Read More >>"> Seharap (14. Sebaik-baiknya) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Seharap
MENU
About Us  

    Ini hari Jumat. Namun, sedikit pun Tisha tidak ada menunjukkan semangat. Padahal biasanya dia selalu bahagia tiap menjalani hari itu karena jam belajar tidak sepanjang hari-hari yang lain.
    Namun, kini Tisha hanya bisa memasang wajah hampa begitu bel pulang tiba. Meskipun akan keluar kelas lebih awal, tetapi dia yakin tetap akan telat sampai ke rumah. Menjalani tantangan bersama Sawala membuat jadwal monoton Tisha terdistraksi sana-sini.
    Seperti sekarang, setelah bel terakhir berbunyi, bukannya menuju gerbang seperti siswa lainnya yang akan meninggalkan sekolah, Tisha malah harus terseret Sawala ke musala. Katanya ada yang harus gadis itu lakukan. Ah, Tisha mulai muak. Mengapa banyak sekali yang harus Sawala lakukan, urus, dan apalah itu. Sungguh meresahkan.
    "Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh," ucap Sawala begitu tiba di depan pintu musala yang terbuka.
    "Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh." Sahutan kompak dari beberapa orang yang ada dalam.
    Mendengar cukup riuhnya suara itu, Tisha yang berada di belakang Sawala, memicingkan mata. Sepertinya banyak orang. Namun, apa yang sedang mereka lakukan? Mengingat sekarang baru jam sebelas, rasanya terlalu awal untuk menunggu pelaksanaan salat Dzuhur.
    "Nah, akhirnya Ibu Sekretaris tiba," celetuk seseorang.
    Mata Tisha menajam. Sekretaris? Bukankah itu bagian dari perangkat organisasi? Tunggu ... tunggu ....
    Tisha memajukan wajah untuk mengintip isi bangunan. Di sana terdapat beberapa perempuan yang duduk melingkar dengan pandangan tertuju pada kedatangan Sawala. Dilihat dari posisinya seolah menggambarkan kegiatan perkumpulan.
    Sebentar. Tisha kembali menegakkan tubuh. Sekarang hari apa? Benarkah Jumat? Oh, ya ampun, itu kan jadwal pertemuan anak rohis. Bola mata Tisha melebar horor. Tolong jangan bilang Sawala sedang berupaya menjerumuskannya masuk ke organisasi itu!
    "Ayo, Dek!" Sawala menyadarkan Tisha yang sedang dilema, tetapi tak punya cukup alasan untuk menghindar.
    Akhirnya, masih dengan ekspresi kaget, Tisha terseret melewati bingkai pintu, mengikuti Sawala untuk menuju bagian sudut ruangan lalu mendudukkan diri di sana, tepat di sebelah dua gadis–teman seangkatan Tisha–yang kemarin tampak asyik mengobrol dengan Sawala. Pantas saja Sawala tampak akrab dengan mereka, ternyata teman seperjuangan di rohis.
    "Anggota baru?" tanya pelan orang di sebelah lain Sawala tetapi masih sanggup mencapai indra rungu Tisha.
    Tisha bergidik. Seketika berusaha mencari cara agar bisa mengisyaratkan Sawala untuk berkata 'tidak'. Sebab, perjanjiannya dengan Riana hanya untuk berdekatan dan mengikuti kegiatan Sawala dalam jangka pendek–dua minggu–setelahnya Tisha akan terbebas kembali dalam dunia sunyi bersama hadiah ketentraman karena tak akan lagi direcoki Riana perkara interaksi.
    Seolah dapat membaca kegelisahan Tisha, Sawala yang sedang melepaskan tas punggung membalas, "Ini Tisha, adik Bu Riana. Aku diberi amanah oleh beliau untuk mengantarkan pulang, jadi dia ikut ke sini untuk menemaniku."
