Malam indah yang dia habiskan dengan Gavin, membuat Valerie bisa tertidur dengan senyuman di wajahnya. Momen kebersamaan mereka terus terulang di kepalanya sampai-sampai terlihat lagi di dalam mimpi. Sungguh mimpi yang indah bagi Valerie. Di tengah kesenangannya itu, muncul suara-suara aneh yang membuatnya terganggu.
Ting! Ting! Ting! Bunyi notifikasi pesan yang terus muncul mulai membangunkan Valerie. Dia meraih ponselnya yang terletak di nakas meja sambil mengucek-ngucek matanya dengan tangan yang satu lagi. Matanya masih tertutup sebelah, belum siap untuk bangun. Valerie membuka ponselnya dan menemukan lebih dari 200 pesan yang masuk dari grup bersama teman-teman dekatnya.
Valerie merenggangkan badannya dan meneguk segelas air sebelum membaca pesan dari teman-temannya. Awalanya hanya percakapan biasa, membahas segala sesuatu yang teman-temannya lakukan pagi itu. Akan tetapi kemudian muncul screenshootan pesan dari Asther yang mengusik Valerie.
Ren: /mengirim foto.
Ren: As, itu cewek barunya Gavin ya?
Ren: Valerie kan namanya?
Asther: Iya.
Ren: Cantik ya.
Ren: Pantesan aja mantannya Gavin insecure.
Asther: Ha?
Asther: Insecure gimana?
Ren: Lah lu belum denger ya?
Ren: Katanya si Mary nangis di kelas pas tau Gavin jadian sama Valerie.
Screenshootan chat itu berhasil membuat pikiran Valerie terganggu. Entah kenapa dia merasa bersalah pada Mary. Berakhirnya hubungan Gavin dan Mary bukanlah salahnya, tetapi setelah mengetahui Mary sampai menangis karena hubungannya dengan Gavin, Valerie merasa terusik.
Dia baru saja akan mengirim pesan pada Gavin, namun dia terlebih dahulu menerima pesan dari Asther yang tak memperbolehkannya menceritakan hal itu kepada sang kekasih. Valerie pun mengurungkan niatnya untuk memberi tahu Gavin. Dia berusaha untuk tak terlalu memikirkannya, tetapi mood malah menjadi semakin buruk.
Hari ini Gavin dan Valerie akan berkencan di bioskop. Selama di perjalanan, Gavin menyadari kekasihnya itu tak seceria biasanya. Valerie yang senang bercerita itu banyak terdiam, bersuara hanya ketika ditanya oleh Gavin. Itu pun jawabannya singkat-singkat. Gavin pun menjadi khawatir.
“Kamu gapapa?”
“Gapapa.”
“Yang bener? Kamu ga lagi sakit kan?”
“Engga.”
“Terus kok diem terus?”
“Ya, gatau aja mau ngomong apa.”
Tak tahan lagi melihat Valerie seperti itu, Gavin mengajaknya ke tempat yang agak sepi untuk mengobrol. Setelah ditanya berkali-kali, Valerie tetap tak menjawab dengan benar. Gavin tidak akan menyerah begitu saja. Dia sudah bertekad ingin mencari tahu apa yang mengusik pikiran Valerie sejak tadi. Setelah ditanya beberapa kali lagi, Valerie akhirnya menjawab dengan ragu.
“Tadi pagi aku dapet screenshootan chat dari Asther. Ada yang bilang kalau mantan kamu nangis pas tau kita pacaran. Gatau kenapa aku ngerasa bersalah.”
“Boleh aku liat screenshootannya?” Gavin bertanya dengan lembut. Dia paham kekasihnya itu sedang sensitif sekarang. Valerie pun menunjukan screenshootan itu pada Gavin. Setelah membaca pesan yang ada di sana, Gavin mengulurkan tangannya dan mengelus kepala Valerie sambil berbicara dengan lembut.
“Kenapa kamu harus ngerasa bersalah? Kan kamu ga salah apa-apa. Kalau dia nangis, ya itu karena dia sendiri yang belum move on, bukan salah kamu.”
