Read More >>"> The Maze Of Madness (6. The Forgotten Ally) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - The Maze Of Madness
MENU
About Us  

Nora bersumpah, bahwa bangkit dari ketidaksadaran setelah kau diterjang badai yang tak berhasil membuatmu mati, adalah hal yang tidak mengenakkan. Ia pernah mengalaminya sebelum ini. Rasanya seperti beberapa saat lalu badai itu masih mengoyak tubuhmu, nyaris membuatmu kehilangan dirimu sendiri sedikit demi sedikit, baik raga maupun kewarasanmu, lalu setelah itu hening. Tidak ada badai, tidak ada suara gemuruh, tidak ada yang mengikis sedikit demi sedikit eksistensimu di dunia, tidak ada kepanikan dan ketakutan berlebih.

Hanya dirinya dan dunia yang terasa hampa tanpa suara.

Di atasnya langit-langit berwarna coklat muda tampak kosong. Di dua sisinya hanya diisi lampu bohlam mini yang tertanam dan bercahaya temaram. Ia mendengar lamat-lamat percakapan manusia—seorang pria dan wanita—di luar ruangan, tapi ia tak mau repot-repot memeriksa ataupun menduga-duga. Penciuman Nora menangkap aroma harum seperti bunga lavender, kemungkinan datang dari lilin aroma yang ditempatkan di salah satu sudut ruangan. Nora perlahan menghirupnya, menikmati sensasi menenangkan yang berhasil membuatnya melupakan rasanya terjebak dalam pikirannya sendiri.

Nora mendengar kenop yang diputar dan engsel yang berderit. Ia menoleh, mendapati sesosok pria berdiri menatapnya. Potongan rambutnya serupa para pelajar ibukota, lebat dan sedikit bervolume di samping pelipis. Matanya sebiru lautan, dalam dan menyesatkan, jika Nora boleh jujur. Awalnya ia mengira pria itu adalah Logan—membuat kepalannya mengencang tanpa sadar dan telapaknya bersiap mengerahkan tenaga untuk membantunya bangun. Namun ia bukanlah Logan.

Pria itu terdiam sejenak, mungkin tidak mengira Nora akan terbangun saat ia masuk. Mungkin pria itu juga sedikit terkejut melihat ekspresi Nora, yang tak gadis itu perhatikan saking penat benaknya terasa.

Pria itu membawa nampan berisi teko kaca dan sebuah gelas. Gerakannya halus dan waspada saat ia mendekati Nora. Ia memakai kemeja putih gading yang tampak normal dan celana kain kecoklatan yang juga tampak normal. Tidak ada yang mencurigakan dari pria ini. Namun mau tak mau Nora harus tetap siaga.

“Bagaimana rasanya? Apa perlu kupanggilkan dokter untuk memeriksamu lagi?”

Oh, orang ini memakai jasa dokter untuk mengurusnya. Nora melirik luka serempetan peluru yang ada di lengan kirinya, rapi terbalut perban.

“Aku sudah mencoba memanggilnya, namun dia tak bisa datang tengah malam begini. Sebenarnya tidak masalah, aku masih bisa menanganimu sendiri. Namun aku bisa mengerti kalau kau tidak mempercayaiku dan lebih membutuhkan jasa professional untuk… menenangkan diri.”

Nora memejamkan mata, belum bisa menghadapi percakapan yang segitu banyaknya. Lalu ia membukanya lagi dan mencoba duduk. Tidak sesulit yang ia kira. Ia tidak mendapat cidera yang begitu serius saat itu. Tidak seperti Patrice.

Nora sontak menoleh pada pria di sebelahnya, yang menunggunya bicara dan terperanjat sedikit karena perbuatannya.

“Di mana Patrice?”

Dan suara Nora juga menghilang. Ia mengumpat diam-diam.

Pria itu menyerahkan segelas air pada Nora, menjawabnya sembari memperhatikan Nora menenggaknya hingga tandas. “Maksudmu gadis berambut biru yang mendapat luka khusus itu? Ya, dia, baik-baik saja. Rekanku berhasil mengurusnya dan mengurangi dampak lukanya, tapi dia membutuhkan waktu lama untuk sembuh.”

