Loading...
Logo TinLit
Read Story - Seharap
MENU
About Us  

“Ini ....” Tisha mengendus-endus sambil memejam khidmat. Senyum tipisnya terlukis, meresapi aroma yang menelusup indra penciuman. “Hem ... boluku,” gumamnya sembari melepas kemoceng di tangan, lalu mengambil langkah cepat menuju sumber aroma.

Sesampainya di dapur, Tisha cekatan memakai sarung tangan cempal dan mendekati oven yang terpasang di atas kompor yang menyalakan api sedang. Dengan terampil Tisha mengeluarkan sebuah loyang berbentuk hati. Seketika asap mengepul di sekitarnya.

Perfect.” Tisha kesenangan setelah memindahkannya ke baki. Dipandanginya dengan bahagia haru hasil olahan tangan itu. Seperti biasa, indah, warnanya hijau cerah dengan pinggiran yang kering begitu menggugah selera. Namun, Tisha tidak akan mencicipiya sekarang. Sebab, teringat masih ada yang harus dibereskan. Akhirnya, Tisha mengangkat baki itu dan meninggalkan dapur.

Baru selangkah Tisha menginjak lantai ruang keluarga, tiba-tiba guntur menyambar dengan keras. Seketika ekspresi Tisha berubah panik, dia meletakkan baki sembarangan di sofa, lalu terbirit-birit menuju pintu utama.

“Hadeuh,” keluh Tisha begitu tiba di luar dan mendapati langit yang beberapa saat lalu masih begitu cerah, kini malah berubah mendung. Tidak mau menunggu hujan turun, segera saja dia berlari menyerbu halaman, tanpa alas kaki, demi mengangkat jemuran yang tidak bisa dibilang sedikit.

“Huh ....” Tisha ngos-ngosan usai mengamankan bertumpuk pakaian, sepatu, dan berbagai sarung perlengkapan tidur. Dia menjatuhkan tubuh di karpet dekat kemoceng, rasanya dia kelelahan sekali.

Akibat dari ultimatum sang kakak yang melarang tidur kebablasan, membuat Tisha kehilangan selera untuk berleha-leha, sehingga beginilah jadinya. Sejak kepergian Riana, Tisha melakukan serangkaian kegiatan rumah tangga. Mulai dari membersihkan lantai sampai langit-langit ruangan. Tadinya hampir berakhir dengan memberisihkan debu pada benda-benda hias di lemari kaca. Namun, karena cuaca yang tiba-tiba kelabu, dia jadi harus bersiap untuk menyetrika kain-kain yang barusan diangkat.

Tisha mengembuskan napas panjang. Jika ditanya berat, jelas dia tak akan mengelak untuk menjawab 'iya' atas apa yang dilakukannya hari ini. Sebab, biasanya semua itu dilakukan berdua dengan Riana dalam sistem bagi tugas, Tisha kebagian mengurus cucian, membereskan dapur, dan membuat konsumsi, sementara Riana bertugas membersihkan ruangan lainnya. Meski begitu, Tisha tidak akan mengeluh, karena menurutnya ini adalah salah satu cara meringankan beban sang kakak. Tisha sadar bahwa menjadi Riana tidak mudah.

Satu windu lalu, saat orang tua mereka meninggal, usia Riana baru menginjak 20 tahun, posisinya belum lama berstatus sebagai mahasiswa universitas negeri di kota sebelah. Tragedi yang terjadi memaksa Riana berjibaku dengan serentetan hal yang mendewasakan tiba-tiba.

Tisha ingat jelas bagaimana sang kakak yang seolah lupa cara menangis saat mengiringi kepergian bunda dan ayah mereka ke tempat peristirahatan terakhir. Riana begitu tegar menyibukkan diri dengan urusan pemakaman dan melayani para pelayat. Riana juga berusaha keras menguatkan Tisha sampai tidak mengacuhkan rasa sakitnya sendiri.

