“Kamu jadi ke luar kota hari ini?” Gavin menatap wajah Valerie yang sedang sibuk mengunyah makanannya, menunggu jawaban gadis itu. Hari ini Valerie akan pergi ke luar kota bersama keluarganya untuk menghadiri acara wisuda kakak tertuanya.
“Iya, nanti pulang sekolah langsung berangkat.”
“Terus pulangnya kapan?”
“Nah, jujur soal itu aku juga ga tau. Katanya sih tanggal 11 ada acara sampe malem. Mungkin kalau ga kemalaman, abis itu langsung pulang. Tapi kalau kemalaman, besoknya baru pulang.”
“Pas ulang tahun kamu dong?” Valerie menyadari tampak sedih yang muncul di wajah Gavin. Dia pun meraih tangan kekasihnya dan mengusapnya dengan jempolnya.
“Bakal aku usahain pulang tanggal 11 kok!” Gadis itu bisa memahami kesedihan Gavin. Dia juga ingin merayakan ulang tahunnya bersama kekasihnya itu. Tetapi sebelum itu, dia harus mencari cara untuk memberitahukan kakak-kakaknya tentang Gavin.
Walau pun sudah menjalin hubungan kekasih dengan Gavin selama sebulan, Valerie sama sekali belum memberitahukan kakak-kakaknya tentang hubungannya itu. Dia juga melarang orang tuanya untuk membicarakan hal itu kepada mereka.
Karena merupakan anak bungsu, kakak-kakak Valerie sangatlah protektif padanya. Selama ini mereka tak membiarkan satupun lelaki mendekati adik mereka. Oleh karena itu, Valerie sangat khawatir bila kakak-kakaknya tidak bisa menerima Gavin dengan baik. Dia tak ingin mereka menyuruhnya untuk mengakhiri hubungan itu.
Selama seminggu terakhir, Valerie terus memikirkan cara terbaik untuk memberitahukan kakak-kakaknya. Dia sampai berlatih di depan cermin setiap harinya, hanya untuk berbicara dengan mereka.
Setelah melalui perjalanan yang panjang, Valerie dan keluarganya akhirnya sampai di kota tujuan mereka. Valerie merasa sangat senang dan juga gugup untuk bertemu dengan kakak-kakaknya. Walau pun begitu, dia sangat merindukan mereka,
Mereka sudah membuat reservasi di sebuah restoran mewah untuk makan malam keluarga bersama. Begitu melihat kakaknya, Valerie langsung berlari menghampiri mereka. Kakaknya pun membuka tangan dengan lebar, sudah siap untuk menerima sang adik ke dalam dekapannya.
“Kak Sky!” Valerie langsung memeluk kakak tertuanya itu.
“Cuman kak Sky nih yang dikangenin? Kakak yang satu lagi engga?” Valerie terkekeh mendengar ucapan kakaknya itu. Dia langsung beralih untuk memeluk kakaknya yang kedua.
“Aku juga kangen kok sama kak Max!”
“Cih! Dasar bocil! Gitu aja cemburu!” Sky berkomentar. Dia tak terima pelukan dengan adik bungsunya itu berakhir begitu saja. Max pun hanya mengabaikan kata-kata kakaknya sambil menunjukkan senyuman tengil. Senyuman itu membuat Sky merasa jengkel.
Sebelum terjadi pertikaian di antara keduanya, orang tua Valerie menyuruh anak-anaknya itu untuk duduk dan memesan makanan. Valerie duduk di antara kedua kakaknya, agar mereka merasa adil. Sejak kecil mereka memang selalu memperebutkan Valerie. Wajar saja, Valerie adalah adik perempuan mereka satu-satunya.
Sambil menunggu makanan yang mereka pesan datang, mereka mengobrol dengan satu sama lain. Membicarakan banyak hal mulai dari kehidupan perkuliahan kakak-kakaknya hingga perkembangan bisnis orang tuanya. Di tengah kericuhan keluarganya, Valerie hanya terdiam. Dia belum siap untuk membicarakan soal Gavin pada kakaknya.
“Kenapa diem aja, Val?”
“E-eh…. I-itu…,” Valerie tak bisa langsung menjawab, dia terlalu merasa gugup.
“Kalau ada yang mau kamu omongin, bilang aja, dek,” Max mengelus kepala adiknya.
“I-itu…. Sebenarnya…. S-sebenarnya…. Aku….”
“Kamu kenapa?”