Nora memaksakan diri untuk memikirkan perkataan pria itu meski ia tak mau. Kepalanya berdenyut, tangannya refleks menyangganya. Pria itu cekatan mendorong kembali bahu Nora supaya ia bisa berbaring, beristirahat.

“Kejadiannya amat cepat dan mengerikan, aku paham. Kurasa kau perlu waktu untuk menerimanya—”

“Ceritakan sekarang.”

Pria itu mengerjap, menghela napas saat pandangan Nora seolah menusuk rongga matanya. “Yang mana?”

“Semuanya.” Nora mendesis, memejamkan mata. “Hal-hal yang tak kuketahui.”

Pria itu mengangguk. “Pertama-tama, namaku Kieran—”

“Apa?”

“Kau tidak mengingatku?”

Lalu kesadaran itu menghantamnya seperti batu besar yang jatuh dari puncak air terjun. Mata sebiru lautan, rambut legam yang lurus namun berantakan, kulit sewarna madu, dan tatapan sendu yang juga menyiratkan pemikiran sedalam warnanya.

Nora tertawa, miris memikirkan nasibnya. “Kau tidak mungkin Kieran.”

Kieran menatap tawa itu dengan pandangan getir.

“Kau tidak mungkin Kieran.” Nora mengulangi perkataannya.

“Sedihnya, Nora, aku Kieran. Kieran Archer-Hall.”

 

***

 

Nora menangis, lama sekali. Ia membiarkan Kieran mendengarkan isakannya selama setengah jam, dan Kieran menunggunya. Rasanya Nora ingin sekali melempar sesuatu, atau memecahkan sesuatu, atau meninju dan menyayat kulit seseorang. Ia ingin berteriak hingga tenggorokan dan dadanya terbebas dari rasa sakit yang sulit disembuhkan. Tapi mungkin raganya lelah, benaknya juga luar biasa penat, muak oleh apapun yang ia alami selama beberapa tahun terakhir. Kematian sang ibu yang berujung pada emosi dan luka tak tersembuhkan, yang kembali terbuka segar malam ini.

Kieran di tempatnya selalu membisikkan kata maaf, entah Nora mendengarnya atau tidak. Gadis itu hanya fokus pada rasa sakitnya sendiri dan Kieran tidak bisa melakukan apapun. Tidak ketika ia juga ikut andil dalam mengukir rasa sakit itu.

Beberapa menit kemudian, Nora kembali merasakan kekosongan mengudara pada dirinya, Entah di dalam jiwa atau di sekitar tubuhnya. Kieran masih di sana, tapi rasanya ia bukan apa-apa. Perlu waktu lebih untuknya mau memperhatikan apa yang coba Kieran katakan selama ia menangis pilu.

“Aku minta maaf.” Adalah kalimat pertama yang ditangkap oleh indra pendengarnya. Tentu saja. Benak Nora berteriak ribut. Tentu saja kau harus meminta maaf.

Namun Kieran bahkan tak mengetahui dimana tepatnya ia berbuat salah, atau apa yang ia lakukan yang tanpa sengaja melukai Nora. Jadi dia hanya bisa menceritakan apa yang mungkin perlu Nora ketahui. Tentang dimana keberadaannya lima tahun terakhir.

“City Phantom juga datang ke rumahku, membunuh orang tuaku. Lalu malam setelahnya aku sudah berada di rumahmu, merasa sekosong dirimu saat ini.” Kieran memulai. Suaranya terasa berat menggantung di tenggorokan, tapi ia tetap memaksakan diri.

Nora menenggak ludahnya, belum mau menoleh ke arah Kieran.

“Aku mencari kebenaran dibalik orang misterius ini. Aku pergi kemanapun, dari pasar-pasar kumuh hingga pesta mewah yang diadakan para konglomerat. Dari bankir-bankir hedon yang sombong di Gresnin sampai dunia bawah tanah yang dikuasai kriminal-kriminal tak bermoral. Aku mencarinya kemanapun. Ia benar-benar menghilang di saat yang tidak tepat.” Jeda yang lama dibiarkan Kieran mengambang di antara mereka berdua. “Dan kini ia muncul ketika akhirnya aku sudah berputus asa, tidak menemukan jawaban, dan hanya menginginkan maaf dari kau dan ayahmu. Maaf karena aku harus meninggalkanmu karena itu.”

