Read More >>"> Fallin; At The Same Time (KENCAN PERTAMA) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Fallin; At The Same Time
MENU
About Us  

“Anjir?! Seriusan lu?!” Laki-laki itu langsung terduduk di kasurnya begitu mendengar ucapan sahabatnya. Atlas sudah tertidur pulas ketika mendapat panggilan telepon dari Gavin. Dia menjawab panggilan itu dengan kondisi yang masih setengah sadar. Sebenarnya dia jengkel mendapat panggilan telepon selarut itu. Jika saja Gavin bukan sahabatnya, panggilan itu hanya akan diabaikan oleh Atlas.

            Gavin menelpon untuk memberitahukan bahwa dirinya dan Valerie sudah menjadi sepasang kekasih. Atlas sangat terkejut sampai-sampai rasa kantuknya hilang dalam sekejap. Padahal pagi tadi Gavin masih merasa tak percaya diri, tetapi malamnya laki-laki itu sudah berhasil menjadikan sang pujaan hati sebagai kekasihnya. Atlas sungguh takjud pada sahabatnya itu.

            “Halah! Bacotnya doang ngomong ga ada rencana nembak. Apanya yang ga ada rencana nembak?” Atlas sibuk menggoda temannya.

            “Memang ga ada, anjir! Itu gue tiba-tiba aja ngomong. Orang gue aja kaget, kok gue bisa tiba-tiba nembak. Tapi untungnya sih diterima,” Sepanjang panggilan telepon itu, Gavin tak bisa berhenti tersenyum. Dia terus terbayangkan akan momen dia mengungkapkan perasaannya pada Valerie, dan Valerie menerimanya.

            Ungkapan perasaannya pada Valerie itu memang bukan hal yang direncanakan, tetapi keluar begitu saja dari mulutnya. Tak hanya Valerie, laki-laki itu juga membuat dirinya sendiri terkejut. Sebenarnya saat itu dia sampai mengutuki dirinya sendiri dalam hati saat Valerie tak berkata apa pun. Tetapi untungnya hal itu berakhir dengan sangat baik.

            “Ga nyangka sih gue bisa secepet ini. Tapi congrats ya bro. Jangan lupa traktirannya hahaha.”

            “Gampang itu mah hahaha.”

 

 

 

“Lu sama Gavin jadian?” Pertanyaan itu tak kunjung henti Valerie dapatkan sejak pagi. Padahal baru beberapa jam yang lalu dia berpacaran dengan Gavin, tetapi beritanya sudah menyebar dengan begitu cepat. Bahkan orang-orang yang tidak dekat dengan mereka sudah mengetahuinya.

            Entah dari mana berita tentang Gavin dan Valerie itu menyebar. Yang pasti, karena kepopuleran Gavin di sekolah, nama Valerie pun jadi terangkat. Mereka dibicarakan di mana-mana, termasuk di jurusan IPS. Karena itu, tentunya mantan Gavin, Mary, sudah mengetahuinya.

            Banyak teman-teman Gavin yang menghampiri Valerie, ingin berkenalan dengannya. Valerie memang bukan anak yang populer karena pendiam, jadi tentu saja banyak yang belum mengenalnya. Beberapa teman Gavin yang menghampirinya sibuk menanyakan “Kok mau sama Gavin?” Termasuk Noah.

            Laki-laki itu bergegas masuk ke kelas Valerie saat jam istirahat. Dia menggebrak meja Valerie yang sedang fokus membaca buku, membuatnya terkejut. Valerie sampai hampir terjatuh dari kursinya.

            “Lu sama Gavin jadian?”

            “Bikin kaget aja sih! Kalau iya, kenapa?” Valerie menjawab dengan ketus lantaran kesal sudah dibuat kaget.

            “Kok lu mau sih sama dia? Anaknya tengil begitu,” Pertanyaan susulan yang sudah beberapa kali muncul ini membuat Valerie bosan. Orang-orang terus saja mempertanyakan hal yang bukanlah urusan mereka. Tetapi sebelum Valerie bisa mengatakan apa pun, Gavin datang dan menutup mulut temannya itu.

            “Ga usah dijawab, Val,” Gavin dengan susah payah berusaha menarik keluar Noah.

            “Sabar anjir! Gua mau ngobrol sama Val.”

            “Ga usah gangguin pacar orang, lu!” Keduanya pun keluar dari kelas, meninggalkan Valerie yang hanya bisa menggelengkan kepala. Dia tak bisa mengerti kenapa orang-orang sebegitu penasarannya dengan hubungannya dan Gavin yang baru terjalin beberapa jam saja.