“Aku…. Punya pacar, kak,” Sky dan Max langsung terdiam begitu mendengar pernyataan Adik mereka. Valerie melanjutkan ucapannya dengan gugup. Dia terus melihat ke bawah, tak berani menatap kakak-kakaknya sekali pun.
“Namanya Gavin. Kita udah pacaran sebulan. A-aku bukan ga mau ngasih tau kakak-kakak, cuman aku takut kakak marah, m-makanya aku mau ngomong langsung…. T-tapi dia anaknya baik kok! Jadi kakak-kakak ga perlu khawatir.”
“Oh gitu. Semoga langgeng ya,” Sky dan Max berkata bersamaan. Jawaban singkat mereka itu membuat Valerie terkejut. Mereka tidak marah? Mereka bahkan tidak menanyakan apa pun.
“K-kakak-kakak…. Ga marah?”
“Engga. Kenapa kita harus marah? Kamu udah gede, udah cukup usia buat pacaran. Kalau kamu mau punya pacar, ya itu terserah kamu. Kakak juga yakin kamu ga akan bakal asal milih cowok,” Max menjawab dengan tenang. Dia menyadari kekhawatiran adiknya itu dan dia ingin meyakinkannya bahwa dia benar-benar tidak marah. Semua orang melirik ke arah Sky. Dia masih saja terdiam. Setelah beberapa saat, akhirnya dia bersuara.
“Kakak punya 2 syarat. Yang pertama, kamu harus bilang ke kakak kalau dia nyakitin kamu. Dan yang kedua, jangan toleransi kesalahan yang dia buat. Ngerti kan?”
“Iya kak! Aku ngerti. Makasih banyak udah ngertiin aku,” Akhirnya gadis itu tersenyum kembali. Sky langsung menarik adiknya ke dalam pelukannya. Orang tua mereka memandang pemandangan itu dengan bahagia.
Sebagai saudara, sudah sewajarnya saling menyayangi dan menjaga. Sebagai anak tertua, Sky merasa bertanggung jawab untuk menjaga adik-adiknya, terutama Valerie yang merupakan adik bungsu serta adik perempuannya satu-satunya. Memang, jika dibandingkan dengan Max dan papanya, Sky lah yang paling protektif terhadap Valerie.
Kebahagiaan Valerie adalah yang terpenting bagi Sky, jauh di atas kebahagiaannya sendiri. Dia ingin adiknya itu selalu baik-baik saja, tak meneteskan air mata yang berharga satu tetes pun. Apalagi jika air mata itu disebabkan oleh laki-laki. Sky sudah berusaha merasa menjadi contoh laki-laki baik untuk adiknya dan dia tak ingin ada yang merusak usahanya selama ini.
Hari demi hari pun berlalu. Sudah hampir seminggu sejak Gavin bertemu Valerie. Walau pun mereka saling mengirim pesan setiap hari, dan sesekali bertelponan, hal-hal itu tetap tidak cukup untuk mengobati rasa rindunya pada Valerie.
Sehari-hari dia merasa bosan tanpa kehadiran gadis itu. Dia jadi merasa malas untuk melakukan berbagai hal karena perasaan rindunya pada Valerie. Salah satunya, dirinya yang biasanya duduk di bagian depan kelas untuk menemani Valerie, pindah ke belakang kelas.
Sejak awal laki-laki yang tak begitu memperdulikan pendidikannya itu, tak suka duduk di bagian depan kelas. Tetapi sejak berpacaran dengan Valerie, dia jadi ingin mengubah kebiasaannya itu. Valerie adalah gadis yang sangat mementingkan aspek akademis dalam hidupnya. Dia membiasakan diri untuk duduk di bagian terdepan kelas agar bisa fokus maksimal pada materi yang dijelaskan.
Gavin ingin mengikuti kebiasaan baik Valerie itu. Tak hanya itu saja, dia ingin mengikuti semua kebiasaan Valerie yang dianggap baik olehnya. Dengan begitu, dia akan merasa berada di posisi yang sepadan dengan gadis itu. Tetapi tanpa dia sadari, Valerie juga ingin menerapkan kebiasaan-kebiasaan baik Gavin. Mereka ingin menjadi pasangan yang tak hanya saling melengkapi, tetapi juga membawa pengaruh baik bagi satu sama lain.
“Kok tumben Gavin pindah ke belakang?”
“Iyalah bu, ayangnya lagi ga ada.”