Nora tetap diam, tak menjawab apapun. Kieran sedikit banyak paham Nora mmebutuhkan ruang, dan banyak sekali waktu untuk beristirahat. Tapi ia bisa merasakan rubanahnya bergetar karena sesuatu tengah mengamuk di bawah sana—sebuah indikasi bahwa mereka bahkan tak memiliki waktu untuk berduka dan menyembuhkan luka. Ia mengulum bibir dan menenangkan pupilnya yang bergetar dengan susah payah.

“Ada banyak yang kutemukan, oke? Banyak informasi dan hal-hal lain yang berguna untuk  keluar dari situasi ini. Aku akan membantumu melakukannya, karena temanmu butuh seseorang untuk melakukannya.”

Kieran hendak bangkit dari kursinya, tapi suara Nora yang serak, terdengar lemah dan butuh banyak penyangga, menggaung di ruangannya.

“Melakukan apa?”

“Menyelamatkannya, tentu saja—”

“Bukankah aku sudah berkata untuk menceritakannya?”

Nora memaksakan dirinya untuk duduk, membuat Kieran segera mengulurkan tangan untuk membantu. Tapi Nora mengangkat tangan untuk menghentikannya. Ia tak membutuhkan bantuan darinya.

“Nora, kau terluka. Kau butuh istirahat, dan kau mengalami trauma.”

“Aku tahu.” Nora tersedak. Ia menarik tangannya untuk memperbaiki rambut. Nora mendapati beberapa helainya rontok, lebih banyak yang kusut dan luar biasa kacau. “Yang tidak aku tahu adalah, kondisi Logan saat ini. Dan Patrice. Dan jasad ayahku. Dan siapapun dibalik City Phantom yang membuat semua kekacauan ini. Aku perlu tahu dan kau, tanpa bisa memberitahuku apapun, bertindak seolah bisa menjadi pahlawan yang berusaha menyelamatkan hidup orang lain. Apa susahnya memberitahuku tanpa kau harus pergi setelahnya?!”

Nora berteriak, Kieran menangkap sinyal bahaya. Ekspresi Nora benar-benar lelah, muak, marah, sedih, semuanya bercampur menjadi satu. Ia sendiri bahkan tak tahu ekspresi mana yang lebih dominan. Ia tak tahu apa yang sebenarnya ingin ia sampaikan. Ia hanya muak ditinggalkan. Tapi kata-kata itu dibiarkan tertahan di tenggorokannya dan tak bisa ia sampaikan secara matang.

Namun Kieran memahaminya. Gadis itu kembali menangis, menutup matanya dengan kedua tangan, terisak keras sekali hingga wajahnya sangat basah. Tapi Kieran memahaminya.

Pria itu berjongkok di samping ranjangnya. Ia menjulurkan tangan, hendak meraih milik Nora, namun ia menarik tangannya kembali. Ia hanya bisa menempatkan tangannya di atas selimut yang mengungkung tubuh lemah Nora, memandanginya selama ia berbicara.

“Aku tak bermaksud meninggalkanmu. Aku tak bermaksud, meninggalkanmu tanpa tahu apa-apa di sini. Kau akan tahu, tapi tidak sekarang. Aku pun akan pergi, tapi bukan sekarang waktunya. Yang aku ingin terjadi saat ini adalah, kau beristirahat, tenangkan emosimu dengan apapun yang bisa membantumu merasa lebih baik. Aku masih berada di luar kamar ini, kau bisa memanggilku jika kau membutuhkan apapun.” Suara Kieran begitu pelan, dan halus, dan lembut. Lebih stabil dan lebih bisa dipercaya dari sebelumnya. Di mata Kieran mungkin Nora adalah sesosok anak kecil yang tengah mengalami tantrum berat, tapi Nora tak peduli. Ia sedikit mampu menekan gejolak emosinya berkat Kieran dan hal itulah yang ia pedulikan saat ini.

“Aku tidak akan membawamu ke dalam… neraka lain dan membawamu mengalami trauma yang lain. Setidaknya jika kau membutuhkannya pun, kau harus siap terlebih dahulu. Aku tidak ingin kau menerima informasi apapun yang akan kusampaikan—mengenai City Phantom, atau teman-temanmu—dengan keadaan seperti ini.”

Suara Nora sedikit mengecil saat ia bersuara. “Berantakan?”