Adapun Tisha yang masih kecil, baru duduk di kelas dua sekolah dasar, hanya bisa mengamati semuanya dalam diam. Tisha tidak bisa atau lebih tepatnya tidak tahu harus melakukan apa untuk membantu sang kakak. Yang bisa Tisha lakukan saat itu hanya terus berada di sisi Riana sambil sesekali menggenggam tangannya.

Saat itu juga bukan murni egois untuk dirinya saja Tisha minta pindah sekolah. Tisha terpikir hal itu setelah melihat Riana tampak kerepotan bolak-balik kota sebelah dan rumah untuk melanjutkan pendidikan sekaligus mengurus Tisha. Oleh karena itu, Tisha mengeluarkan jurus rengekan agar Riana bersedia membawanya turut serta ke kota sebelah.

Tisha mengusap sudut mata yang tanpa sadar berair. Jika mengingat masa itu, sangat menyesakkan rasanya. Mereka dua gadis lugu, tanpa aba-aba dituntut harus bahu-membahu untuk terus menjalani hidup yang berliku sebagai yatim piatu.

Kini Tisha mengembuskan napas panjang. Sudahlah. Sudah berlalu ini. Jangan diratapi, Tisha!

Harusnya sekarang Tisha fokus saja pada tujuan menjadi pemberani yang mandiri dan tidak merepotkan Riana lagi, supaya Riana bisa mulai memikirkan diri sendiri dan mencari pasangan hidup.

***

Waktu beranjak sore, akhirnya Tisha bisa meregangkan tubuh. Semua urusan berbenah sudah tuntas dan dia sudah membasuh diri. Sekarang waktunya menikmati bolu yang pasti sudah siap dingin memanjakan lidah.

Tisha menjilat bibir, tidak sabar ingin segera menikmati. Namun, belum tuntas membelah bolu, terdengar seruan yang cukup mengganggu.

“Tisha, sini! Bantu Teteh angkat ini!”

Tisha memutar bola mata. Akhirnya partner makannya datang. “Bentar!” sahut Tisha tidak kalah keras, sembari menuju Riana. “Bawa apa?”

“Ini.” Riana bergeser sedikit, lalu terlihatlah sebuah karung besar di ambang pintu.

“Panen?” Tisha mendekati karung itu dan meraba-raba. “Kok sekarang? Padahal belum waktunya, kan?”

Riana menyeka keringat di dahi dengan ujung kerudung. “Ada hama. Jadi, daripada rusak semua, mendingan dipanen muda.”

Tisha membulatkan mulut. Tidak terlalu terkejut karena kabar itu. Mengingat akhir-akhir ini cuaca memang tidak menentu, maka pantas pertumbuhan tanaman akan terganggu.

“Ya udah, minta tolong angkut ke dapur, Teteh udah lemes banget.” Riana mengayunkan kaki untuk menuju ruang keluarga.

Tisha mengekori sang kakak dengan kedua tangan yang menyeret karung. “Padahal jangan bawa banyak-banyak. Bakal ada yang kebuang nantinya.”

Riana menghentikan langkah tiba-tiba, berbalik dengan bola mata melebar. “Heh, mana boleh dibuang! Masukin kulkas aja.”

Tisha berdecak. “Stok minggu lalu aja masih banyak. Kulkas penuh.”

“Kamu kan bisa olah jadi macam-macam makanan.”

Desisan lolos dari bibir Tisha. “Ke-ba-nya-kan, Teteh! Muak nanti makannya.” Dia menahan kesal. Dia memang tidak keberatan harus memasak sebanyak apa pun. Namun, membayangkan harus menghabiskannya sendiri, dia mual duluan.

“Ya udah, bagikan ke orang lain saja.”

Alis Tisha terangkat sebelah. “Siapa?”

Riana terdiam beberapa sekon, mengusap dagu, lalu menjentikkan jemari. “Bawa hasilnya ke panti, bagi ke anak-anak.”

Tisha cengo. “Panti apa?”

“Panti Lentera Asa. Besok kan mau ke sana.” Riana menyahut ringan sambil duduk di sofa dan mencomot bolu.

Tisha melepaskan pegangan pada karung. “Siapa?”

“Ya, kamulah!”