    Tisha mengap-mengap. Ingin menyela, tetapi ragu. Dia ingin mengingatkan Sawala bahwa gadis itu lupa menggeleng dan mengatakan kata 'bukan' dalam ucapannya. Padahal itu yang paling penting, penegasan bahwa Tisha bukan calon anggota. Ingat, bagi Tisha kebahagiaannya adalah menjadi siswa biasa saja!
    Namun ..., terlambat. Karena setelah orang yang bertanya ber-oh-ria, orang lainnya sudah bertanya topik lain. Membuat Tisha hanya sanggup menelan ludah susah. Momennya sudah habis.
    "Kamu udah hubungi pematerinya kan, Sa?" 
    Sawala, yang baru mengeluarkan buku besar dari tas, mengangguk. "Semalam aku udah telfon beliau. Katanya siap datang pukul 11.05." Sawala melirik arloji di tangan kiri. "Tiga menit lagi."
    "Ya sudah, sambil menunggu kita shalawat-an dulu saja, ya." Orang yang tadi bertanya kembali bersuara. 
    Tisha tahu orang itu. Dia adalah Nida, kakak kelas dua tingkat di atasnya, siswa kelas 12. Salah satu dari yang Senin lalu Sawala ambilkan mukena.
    Dengan begitu cukuplah pengetahuan Tisha bahwa anggota rohis memang terdiri dari semua angkatan. Yang sedikit mengganjal bagi Tisha hanya pertanyaan mengenai keakraban mereka. Kenapa bisa yang tidak berada di jenjang yang sama bisa saling berbincang hangat begini?
    Ilahi lastu lil firdausi ahlaa.
    Pikiran Tisha buyar karena lantunan serempak yang penuh kemerduan itu. Saat mengedarkan pandangan, Tisha dapati semua agak memejam dengan bibir yang bergerak-gerak lamat. Seperti sedang ... menghayati?
    Wa’ala Aqwa 'alannaril jahiimi.
    Fahabli taubatan waghfir dzunubi.
    Fainnaka ghafirudzdzambil 'adziimi.
    Tak bisa lagi berpikir, selanjutnya Tisha hanya turut mendengarkan dengan kepala tertunduk.
    Dzunuubii mitslu a'daadir rimaali.
    Fa hablii taubatan yaa dzaaljalaali.
    Tisha tak paham apa arti kalimat-kalimat itu, tetapi ada yang menelusup ke kalbunya, seperti ... sebuah kenyamanan?
    Ilahi lastu lil firdausi ahlaa.
    Wa’ala Aqwa 'alannaril jahiimi.
    Fahabli taubatan waghfir dzunubi.
    Fainnaka ghafirudzdzambil 'adziim,
    Bersamaan dengan berakhirnya lantunan itu, datang seorang perempuan yang Tisha perkirakan lebih tua darinya, tetapi jaraknya tidak terlalu jauh. Dengan senyum lebar yang menghiasi wajah ayunya yang berlesung, dia masuk lalu menuju ke dekat tirai pembatas.
    "Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh," ucapnya setelah mendudukkan diri dengan nyaman.
    Yang lain menyahut kompak. "Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh."
    Sedangkan Tisha malah menyahut pendek, sekenanya. "Waalaikumsalam."
    "Bagaimana kabarnya, Teman-teman?"
    "Baik..!"
    "Buruk." Lagi-lagi jawaban Tisha berlawanan dengan yang lain, tetapi kali ini hanya di dalam hati. Lagipula dia tidak merasa menjalin hubungan pertemanan dengan perempuan itu, tidak merasa harus menjawab.
    "Alhamdulillah. Semoga kita semua selalu mendapat kebaikan dari Allah SWT, ya, aamiin."
    "Aamiin."
    Tisha diam saja. Sibuk mencari cara untuk memundurkan posisi duduknya. Sepertinya bersandar ke tembok di belakangnya akan membuat dia lebih nyaman.
    "Baiklah, untuk memulai sharing kali ini Kakak ingin bertanya, kira-kira apa, sih, yang bisa membuat kita bahagia?"
    "Mendapat apa yang diinginkan!"
    "Meraih kesuksesan!"