Kieran menggeleng pelan. “Terluka. Dan tidak baik-baik saja. Kau hanya perlu berbaring, tidur selama empat hingga lima jam—semaumu. Aku akan selalu ada jika kau membutuhkanku.”

 

***

 

Namun, Nora mengalami mimpi buruk. Kieran tak pernah meninggalkan Nora sejak detik pertama gadis itu setuju untuk beristirahat, kembali jatuh tertidur. Ia melihat semua kesulitan di wajahnya—kernyitan dahi, erangan pelan, bahkan kepalanya yang menggeleng-geleng ribut. Kieran harus membangunkannya dan mengusap peluh di dahinya, lalu terima saja ketika Nora kembali mendorongnya menjauh.

Kieran betul-betul mengerti apa yang membuat Nora melakukan hal itu.

“Butuh sesuatu untuk menyegarkan pikiran?” Tanyanya dengan hati-hati.

Nora diam, mendesah untuk yang kesekian kalinya dan kembali berbaring. “Aku butuh tidur.”

Kieran mengangguk. “Aku tak yakin kau bisa melewatinya lagi setelah mimpi buruk yang kau dapatkan.”

Di antara lengan yang digunakannya untuk menutup mata, ia melirik sedikit pada Kieran. “Bagaimana kau bisa tahu?”

Kieran hanya mengangkat bahu, tersenyum kecil. “Aku juga tahu rasanya.”

Gerakan Nora selanjutnya membuat Kieran melompat ke sisinya lebih dekat. Tangan Kieran memegang lengan kanan Nora ketika gadis itu tiba-tiba bangkit duduk dan menurunkan kakinya di atas karpet bulu. Nyaman dan empuk, tapi kakinya tetap membeku. Kieran memintanya untuk berhati-hati, lalu menunjukkan sepasang kaus kaki berwarna hijau lumut dengan motif pita merah melingkari pergelangan kaki. Nora hanya melihatnya dengan tatapan datar.

“Apa?”

“Aku tidak punya kaus kaki dengan motif yang lebih manis dari ini.” Kieran berucap dengan polosnya.

Nora melongo. “Lalu?”

“Maksudku, kau cewek. Aku hanya merasa akan lebih baik jika kau memakai kaus kakiku yang ini. Ini satu dari tiga yang masih baru.”

Nora diam, lalu mengangguk-angguk. “Terserah saja.”

Mata Kieran berbinar seperti anjing yang diperbolehkan bermain di luar rumah saat sedang hujan, atau saat mereka menemukan barang-barang aneh yang mereka pikir tuannya akan suka. Karena ia terlihat sangat bahagia hanya karena Nora memperbolehkannya memakaikan kaus kaki untuknya.

Kieran bangkit berdiri setelah selesai melakukan pekerjaannya. Satu tangannya menengadah ke hadapan Nora, seolah hendak mengajak gadis itu berdansa. Tapi Nora tetaplah Nora, yang marah selama lima tahun lebih setelah ia memutuskan meninggalkannya di rumah besar yang sepi itu, sendirian bersama ayahnya yang jarang berada di rumah. Gadis itu bangkit berdiri dan berjalan mendahului Kieran, setelah memberikan lirikan tak berarti pada tangan pria itu. Kieran menarik tangannya kembali dengan helaan nafas, juga senyum kecil yang ia paksakan untuk menertawakan kebodohannya sendiri.

Nora berhenti sejenak ketika ia keluar dari kamar, mencoba memperhatikan tempat asing tempatnya beristirahat sementara.

"Kemana kau membawaku?" tanya Nora.

"Tempat tinggal keduaku, masih di Dunchaster. Aku tak sering menggunakan kabin ini untuk tempat tinggal."

Kabin kecil ini sepertinya hanya bisa ditinggali dua orang. Ia bisa melihat bayangan pepohonan tanpa daun di jendela. Cahaya matahari jatuh dari celah-celah tirai yang sengaja dibuka renggang, membuat Nora sadar ia telah kehilangan navigasi terhadap waktu. Hari sudah berganti, pelayan akan datang ke rumahnya, menyadari hilangnya ia, Logan, dan Patrice, mendapati mayat ayahnya dan kondisi manor yang amat sangat berantakan. Lalu kepolisian akan bertindak, dan situasi akan semakin runyam nantinya.