“Hah?” Ekspresi Tisha tak terkontrol, menunjukkan keterkejutan berlebihan.

Riana berdeham, membangun suasana serius. “Teteh udah ngobrol sama Bu Santi tadi siang, tentang kelanjutan kebersamaan kamu sama Sawala. Katanya Sawala masih mau melanjutkan, kok, malah dia mengajukan buat pergi bareng ke panti, besok.”

Tisha masih memasang ekspresi gamang. “Tentang alasan dia banyak diam kemarin gimana?”

Riana mengedikkan bahu. “Teteh enggak tanya bagian itu, tapi Teteh yakin dia bakalan ngasih penjelasan ke kamu.”

Lutut Tisha lemas seketika, tidak dapat menopang tubuh, dia jatuh berjongkok di sisi karung yang masih teronggok. Fakta akan melanjutkan tantangan ini membuat perasaanya tak keruan. Satu sisi senang setengah perjuangan yang sudah dilakukannya tidak sia-sia begitu saja, sisi lainnya ketar-ketir membayangkan kesukaran yang akan menyambutnya.

“Oh!” Riana bertepuk tangan sekali. “Atau mungkin malah udah dia lakukan kali, ya? Tadi kata Bu Santi, Sawala ada minta nomor kamu. Udah Teteh kasih. Bisa jadi dia udah kirim chat ke kamu.”

Chat?” Tisha tertegun. Seharian ini dia belum membuka ponsel karena sibuk beres-beres. Lekas saja dia berlari menuju kamar.

“Eh, karungnya, Sha!” Riana berusaha menahan.

Namun, Tisha tidak menggubris. Dia malah segera meraih ponsel, mengusap-usap layarnya dengan tegang. Sampai terlihatlah sebuah gelembung notifikasi berisi ....

[Assalamu'alaikum, Dek Tisha, ini Sawala]

[Maaf, ya, Dek, buat sikapku kemarin-kemarin yang mungkin terkesan cuek ke kamu. Aku melakukan itu karena enggak mau bikin kamu enggak nyaman. Aku sadar kalau sikapku di awal kita bertemu terlalu agresif, banyak bicara juga seenaknya melakukan skinship ke kamu.]

Tisha masih terpaku, Sawala terus mengirimkan lanjutan pesan.

[Saat kamu mulai tidak terlalu menanggapi ucapanku, aku jadi sadar, mungkin kamu enggak nyaman. Makanya aku berusaha menahan diri untuk enggak lagi bersikap berlebihan, agar kamu enggak menghentikan kebersamaan kita sebelum waktunya. Kuharap kamu mau memaafkanku, ya.]

