ekspresi Tisha tak terkontrol, menunjukkan keterkejutan berlebihan.

 Riana berdeham, membangun suasana serius. "Teteh udah ngobrol sama Bu Santi tadi siang, tentang kelanjutan kebersamaan kamu sama Sawala. Katanya Sawala masih mau melanjutkan kok, malah dia mengajukan buat pergi bareng ke panti, besok."

 Tisha menggoyang-goyang kepala. "Tentang alasan dia banyak diam kemarin gimana?"

 Riana mengedikkan bahu. "Teteh gak tanya-tanya bagian itu, tapi Teteh yakin dia bakalan ngasih penjelasan ke kamu."

 Lutut Tisha lemas seketika, tak dapat menopang tubuh, dia jatuh berjongkok di sisi karung yang masih teronggok. Fakta akan melanjutkan tantangan, membuat perasaanya tak karuan. Satu sisi senang setengah perjuangan yang sudah dilakukannya tidak sia-sia begitu saja, sisi lainnya ketar-ketir membayangkan kesukaran yang akan menyambutnya.

 "Oh!" Riana bertepuk tangan sekali. "Atau mungkin malah udah dia lakukan kali, ya. Tadi kata Bu Santi, Sawala ada minta nomor kamu. Bisa jadi dia udah kirim chat ke kamu."

 "Chat?" Tisha bangkit tiba-tiba, lalu berlari menuju kamarnya

 "Eh, karungnya, Sha!" Riana berusaha menahan.

 Namun, tidak Tisha gubris. Dia malah segera meraih ponsel pintarnya, dan mengusap-usap layarnya dengan tegang. Sampai terlihatlah sebuah gelembung notifikasi berisi ....

 [Assalamu'alaikum, Dek Tisha, ini Sawala]

 Tisha membalas salam. Tak lama Sawala kembai mengirim pesan, cukup panjang.

 ["Maaf, ya, Dek, buat sikapku beberapa hari lalu yang kayak sok cuek ke kamu. Aku melakukan itu karena gak mau bikin kamu gak nyaman. Aku ... sadar kalau sikapku di awal kita bertemu itu terlalu agresif, banyak bicara juga ... seenaknya melakukan skinship ke kamu.]

 Saat Tisha masih terpaku, Sawala meneruskan.

 [Saat kamu seperti menjadi dingin, tidak terlalu menanggapi ucapanku, aku jadi sadar, mungkin kamu gak nyaman. Makanya aku menahan diri untuk tidak lagi bersikap berlebihan, agar kamu tidak menghentikan kebersamaan kita sebelum waktunya. Kuharap kamu mau memaafkan, ya.]