Apa yang akan ia lakukan setelah ini?

Nora mencoba mengatur nafas. Ia berusaha keras mengalihkan perhatiannya pada rumah ini. Tempat tinggal Kieran selain manornya.

Ruang tamu berdekatan dengan meja makan, yang juga berdekatan dengan dapur. Semuanya berbahan kayu berpelitur yang tampak mahal, membuat Nora bertanya-tanya apa pekerjaan Kieran selama ini. Bagian ini tampak rapi, kecuali sudut baca yang sedikit menjorok di samping ruang tamu, dihiasi rak-rak kayu gelap berisi bermacam barang. Buku-buku tua, lencana universitas, kotak biola, banyak sekali pigura, barisan botol-botol parfum, bahkan kotak-kotak beragam ukuran yang tersusun di paling pojok rak. Jika lebih masuk ke dalam, Nora mungkin akan menemukan meja kerja yang dipenuhi kertas-kertas dan tumpukan kardus di sisinya jika ia mengeksplor lebih jauh. Tapi menjelajahi isi rumah ini bukan tujuannya.

Ia menoleh pada Kieran yang baru saja menutup pintu di belakangnya. “Dimana Patrice dan Logan?"

“Patrice ada di sana.” Kieran menunjuk pintu lain di dekat ruang baca. Nora hendak masuk, namun perkataan Kieran menghentikannya. “Temanku tengah memeriksanya. Dia seorang perempuan, kau tidak perlu khawatir. Perlu kau ketahui bahwa kalian bertiga baru saja melalui kejadian paling tidak masuk akal di hidup kalian, aku bisa jamin. Patrice terluka karena serangan sihir, dan Logan sendiri dirasuki oleh sihir jahat—itu cerita singkatnya. Logan tidak kutempatkan di bangunan ini untuk berjaga-jaga.”

Pada saat itulah, lantai di bawah Nora bergetar. Gadis itu perlahan mundur mendekati Kieran. Tangan Kieran sigap memeganginya, berujar pelan. “Dia ada di rubanah. Dan aku tidak menyarankanmu untuk menjenguknya sekarang.”

Berita buruk macam apapun rasanya sudah tak mempan membuat kondisi Nora lebih buruk lagi. Ia hanya bisa menarik nafas panjang, lalu mengangguk, mencoba menguatkan pijakan supaya ia bisa berjalan sendiri menuju kamar tempat Patrice tengah beristirahat. Berdekatan terlalu lama dengan Kieran masih terasa janggal bagi Nora. Sudut hatinya masih merasakan sakit yang mendalam dan rasa tak ingin percaya, namun di sisi lain kehangatan dan sensasi baru berdekatan dengan pria dewasa—selain ayahnya—juga sesuatu yang sangatlah asing.

Ingatan tentang ayahnya melintas lagi, hampir membuat kaki Nora melemah lagi, tapi ia ahlinya memaksakan diri. Pada akhirnya ia tetap bisa sampai di depan pintu itu dan segera masuk ke dalamnya.

Ada seorang wanita duduk di samping ranjang gadis itu, membaca koran yang tampak serupa dengan yang dibawa Logan kemarin siang. Bedanya, berita sorotan di pojok kiri, dengan judul paling tebal dibanding dengan berita lainnya, menyebutkan tentang insiden di manornya. Nora terdiam memperhatikan satu persatu huruf di koran itu, lalu memperhatikan wanita berambut pirang yang menutup koran itu tiba-tiba hanya untuk disodorkan padanya.

Ia menyangga tangannya di nakas samping ranjang begitu Nora menerima koran itu. Senyumnya seterang cahaya matahari yang menimpa iris coklatnya. “Kau melewatkan banyak hal, sayang. Dan aku harap kau tidak begitu terkejut begitu Kieran menjelaskan semuanya padamu.”

Nora tidak menghabiskan banyak waktu untuk membaca insiden yang sudah ia ketahui dengan sangat jelas. Ia menutupnya dan menatap wanita itu. “Aku sudah muak merasa terkejut.”