    "Bersama dengan dia!"
    "Huu!"
    ... dan celetukan lainnya. Ramai pokoknya. Semua saling menimpali.
    Sementara yang lain bersuara dengan lantang, Tisha hanya membatin. Menjadi biasa saja dan sendirian. Ya, dia yakin itu adalah hal yang paling membahagiakan untuknya. Tidak banyak terlibat dengan orang lain dan tak perlu menjadi luar biasa.
    Kakak pemateri bertepuk tangan sekali, berusaha menenangkan. "Iya, iya, memang benar semua itu bisa membahagiakan. Tapi sebenarnya ada, lho, satu hal lagi yang bisa bikin kita lebih bahagia. Yaitu ... menjadi sebaik-baiknya manusia."
    Semua diam mendengarkan, termasuk Tisha. Alasannya antara sedikit tertarik dan tidak memiliki pengalihan lain untuk dilakukan. Gabut gitu.
    "Sekarang, ada yang tahu nggak bagaimana caranya menjadi sebaik-baiknya manusia itu?"
    Senyap.
    Kakak pemateri tersenyum. "Menurut hadits, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pernah bersabda yang artinya: Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat."
    Perempuan itu mengambil napas, menjeda sejenak sebelum melanjutkan, "Nah, oleh karena itu kalau kita mau bahagia dengan menjadi sebaik-baiknya manusia, maka kita harus jadi orang yang bermanfaat. Ingat, ya, untuk menjadi bermanfaat kita tidak perlu menunggu sukses, kaya, apalagi tua. Kapan saja, dengan bagaimanapun kondisinya, kita bisa berupaya untuk memberikan manfaat walau hanya dengan tenaga.
    "Dengan apa adanya kita, kita bisa memberikan manfaat kepada sesama. Asalkan berniat dengan baik, perbuatan sekecil apa pun pasti tetap akan menghasilkan kebermanfaatan.
    "Misalnya dengan hal termudah seperti saling memberi salam, saling mendoakan dan saling menebar senyuman. Kita kan tidak pernah tahu seberat apa hari yang tengah dilalui orang-orang di sekitar kita. Siapa tahu dengan sapaan dan senyum kita kepada mereka dapat meringankan beban hatinya.
    "Lalu, bisa juga dengan melakukan aksi-aksi sederhana lainnya, yang sekilas memang terlihat sepele, tetapi yakinlah apa pun yang kita lakukan tidak akan menjadi kesia-siaan. Sebab, Allah SWT dalam Quran surah Al-Qashas ayat 84 telah berkalam yang artinya, Barangsiapa datang dengan (membawa) kebaikan, maka dia akan mendapat (pahala) yang lebih baik daripada kebaikannya itu."
    Lalu ... blank. Tisha tak dapat lagi mencerna kalimat-kalimat selanjutnya. Dia memegangi kepala yang terasa nyut-nyutan. Tolong ... siapa pun bawa Tisha keluar!

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
RIUH RENJANA
313      237     0     
Romance
Berisiknya Rindu membuat tidak tenang. Jarak ada hanya agar kita tau bahwa rindu itu nyata. Mari bertemu kembali untuk membayar hari-hari lalu yang penuh Renjana. "Riuhnya Renjana membuat Bumantara menyetujui" "Mari berjanji abadi" "Amerta?"eh
Depaysement (Sudah Terbit / Open PO)
2455      1150     2     
Mystery
Aniara Indramayu adalah pemuda biasa; baru lulus kuliah dan sibuk dengan pekerjaan sebagai ilustrator 'freelance' yang pendapatannya tidak stabil. Jalan hidupnya terjungkir balik ketika sahabatnya mengajaknya pergi ke sebuah pameran lukisan. Entah kenapa, setelah melihat salah satu lukisan yang dipamerkan, pikiran Aniara dirundung adegan-adegan misterius yang tidak berasal dari memorinya. Tid...