            Di lihat dari arah mana pun, Gavin dan Valerie memanglah dua insan dengan penampilan dan kepribadian yang sangat berbeda. Wajar saja orang-orang terkejut mereka bisa menjadi sepasang kekasih. Terlebih lagi, Valerie adalah gadis pendiam yang ambis sementara Gavin adalah laki-laki yang suka bersosialisasi dan lebih tertarik pada urusan olahraga dari pada akademik.

            Pandangan Valerie beralih dari bukunya ke arah pintu. Gavin yang baru saja kembali ke kelas setelah mengobrol dengan Noah. Pria itu menarik kursi yang tidak ada penghuni ke depan meja Valerie. Kini keduanya duduk bersebrangan.

            “Maaf ya soal Noah. Soal temen-temenku yang lain juga. Mereka cuman penasaran soal kamu aja kok, ga ada maksud lain,” Valerie terkekeh. Ternyata laki-laki itu khawatir dia merasa tak nyaman. Awalnya dia memang merasa tak nyaman, tetapi Gavin yang menghawatirkannya itu membuatnya merasa lebih tenang.

            “Iya, aku paham. Aku juga ga terlalu mikirin kok kalau mereka nanya-nanya,” Gavin pun tersenyum.

            “Iya, jangan dipikirin. Dari pada mikirin itu, mending kita mikirin soal first date. Ada yang mau kamu lakuin ga untuk first date kita?” Pernyataan Gavin itu membuat ujung bibir Valerie terangkat. Ada banyak sekali hal yang ingin dia lakukan dengan Gavin, tetapi dia akan mulai dengan kegiatan yang sederhana dulu.

            “Emm.... Gimana kalau kita movie date malem Minggu?”

            “Keknya jangan malem minggu deh. Aku ga mau balikin kamu malem-malem, nonton kan bisa sampe malem banget. Gimana kalau malem Minggu kita makan di cafe aja? Entar hari Minggunya baru nonton.”

            “Boleh sih. Mau di cafe mana nih? Aku ga gitu tau cafe yang bagus di mana.”

            “Soal itu serahin aja ke aku, entar aku yang cari.”

 

 

 

Malam yang kian hari Valerie tunggu itu akhirnya tiba. Perasaannya campur aduk antara gembira dan gugup. Sejak sore hari tadi dia sudah sibuk mempersiapkan diri. Valerie ingin tampil cantik untuk kencan pertamanya dengan Gavin.

            Kamarnya yang semula tampak rapih, sekarang tampak seperti arena perang. Bajunya berserakan di mana mana, memenuhi lantai dan tertumpuk di kasur. Valerie mengeluarkan hampir semua bajunya dari lemari, hanya untuk mencari yang paling cocok dikenakannya malam ini.

            Makeup, catokan rambut, tergeletak begitu saja di meja. Valerie terlalu tergesa-gesa sampai tak membereskan apa pun. Dia akan membereskannya setelah pulang dari kencan.

Gavin: Kamu dah siap?

Gavin: Aku dah di luar nih.

            Valerie tersenyum lebar setelah membaca pesan Gavin. Dia bergegas keluar setelah berpamitan dengan orang tuanya. Saat itu kakak-kakaknya sedang ada pekerjaan di luar negri selama sebulan. Valerie sama sekali belum memberitahu mereka soal Gavin. Jujur saja Valerie sangat menghawatirkan reaksi mereka.

            Gavin sedang berdiri di samping motornya, memainkan ponselnya sambil menunggu Valerie untuk keluar. Laki-laki itu mengenakan setelan serba hitam dengan sepatu putih. Rambutnya yang ikal tampak rapih karena baru saja dipotong siang itu. Dengan perlahaan, Valerie berjalan menghampirinya, ingin mengejutkannya.

            Tetapi Gavin sudah terlanjur menyadari keberadaannya. Dia menatap ke arah Valerie sambil menampilkan senyum manis yang berhasil membuat hati gadis itu berdebar. “Cantik,” Pikir Gavin.

            Gadis itu mengenakan kemeja putih yang dikombinasi dengan blazer kotak-kotak berwarna hitam dan hijau. Rambutnya terurai dengan poni ala Korea yang sudah tercatok rapih. Eyeshadow merah muda dengan glitter halus, sangat menonjolkan mata hitamnya yang besar. Gavin sampai tertegun melihat penampilan perempuan itu.

            “Cantik banget pacarku,” Pernyataan Gavin itu membuat Valerie tersenyum malu sebelum menyelipkan rambutnya ke belakang telinga. Telinganya memerah, membuat Gavin menggigit bibirnya, menahan senyum.

            “Makasih.... Yuk berangkat.”

            Sudah tak ada lagi rasa canggung di antara mereka, hanya ada rasa berdebar yang menyenangkan hati. Suasana jalan yang disinari cahaya gedung-gedung itu terasa romantis. Walau pun sepanjang jalan dipenuhi oleh kendaraan, tetapi bagi mereka jalan saat itu terasa sepi. Obrolan mereka sungguh penuh tawa dan kasih hingga tak terusik. Dunia benar-benar terasa hanya milik berdua.