Dagu Tisha agak jatuh. Kok seperti terbalik, sih? Tisha pikir aksi cuek Sawala karena sudah tidak mau melanjutkan kebersamaan mereka. Namun, ternyata Sawala ingin mempertahankan. Ah, Tisha jadi pusing.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Tulus Paling Serius
9746      1055     0     
Romance
Kisah ini tentang seorang pria bernama Arsya yang dengan tulus menunggu cintanya terbalaskan. Kisah tentang Arsya yang ingin menghabiskan waktu dengan hanya satu orang wanita, walau wanita itu terus berpaling dan membencinya. Lantas akankah lamanya penantian Arsya berbuah manis atau kah penantiannya hanya akan menjadi waktu yang banyak terbuang dan sia-sia?
Kanvas Putih
152      133     0     
Humor
Namaku adalah Hasywa Engkak, yang berarti pengisi kehampaan dan burung hitam kecil. Nama yang memang sangat cocok untuk kehidupanku, hampa dan kecil. Kehidupanku sangat hampa, kosong seperti tidak ada isinya. Meskipun masa depanku terlihat sangat tertata, aku tidak merasakannya. Aku tidak bahagia. Wajahku tersenyum, tetapi hatiku tidak. Aku hidup dalam kebohongan. Berbohong untuk bertahan...
Rekal Rara
12753      3691     0     
Romance
"Kita dipertemukan lewat kejadian saat kau jatuh dari motor, dan di pisahkan lewat kejadian itu juga?" -Rara Gleriska. "Kita di pertemukan oleh semesta, Tapi apakah pertemuan itu hanya untuk sementara?" -Rekal Dirmagja. ▪▪▪ Awalnya jatuh dari motor, ehh sekarang malah jatuh cinta. Itulah yang di alami oleh Rekal Dirmagja, seorang lelaki yang jatuh cinta kepada wanita bernama Rar...
Kiara - Sebuah Perjalanan Untuk Pulang
3064      1317     2     
Romance
Tentang sebuah petualangan mencari Keberanian, ke-ikhlasan juga arti dari sebuah cinta dan persahabatan yang tulus. 3 Orang yang saling mencintai dengan cara yang berbeda di tempat dan situasi yang berbeda pula. mereka hanya seorang manusia yang memiliki hati besar untuk menerima. Kiara, seorang perempuan jawa ayu yang menjalin persahabatan sejak kecil dengan Ardy dan klisenya mereka saling me...
Edelweiss: The One That Stays
2216      900     1     
Mystery
Seperti mimpi buruk, Aura mendadak dihadapkan dengan kepala sekolah dan seorang detektif bodoh yang menginterogasinya sebagai saksi akan misteri kematian guru baru di sekolah mereka. Apa pasalnya? Gadis itu terekam berada di tempat kejadian perkara persis ketika guru itu tewas. Penyelidikan dimulai. Sesuai pernyataan Aura yang mengatakan adanya saksi baru, Reza Aldebra, mereka mencari keberada...
Niscala
350      235     14     
Short Story
Namanya Hasita. Bayi yang mirna lahirkan Bulan Mei lalu. Hasita artinya tertawa, Mirna ingin ia tumbuh menjadi anak yang bahagia meskipun tidak memiliki orang tua yang lengkap. Terima kasih, bu! Sudah memberi kekuatan mirna untuk menjadi seorang ibu. Dan maaf, karena belum bisa menjadi siswa dan anak kebanggaan ibu.
Adiksi
7740      2309     2     
Inspirational
Tolong ... Siapa pun, tolong aku ... nafsu ini terlalu besar, tangan ini terlalu gatal untuk mencari, dan mata ini tidak bisa menutup karena ingin melihat. Jika saja aku tidak pernah masuk ke dalam perangkap setan ini, mungkin hidupku akan jauh lebih bahagia. Aku menyesal ... Aku menyesal ... Izinkan aku untuk sembuh. Niatku besar, tetapi mengapa ... mengapa nafsu ini juga sama besarnya!...
House with No Mirror
464      349     0     
Fantasy
Rumah baru keluarga Spiegelman ternyata menyimpan harta karun. Anak kembar mereka, Margo dan Magdalena terlibat dalam petualangan panjang bersama William Jacobs untuk menemukan lebih banyak harta karun. Berhasilkah mereka menguak misteri Cornwall yang selama ini tersembunyi?
Lebih dari Cinta Rahwana kepada Sinta
3174      1604     0     
Romance
Pernahkan mendengarkan kisah Ramayana? Jika pernah mendengarnya, cerita ini hampir memiliki kisah yang sama dengan romansa dua sejoli ini. Namun, bukan cerita Rama dan Sinta yang akan diceritakan. Namun keagungan cinta Rahwana kepada Sinta yang akan diulas dalam cerita ini. Betapa agung dan hormatnya Rahwana, raksasa yang merajai Alengka dengan segala kemewahan dan kekuasaannya yang luas. Raksas...
Teman Hidup
6554      2411     1     
Romance
Dhisti harus bersaing dengan saudara tirinya, Laras, untuk mendapatkan hati Damian, si pemilik kafe A Latte. Dhisti tahu kesempatannya sangat kecil apalagi Damian sangat mencintai Laras. Dhisti tidak menyerah karena ia selalu bertemu Damian di kafe. Dhisti percaya kalau cinta yang menjadi miliknya tidak akan ke mana. Seiring waktu berjalan, rasa cinta Damian bertambah besar pada Laras walau wan...