Premium
Di Bawah Langit yang Sama dengan Jalan yang Berbeda
4049      1323     10     
Romance
Jika Kinara bisa memilih dia tidak ingin memberikan cinta pertamanya pada Bian Jika Bian bisa menghindar dia tidak ingin berpapasan dengan Kinara Jika yang hanya menjadi jika karena semuanya sudah terlambat bagi keduanya Benang merah yang semula tipis kini semakin terlihat nyata Keduanya tidak bisa abai walau tahu ujung dari segalanya adalah fana Perjalanan keduanya untuk menjadi dewasa ti...
Kiara - Sebuah Perjalanan Untuk Pulang
1793      913     2     
Romance
Tentang sebuah petualangan mencari Keberanian, ke-ikhlasan juga arti dari sebuah cinta dan persahabatan yang tulus. 3 Orang yang saling mencintai dengan cara yang berbeda di tempat dan situasi yang berbeda pula. mereka hanya seorang manusia yang memiliki hati besar untuk menerima. Kiara, seorang perempuan jawa ayu yang menjalin persahabatan sejak kecil dengan Ardy dan klisenya mereka saling me...
Lebih dari Cinta Rahwana kepada Sinta
652      490     0     
Romance
Pernahkan mendengarkan kisah Ramayana? Jika pernah mendengarnya, cerita ini hampir memiliki kisah yang sama dengan romansa dua sejoli ini. Namun, bukan cerita Rama dan Sinta yang akan diceritakan. Namun keagungan cinta Rahwana kepada Sinta yang akan diulas dalam cerita ini. Betapa agung dan hormatnya Rahwana, raksasa yang merajai Alengka dengan segala kemewahan dan kekuasaannya yang luas. Raksas...
Heliofili
1531      784     2     
Romance
Hidup yang sedang kami jalani ini hanyalah kumpulan berkas yang pernah kami tandatangani di kehidupan sebelumnya— dari Sastra Purnama
Premium
MARIA
5095      1854     1     
Inspirational
Maria Oktaviana, seorang fangirl akut di dunia per K-Popan. Dia adalah tipe orang yang tidak suka terlalu banyak bicara, jadi dia hanya menghabiskan waktunya sebagian besar di kamar untuk menonton para idolanya. Karena termotivasi dia ingin bercita-cita menjadi seorang idola di Korea Selatan. Hingga suatu ketika, dia bertemu dengan seorang laki-laki bernama Lee Seo Jun atau bisa dipanggil Jun...
Wanita Di Sungai Emas (Pendek)
276      188     3     
Fantasy
Beberapa saat kemudian, aku tersandung oleh akar-akar pohon, dan sepertinya Cardy tidak mengetahui itu maka dari itu, dia tetap berlari... bodoh! Akupun mulai menyadari, bahwa ada sungai didekatku, dan aku mulai melihat refleksi diriku disungai. Aku mulai berpikir... mengapa aku harus mengikuti Cardy? Walaupun Cardy adalah teman dekatku... tetapi tidak semestinya aku mengikuti apa saja yang dia...
My World
466      308     1     
Fantasy
Yang Luna ketahui adalah dirinya merupakan manusia biasa, tidak memiliki keistimewaan yang sangat woah. Hidup normal menyelimutinya hingga dirinya berusia 20 tahun. Sepucuk surat tergeletak di meja belajarnya, ia menemukannya setelah menyadari bahwa langit menampilkan matahari dan bulan berdiri berdampingan, pula langit yang setengah siang dan setengah malam. Tentu saja hal ini aneh baginya. I...
The Alpha
1168      584     0     
Romance
Winda hanya anak baru kelas dua belas biasa yang tidak menarik perhatian. Satu-satunya alasan mengapa semua orang bisa mengenalinya karena Reza--teman masa kecil dan juga tetangganya yang ternyata jadi cowok populer di sekolah. Meski begitu, Winda tidak pernah ambil pusing dengan status Reza di sekolah. Tapi pada akhirnya masalah demi masalah menghampiri Winda. Ia tidak menyangka harus terjebak d...