            Lampu merah yang menyala menghentikan laju motor Gavin. Sesekali dia melirik Valerie melalui kaca spionnya dan menyadari tangan gadis itu yang terletak kaku di bahunya. Dia pun meraih tangan kekasihnya itu dan memindahkannya ke pinggangnya. Memastikan gadis itu berpegangan erat padanya.

            Valerie tak bisa menahan senyumnya. Meski tertutup helm, Valerie bisa mengetahui bahwa Gavin juga sedang tersenyum. Kencan pertama mereka ini diawali dengan sangat baik. Keduanya tak sabar menanti apa yang akan terjadi berikutnya.

            Setelah memarkirkan motor di parkiran café, mereka masuk sambil berpegangan tangan. Café itu tak begitu ramai dan masih ada beberapa meja yang kosong. Mereka memutuskan untuk duduk di dekat jendela. Tak lama setelah mereka memesan makanan, Gavin menyadari kehadiran sosok yang tampak tak asing sedang duduk di meja yang berseberangan dengan mereka.

            “Kenapa, Gav?”

            “Itu…. Yang di belakang kamu…. Mirip bu Sabiru ga sih?” Valerie menengok ke belakang dan melihat sosok yang mirip dengan guru matematikanya sedang bermain game di ponselnya. Ada 2 minuman yang terletak di meja wanita itu, sepertinya dia sedang menunggu seseorang. Apa mungkin sedang berkencan juga?

            “Lah iya mirip! Apa jangan-jangan beneran bu Sabiru? Mau kita sapa?”

            “Tunggu-tunggu! Coba tanya yang lain dulu,” Gavin meraih ponselnya. Dia diam-diam memfoto wanita itu dan mengirim fotonya ke grup WhatsApp kelasnya. Gavin ingin memastikan dulu dengan teman-temannya sebelum salah menyapa orang. Tentu saja di grup itu tidak ada guru di dalamnya.

Gavin: /mengirim foto.

Gavin: Weh ini bu Sabiru ga sih?

Jian: ANJIR NGAKAK BANGET.

Gibran: Kalau dari poni cetarnya sih iya.

Elaine: Itu di café Deceliens ga sih?

Elaine: HAHAHA.

Gavin: Iya, di situ.

Gibran: Eh itu bu Sabiru lagi ngegame ga sih?

Kiara: Anjay, kece juga tuh ngegame di café.

Atlas: Guru milenial nih bos.

Jian: Samperin geh, Gav.

Gavin: KALAU SALAH GIMANA WOI?

Atlas: Ya, bilang aja “maaf ya salah orang, mirip guru mtk saya soalnya.”

Kiara: WOILAH.

Elaine: Gue yakin sih itu bu Sabiru.

Elaine: 100% dari poninya.

Kiara: Setuju sih.

Aileen: Lu sendiri tah Gav di sana?

Gavin: Engga lah.

Kiara: Sapa aja sih, Gav.

Elaine: Coba caper aja.

Elaine: Nyanyi mars sekolah.

Gibran: HAHAHA biar disamperin.

Gavin: Malu woi!

Gavin: Gue ga sendiri di sini.

Aileen: NGAKAK.

Kiara: Tanya aja “bu ini soal mtknya gimana ya?”

Asther: Ngedatenya ada bu Sabiru ya, Gav.

Jian: WADU WADU.

Jian: Bisa-bisanya.

Gavin: Heh Asther!

Tio: Jadi makin seru nih ceritanya.

Senja: Kalau ada gua di situ,

Senja: Langsung dinotice lu pasti.

Kiara: Awas keciduk lu.

            Dasar Asther! Gadis itu memang bermulut ember! Walau pun Gavin dan Valerie tidak berniat untuk menutupi hubungan mereka, bagaimana bisa Asther mengungkapkan soal kencan mereka di grup kelas?

            Tiba-tiba datang sosok lain yang dapat mereka kenali dengan jelas. Orang itu adalah wali kelas mereka, bu Alea. Bu Alea menghampiri orang yang tadi mereka curigai sebagai guru matematika mereka, sama saja seperti mengkonfirmasi bahwa orang itu adalah bu Sabiru.

            “Nah itu ada bu Alea. Kalau gitu yang satunya udah pasti bu Sabiru.”

            “Iya.”

            “Mau kita sapa ga?”

            “Entar aja kali ya. Pas kita udah mau balik.”

            Mereka memutuskan untuk tak dulu menyapa guru-guru mereka, takut situasi tiba-tiba berubah menjadi canggung. Sambil menunggu makanan mereka datang, mereka mengobrol tentang apa saja yang muncul di otak mereka. Kebanyakan dari itu, mereka bergossip tentang teman-teman mereka di sekolah.