Wanita itu terkekeh. “Kau keren sekali, jauh dari bayanganku mengenai gadis-gadis konglomerat manja yang suka meminta banyak hal dari ayah aristokrat mereka. Ngomong-ngomong, temanmu baik-baik saja. Jika kau belum terlalu paham mengenai sihir, kau bisa menganggapnya seperti keracunan. Tubuhnya memiliki daya tahan sendiri terhadap racun itu—pada dasarnya, semua orang memilikinya. Ia akan bangun dua hingga tiga hari ke depan.”

“Dua hingga tiga hari?”

“Iya, benar.” Wanita itu bangkit, lalu menyempatkan diri untuk mengusap rambut Nora sekali. Nora lebih tinggi sekian inchi jika dibandingkan dengan Patrice, membuatnya merasa menjadi gadis paling jangkung sedunia. Tapi ternyata wanita ini bahkan hampir menyamai tinggi Kieran. “Dia akan baik-baik saja, percaya padaku.”

“Terima kasih sudah datang, Daphne.” Kieran akhirnya angkat suara setelah wanita itu berjalan melewati tubuh keduanya.

Daphne meraih mantel bulunya, lalu melambaikan tangan sebelum benar-benar keluar dari kamar. “Sehat-sehat, Tuan Putri. Aku akan rutin kemari untuk memeriksa temanmu.”

Nora bergumam terimakasih, tapi Daphne barangkali tidak mendengarnya. Kieran menepuk bahunya sebentar sebelum berbicara. “Aku akan mengantar Daphne hingga pintu depan. Kau bisa bersama Patrice di sini sebentar. Kalau kau lapar, atau kau ingin kembali ke kamarmu, bilang padaku, oke?”

Anggukan pelan Nora berikan pada Kieran. Sepeninggal Kieran, Nora duduk di tepi ranjang Patrice. Ia menyapu anak rambut yang jatuh di dahi gadis itu, perlahan menatap lamat-lamat corak lebar kehitaman yang masih menghiasi leher dan separuh wajahnya. Meski jarang mengakuinya, Nora menyukai binar unik yang diberikan oleh mata almond Patrice. Tak dapat dipungkiri, saat ini Nora merindukannya.

“Logan menggila di bawah sana.” Nora berujar pelan, seperti berbisik di samping telinga Patrice. “Bukan karena alkohol, atau obat-obatan, atau kondisi yang kita semua pikir masuk akal. Dia begitu karena sihir—sesuatu yang asing dan baru bagiku, tidak pernah kupikirkan benar-benar ada di dunia ini. Rasanya seperti bermimpi. Tapi setelah melihatmu dan Logan seperti ini… aku yakin dunia nyata akan lebih baik daripada mimpi ini. Mimpi ini buruk sekali, Pat. Dan aku sendirian menghadapinya.”

Nora kembali menangis di lengan mentornya. Namun secepat air mata itu menetes, secepat itu pula akal sehat kembali datang menumbuknya. Nora buru-buru menyeka air matanya. Ia menatap Patrice sekali lagi, meninggalkan kecupan singkat di punggung tangan Patrice dan berlari keluar.

“Kieran!”

Kieran, dari depan pintu, mendekat dengan raut heran. “Ada apa?”

“Dimana revolver-ku?”

Gadis yang menyimpan dendam kesumat selama lima tahun terhadapnya, tengah menghampirinya, menampilkan ekspresi paling datar dengan tatapan mata setajam belati, lalu menanyakan hal yang paling tidak ia sangka-sangka. Jujur saja, alarm bahaya dalam benak Kieran berdering keras.

“Apa kau akan membunuhmu dengan itu?”

Nora meninju perut Kieran, hal lain yang tak Kieran perkirakan sebelumnya. “Bodoh.”