 Dagu Tisha agak jatuh. Kok seperti terbalik, sih? Tisha pikir aksi sok cuek Sawala karena sudah tak mau melanjutkan kebersamaan mereka. Namun, ternyata Sawala ingin mempertahankan. Ah, Tisha bingung.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
RIUH RENJANA
313      237     0     
Romance
Berisiknya Rindu membuat tidak tenang. Jarak ada hanya agar kita tau bahwa rindu itu nyata. Mari bertemu kembali untuk membayar hari-hari lalu yang penuh Renjana. "Riuhnya Renjana membuat Bumantara menyetujui" "Mari berjanji abadi" "Amerta?"eh
Depaysement (Sudah Terbit / Open PO)
2455      1150     2     
Mystery
Aniara Indramayu adalah pemuda biasa; baru lulus kuliah dan sibuk dengan pekerjaan sebagai ilustrator 'freelance' yang pendapatannya tidak stabil. Jalan hidupnya terjungkir balik ketika sahabatnya mengajaknya pergi ke sebuah pameran lukisan. Entah kenapa, setelah melihat salah satu lukisan yang dipamerkan, pikiran Aniara dirundung adegan-adegan misterius yang tidak berasal dari memorinya. Tid...
Premium
Di Bawah Langit yang Sama dengan Jalan yang Berbeda
4045      1322     10     
Romance
Jika Kinara bisa memilih dia tidak ingin memberikan cinta pertamanya pada Bian Jika Bian bisa menghindar dia tidak ingin berpapasan dengan Kinara Jika yang hanya menjadi jika karena semuanya sudah terlambat bagi keduanya Benang merah yang semula tipis kini semakin terlihat nyata Keduanya tidak bisa abai walau tahu ujung dari segalanya adalah fana Perjalanan keduanya untuk menjadi dewasa ti...
Kiara - Sebuah Perjalanan Untuk Pulang
1791      911     2     
Romance
Tentang sebuah petualangan mencari Keberanian, ke-ikhlasan juga arti dari sebuah cinta dan persahabatan yang tulus. 3 Orang yang saling mencintai dengan cara yang berbeda di tempat dan situasi yang berbeda pula. mereka hanya seorang manusia yang memiliki hati besar untuk menerima. Kiara, seorang perempuan jawa ayu yang menjalin persahabatan sejak kecil dengan Ardy dan klisenya mereka saling me...
Lebih dari Cinta Rahwana kepada Sinta
652      490     0     
Romance
Pernahkan mendengarkan kisah Ramayana? Jika pernah mendengarnya, cerita ini hampir memiliki kisah yang sama dengan romansa dua sejoli ini. Namun, bukan cerita Rama dan Sinta yang akan diceritakan. Namun keagungan cinta Rahwana kepada Sinta yang akan diulas dalam cerita ini. Betapa agung dan hormatnya Rahwana, raksasa yang merajai Alengka dengan segala kemewahan dan kekuasaannya yang luas. Raksas...
Heliofili
1531      784     2     
Romance
Hidup yang sedang kami jalani ini hanyalah kumpulan berkas yang pernah kami tandatangani di kehidupan sebelumnya— dari Sastra Purnama
Premium
MARIA
5079      1839     1     
Inspirational
Maria Oktaviana, seorang fangirl akut di dunia per K-Popan. Dia adalah tipe orang yang tidak suka terlalu banyak bicara, jadi dia hanya menghabiskan waktunya sebagian besar di kamar untuk menonton para idolanya. Karena termotivasi dia ingin bercita-cita menjadi seorang idola di Korea Selatan. Hingga suatu ketika, dia bertemu dengan seorang laki-laki bernama Lee Seo Jun atau bisa dipanggil Jun...
Wanita Di Sungai Emas (Pendek)
276      188     3     
Fantasy
Beberapa saat kemudian, aku tersandung oleh akar-akar pohon, dan sepertinya Cardy tidak mengetahui itu maka dari itu, dia tetap berlari... bodoh! Akupun mulai menyadari, bahwa ada sungai didekatku, dan aku mulai melihat refleksi diriku disungai. Aku mulai berpikir... mengapa aku harus mengikuti Cardy? Walaupun Cardy adalah teman dekatku... tetapi tidak semestinya aku mengikuti apa saja yang dia...
My World
465      307     1     
Fantasy
Yang Luna ketahui adalah dirinya merupakan manusia biasa, tidak memiliki keistimewaan yang sangat woah. Hidup normal menyelimutinya hingga dirinya berusia 20 tahun. Sepucuk surat tergeletak di meja belajarnya, ia menemukannya setelah menyadari bahwa langit menampilkan matahari dan bulan berdiri berdampingan, pula langit yang setengah siang dan setengah malam. Tentu saja hal ini aneh baginya. I...
The Alpha
1168      584     0     
Romance
Winda hanya anak baru kelas dua belas biasa yang tidak menarik perhatian. Satu-satunya alasan mengapa semua orang bisa mengenalinya karena Reza--teman masa kecil dan juga tetangganya yang ternyata jadi cowok populer di sekolah. Meski begitu, Winda tidak pernah ambil pusing dengan status Reza di sekolah. Tapi pada akhirnya masalah demi masalah menghampiri Winda. Ia tidak menyangka harus terjebak d...