            Ada banyak hal yang bisa dibicarakan dari mereka. Mulai dari masalah yang dimiliki antar teman, ke permasalahan cinta yang rumit, sampai ke permasalahan keluarga yang sebenarnya tak boleh dibahas. Mereka cukup percaya dengan satu sama lain untuk tak membocorkan obrolan itu ke mana-mana.

            Setelah hampir setengah jam berlalu, makanan yang sudah mereka pesan akhirnya dihidangkan. Ada pasta, steak, dan kentang goreng yang rencananya akan mereka bagi berdua. Baru saja Valerie mengambil sepotong kentang goreng saat wanita di belakangnya bersuara, membuatnya terdiam.

            “Selamat makan, Gavin,” Gavin yang namanya disebut pun ikut terdiam. Ternyata sejak tadi kedua gurunya sudah menyadari keberadaannya di sana.

            “Itu kamu lagi sama siapa sih, Gav?” Valerie membalikan badannya, menghadap guru-gurunya dengan canggung.

            “Halo bu.”

            “Oalah sama Valerie. Ini kalian udah jadian apa gimana nih?”

            “Udah jadian, bu,” Mereka berdua menjawab bersamaan.

            “Oh kalau gitu congrats ya.”

            Momen itu menjadi momen paling berkesan bagi mereka. Suatu hal yang tidak terbayangkan akan terjadi saat first date. Walau pun begitu, momen ini meninggalkan kesan yang menyenangkan bagi mereka, dan akan terus mereka ingat. Mereka yakin suatu saat nanti, kejadian hari ini akan menjadi memori bahagia yang terus mereka bicarakan di masa depan.

            Sebenarnya sejak awal, tak ada satu pun bagian dari momen ini yang terbayangkan oleh Valerie. Dirinya yang dulu tak akan pernah menduga kalau dia akan berpacaran dengan Gavin. Terlebih lagi sampai bertemu dengan para guru saat first date mereka. Bagi Valerie ini lucu, bagaimana hidup sangatlah tidak terduga. Dia tak sabar menanti ke mana hidup akan membawanya dengan Gavin.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Cinta dibalik Kebohongan
731      497     2     
Short Story
Ketika waktu itu akan datang, saat itu kita akan tau bahwa perpisahan terjadi karena adanya sebuah pertemuan. Masa lalu bagian dari kita ,awal dari sebuah kisah, awal sebuah impian. Kisahku dan dirinya dimulai karena takdir ataukah kebohongan? Semua bermula di hari itu.
Unending Love (End)
14502      1985     9     
Fantasy
Berawal dari hutang-hutang ayahnya, Elena Taylor dipaksa bekerja sebagai wanita penghibur. Disanalah ia bertemua makhluk buas yang seharusnya ada sebagai fantasi semata. Tanpa disangka makhluk buas itu menyelematkan Elena dari tempat terkutuk. Ia hanya melepaskan Elena kemudian ia tangkap kembali agar masuk dalam kehidupan makhluk buas tersebut. Lalu bagaimana kehidupan Elena di dalam dunia tanpa...
Konstelasi
741      369     1     
Fantasy
Aku takut hanya pada dua hal. Kehidupan dan Kematian.
Perihal Waktu
360      245     4     
Short Story
"Semesta tidak pernah salah mengatur sebuah pertemuan antara Kau dan Aku"
Evolution Zhurria
291      180     4     
Romance
A story about the evolution of Zhurria, where lives begin, yet never end.
Furimukeba: Saat Kulihat Kembali
398      268     2     
Short Story
Ketika kenangan pahit membelenggu jiwa dan kebahagianmu. Apa yang akan kamu lakukan? Pergi jauh dan lupakan atau hadapi dan sembuhkan? Lalu, apakah kisah itu akan berakhir dengan cara yang berbeda jika kita mengulangnya?
For One More Day
433      296     0     
Short Story
Tentang pertemuan dua orang yang telah lama berpisah, entah pertemuan itu akan menyembuhkan luka, atau malah memperdalam luka yang telah ada.
RINAI
365      261     0     
Short Story
Tentang Sam dan gadis dengan kilatan mata coklat di halte bus.
the invisible prince
1510      807     7     
Short Story
menjadi manusia memang hal yang paling didambakan bagi setiap makhluk . Itupun yang aku rasakan, sama seperti manusia serigala yang dapat berevolusi menjadi warewolf, vampir yang tiba-tiba bisa hidup dengan manusia, dan baru-baru ini masih hangat dibicarakan adalah manusia harimau .Lalu apa lagi ? adakah makhluk lain selain mereka ? Lantas aku ini disebut apa ?
Yang Terlupa
411      223     4     
Short Story
Saat terbangun dari lelap, yang aku tahu selanjutnya adalah aku telah mati.