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Rekal Rara
7781      3073     0     
Romance
"Kita dipertemukan lewat kejadian saat kau jatuh dari motor, dan di pisahkan lewat kejadian itu juga?" -Rara Gleriska. "Kita di pertemukan oleh semesta, Tapi apakah pertemuan itu hanya untuk sementara?" -Rekal Dirmagja. ▪▪▪ Awalnya jatuh dari motor, ehh sekarang malah jatuh cinta. Itulah yang di alami oleh Rekal Dirmagja, seorang lelaki yang jatuh cinta kepada wanita bernama Rar...
Bee And Friends
1970      859     1     
Fantasy
Bee, seorang cewek pendiam, cupu, dan kuper. Di kehidupannya, ia kerap diejek oleh saudara-saudaranya. Walau kerap diejek, tetapi ia memiliki dunianya sendiri. Di dunianya, ia suka sekali menulis. Nyatanya, dikala ia sendiri, ia mempunyai seseorang yang dianggap sebagai "Teman Khayalan". Sesosok karakter ciptaannya yang ditulisnya. Teman Khayalannya itulah ia kerap curhat dan mereka kerap meneman...
DI ANTARA DOEA HATI
751      375     1     
Romance
Setelah peristiwa penembakan yang menewaskan Sang mantan kekasih, membuat Kanaya Larasati diliputi kecemasan. Bayang-bayang masa lalu terus menghantuinya. "Siapapun yang akan menjadi pasanganmu akan berakgir tragis," ucap seorang cenayang. Hal tersebut membuat sahabat kecilnya Reyhan, seorang perwira tinggi Angkatan Darat begitu mengkhawatirkannya. Dia berencana untuk menikahi gadis itu. Disaa...
The pythonissam
329      250     5     
Fantasy
Annie yang harus menerima fakta bahwa dirinya adalah seorang penyihir dan juga harus dengan terpaksa meninggalkan kehidupanannya sebagai seorang manusia.
I love you & I lost you
4140      1869     4     
Romance
Kehidupan Arina berubah 180 derajat bukan hanya karena bisnis ayahnya yang hancur, keluarganya pun ikut hancur. orang tuanya bercerai dan Arina hanya tinggal bersama adiknya di rumah, ayahnya yang harus dirawat karena mengalami depresi berat. Di tengah hancurnya keluarganya, Arina bertemu kembali dengan teman kecilnya, Arkan. Bertemunya kembali mereka membuka sebuah lembaran asmara, namun apa...
The Flower And The Bees
2451      1225     9     
Romance
Cerita ini hanya berkisah soal seorang gadis muda keturunan Wagner yang bersekolah di sekolah milik keluarganya. Lilian Wagner, seorang gadis yang beruntung dapat lahir dan tumbuh besar dilingkungan keluarga yang menduduki puncak hierarki perekonomian negara ini. Lika-liku kehidupannya mulai dari berteman, dipasangkan dengan putra tunggal keluarga Xavian hingga berujung jatuh cinta pada Chiv,...
The Maiden from Doomsday
9712      2058     600     
Fantasy
Hal yang seorang buruh kasar mendapati pesawat kertas yang terus mengikutinya. Setiap kali ia mengambil pesawat kertas itu isinya selalu sama. Sebuah tulisan entah dari siapa yang berisi kata-kata rindu padanya. Ia yakin itu hanya keisengan orang. Sampai ia menemukan tulisan tetangganya yang persis dengan yang ada di surat. Tetangganya, Milly, malah menyalahkan dirinya yang mengirimi surat cin...
L for Libra [ON GOING]
6258      1444     8     
Fantasy
Jika kamu diberi pilihan untuk mengetahui sebuah kenyataan atau tidak. Mana yang kamu pilih? Sayangnya hal ini tidak berlaku pada Claire. Dirinya menghadapi sebuah kenyataan yang mengubah hidupnya. Dan setelahnya, dia menyesal telah mendengar hal itu.
KSATRIA DAN PERI BIRU
118      101     0     
Fantasy
Aku masih berlari. Dan masih akan terus berlari untuk meninggalkan tempat ini. Tempat ini bukan duniaku. Mereka menyebutnya Whiteland. Aku berbeda dengan para siswa. Mereka tak mengenal lelah menghadapi rintangan, selalu patuh pada perintah alam semesta. Tapi tidak denganku. Lalu bagaimana bisa aku menghadapi Rick? Seorang ksatria tangguh yang tidak terkalahkan. Seorang pria yang tiba-tiba ...
Aria's Faraway Neverland
3012      930     4     
Fantasy
"Manusia adalah Tuhan bagi dunia mereka sendiri." Aria adalah gadis penyendiri berumur 7 tahun. Dia selalu percaya bahwa dia telah dikutuk dengan kutukan ketidakbahagiaan, karena dia merasa tidak bahagia sama sekali selama 7 tahun ini. Dia tinggal bersama kedua orangtua tirinya dan kakak kandungnya. Namun, dia hanya menyayangi kakak kandungnya saja. Aria selalu menjaga kakaknya karen...