“Iya, aku tahu. Tapi tetep aja aku ngerasa bersalah. Aku juga gatau kenapa,” Gavin terdiam sejenak sebelum kembali bicara.
“Kamu mau tau sesuatu ga?”
“Apa?”
“Waktu kita masih PDKT, Mary sempet ngajak aku balikan. Aku tolak. Aku bilang ke dia kalau aku dah sama kamu,” Jawaban Gavin membuat Valerie tersentak.
“Kenapa? Kenapa ga balikan sama dia aja? Dia kan lebih cantik.”
“Karena aku maunya sama kamu,” Di akhir kalimatnya, Gavin meraih tangan Valerie dan menggenggamnya dengan lembut.
“Di mata aku, kamu itu lebih cantik. Lagian emangnya aku pernah bilang aku suka sama kamu cuman karna kamu cantik? Engga kan
Jadi kenapa kamu harus mikirin itu?”
“Terus kenapa? Kenapa kamu suka sama aku?” Gavin menatap gadis itu dalam dan tersenyum sebelum menjawab pertanyaanya.
“Ada banyak alasan yang bikin aku suka sama kamu. Salah satunya karna kamu bukan cewe yang mau nerima effort gede tapi ga bisa effort balik. Aku suka cara kamu bales effort-effort aku. Aku jadi ngerasa dihargain. Aku juga suka sifat kamu yang lemah lembut, ga pernah ngomong kasar, elegan. Kamu pinter tapi ga sombong. Malah kamu sering bantuin anak-anak di kelas. Terus kamu-”
“Udah, udah,” Valerie menghentikan ucapan Gavin dengan menutup mulutnya. Valerie merasa malu mendengar pujian-pujian yang dilontarkan laki-laki itu padanya. Wajahnya tanpa sadar jadi memerah.
Gavin menyadari wajah gadis itu memerah. Dia baru saja akan menggoda gadis itu lagi, namun terdengar suara pengumuman yang memberi tahukan bahwa mereka sudah bisa masuk ke teater bioskop. Kini perasaan Valerie sudah jauh lebih baik karena Gavin
Gavin dan Valerie dengan semangat memasuki teater yang dipenuhi aroma popcorn. Mereka memilih kursi yang berada tak terlalu di atas, siap untuk menikmati film komedi yang akan menghibur mereka.
Film pun dimulai dan segera teater penuh dengan tawa para penonton. Gavin dan Valerie tertawa terbahak-bahak bersama dengan penonton lainnya saat karakter-karakter dalam film mengalami situasi kocak dan komplikasi yang tak terduga.
Selama film, Gavin tidak bisa menahan kelucuan Valerie yang terlihat sangat fokus menikmati film. Dia menyenderkan kepalanya di pundak gadis itu yang membuat gadis itu mematung.
“Berat ga? Kalau berat, aku ga nyender lagi nih.”
“E-eh.... Gapapa kok, ga berat.”
“Kalau gitu, rambutku ga bikin kamu geli kan?” Gavin bertanya dengan senyuman jahil terpampang di wajahnya. Dia terus memperhatikan wajah Valerie yang terlihat gugup.
“Engga kok. Tenang aja,” Jawab Valerie dengan senyuman tipis.
Sepanjang film, mereka terus berpegangan tangan. Gavin benar-benar tak mau melepaskan tangan Valerie sedetik pun. Mereka juga secara bergantian meletakkan kepala mereka di pundak masing-masing.
Gavin dan Valerie keluar dari bioskop dengan perasaan bahagia setelah menonton film yang sangat menghibur. Mereka memutuskan untuk melanjutkan kencan mereka dengan makan di restoran yang dikenal karena pertunjukan komedinya.
Mereka memesan makanan dan minuman favorit mereka sambil menunggu pertunjukan stand-up comedy yang akan dimulai di tempat itu. Pertunjukan tersebut akan menghadirkan beberapa komedian lokal yang terkenal akan kekocakan mereka.
Mereka menikmati makan malam sambil berbicara tentang adegan-adegan lucu dalam film yang baru saja mereka tonton. Gavin juga melontarkan berbagai candaan yang membuat Valerie tertawa terbahak-bahak.
Pertunjukan stand-up comedy pun akhirnya dimulai, dan mereka tertawa sepanjang waktu saat komedian-komedian tersebut menghadirkan materi yang menggelitik. Tertawa bersama-sama membuat kencan ini semakin berkesan bagi mereka.
Matahari yang sebentar lagi terbenam membuat Gavin dan Valerie harus segera mengakhiri kencan mereka. Sebenarnya mereka sama-sama belum ingin pulang, masih ingin menghabiskan waktu bersama untuk lebih lama lagi.
Di perjalanan pulang, Valerie menyadari adanya sesuatu yang janggal. Ini bukan jalan menuju rumahnya. Entah ke mana Gavin akan membawanya setelah ini. Dia hanya diam tanpa menanyakan apa pun.
Setelah melalui perjalanan yang tak begitu lama, mereka tiba di salah satu taman kota yang sudah sepi. Valerie yang sangat menyukai bunga pun tersenyum ketika melihat betapa banyaknya bunga-bunga cantik di sana.
“Aku punya kejutan buat kamu,” Gavin merogoh box motornya, mencari sesuatu di antara tumpukan barang-barangnya. Lalu dia mengeluarkan 2 buah topeng kelinci berwarna merah muda. Valerie tertawa terbahak-bahak saat dia melihat topeng itu.
“Hahaha. Jadi kamu bawa aku ke sini buat nunjukin itu!”
“Hari ini kan tema kencan kita komedi, ga seru dong kalau langsung pulang. Makanya kemaren aku nyiapin ini buat jadi ending kencan kita. Gimana? Lucu kan?” Valerie pun tersenyum lebar, gemas dengan perilaku kekasihnya itu.
“Iya.”
Mereka berdua mengenakan topeng kelinci itu dan berjalan pulang dengan penuh tawa. Kencan ini memang berubah menjadi petualangan komedi yang tak terlupakan. Padahal ini barulah kencan kedua mereka, tetapi setelah kencan yang penuh tawa itu, Valerie dan Gavin merasa semakin dekat dengan satu sama lain. Mereka menemukan betapa pentingnya tertawa bersama dalam hubungan mereka. Keakraban dan kegembiraan itu pun telah memperkuat ikatan mereka.
Ketika mereka menghadapi masa depan bersama-sama, mereka tahu bahwa ada banyak tawa dan kebahagiaan yang akan datang. Valerie dan Gavin merencanakan untuk terus menjadikan kebahagiaan dan komedi sebagai bagian penting dari hubungan mereka yang ceria.
Valerie dan Gavin merayakan kencan komedi yang tak terlupakan, dan mereka siap untuk menghadapi masa depan yang penuh tawa bersama-sama, sambil terus menciptakan kenangan-kenangan lucu dalam perjalanan hidup mereka. Ketika mereka tiba di depan pintu rumah Valerie, Gavin mengelus kepala gadis itu sambil betanya.
“Seneng ga hari ini?”
“Seneng banget! Kamu gimana?”
“Mungkin terlalu cepet bagi aku untuk ngomong ini, tapi ini kencan paling membahagiakan bagi aku. Dan aku yakin kencan kita ke depannya bakal lebih membahagiakan lagi.”
“Aku juga ngerasa begitu. Walau pun kencan kita yang selanjutnya pasti bakal lebih seru lagi, 2 kencan pertama kita bakal jadi memori yang tak terlupakan.”
Demikianlah, Gavin dan Valerie merayakan kencan komedi yang tak terlupakan. Dimulai di bioskop dan berlanjut ke pertunjukan stand-up comedy, hingga perjalanan pulang yang dipenuhi tawa dan lelucon. Mereka siap untuk menjalani masa depan yang penuh tawa dan cinta, dengan harapan bahwa komedi akan selalu menjadi bagian penting dalam hubungan mereka yang ceria.