Perkataan teman-temannya yang terus menggodanya itu membuat Gavin tertawa. Mereka benar, dia malas berada di sana jika tak ada Valerie. Gavin benar-benar merindukan kekasihnya itu, sampai hampir gila rasanya. Dia hanya bisa berharap Valerie akan segera kembali. Dan kalau bisa, sebelum hari ulang tahun gadis itu.
Gavin: Kapan balik, Val?
Valerie: Tanggal 11 dah balik kok.
Valerie: Cuman mungkin agak malem aja baliknya.
Valerie: Haha, udah berapa kali ya kamu nanyain ini? Lebih dari 5 ada deh keknya.
Gavin: Maaf ya.
Gavin: Ada yang kangen sama kamu soalnya.
Valerie tersenyum saat membaca pesan dari Gavin. Dia tahu benar bahwa kekasihnya itu sedang merindukannya. Dia juga merasa begitu. Tetapi dia tak ingin langsung mengakuinya. Selama ini Gavin terus menggodanya, sekarang gilirannya itu melakukan hal itu.
Valerie: Hmmm.
Valerie: Siapa tuh?
Gavin: Masa kamu ga tau?
Valerie: Iya nih, aku ga tau.
Valerie: Memangnya siapa ya?
Gavin: Aku.
Gavin: Aku kangen sama kamu, Val.
Gavin: Memangnya kamu ga kangen sama aku?
Valerie: Engga tuh.
Valerie tertawa saat melihat Gavin hanya membaca pesannya. Laki-laki itu pasti sedang merajuk sekarang. Dia bisa membayangkannya, wajah Gavin yang terlihat memelas dengan bibir yang dimanyunkan. Sangat lucu.
Valerie: Haha jangan ngambek dong.
Valerie: Aku juga kangen sama kamu.
Gavin: Siapa yang ngambek?
Gavin: Ga ada ngambek.
Valerie: Ih boong.
Valerie: Tadi aja chatku Cuman diread.
Gavin: Iya deh, iya.
Gavin: Aku kangen banget sama kamu.
Selama bertukar pesan dengan Gavin, Valerie terus saja tersenyum. Tanpa ditanya pun, kakak-kakak yang melihatnya sudah bisa mengetahui alasan adik mereka terus tersenyum lebar seperti itu. Valerie sedang ada di masa yang berbunga-bunga. Wajar saja, dia baru pertama kali menjalin hubungan pacaran. Ini pun baru sebulan pertama.
Hubungan cinta memanglah sesuatu yang mendebarkan. Terutama bagi orang-orang yang baru pertama kali menjalaninya. Hanya saja terkadang, perasaan itu bukan sesuatu yang bertahan lama. Bisa ada perubahan suasana hati dalam hubungan sebagai sepasang kekasih. Dan terkadang, perubahan suasana hati itu tak mengarah ke arah yang baik.
Karena itu dalam menjalin hubungan, bukan hanya cinta yang diperlukan. Diperlukan juga komitmen, kepercayaan, komunikasi, dan berbagai hal lainnya. Dengan begitu, hubungan yang dijalankan akan lebih terasa menyenangkan.
Kakak-kakak Valerie yang terlalu menyayanginya, tidak mau adik mereka sampai merasakan penderitaan dari sebuah hubungan. Hanya saja, jika terus tak merasakannya, Valerie tidak akan tahu cara menghadapinya. Dan dia juga tidak akan tahu, hubungan cinta seperti apa yang tulus dan berharga.
Sky dan Max tahu dengan jelas mengapa Valerie ingin kembali ke kota asalnya sebelum ulang tahunnya. Dia ingin merayakan ulang tahunnya itu dengan sang kekasih. Jika memang itu yang Valerie inginkan, mereka akan menurutinya.
Setelah melalui serangkaian acara dari pagi hingga malam, Valerie dan keluarganya menempuh perjalanan pulang. Karena mereka berpergian dengan mobil, membutuhkan waktu yang cukup lama untuk sampai. Kemungkinan mereka akan sampai di rumah saat sudah subuh.
Beberapa menit sebelum tengah malam, papanya memutuskan untuk singgah di rest area. Sejak tadi Valerie dan mamanya hanya tidur di mobil, sementara papa dan kakak-kakaknya bergantian menyetir setiap beberapa jam.
Setelah tidur beberapa jam di mobil, Valerie memutuskan untuk turun dan merenggangkan badannya. Dia membeli segelas matcha latte panas untuk menghangatkan badan. Suasana malam itu benar- benar dingin.
Valerie membuka ponselnya. Jam menunjukkan pukul 23.59. Hanya semenit lagi sebelum tengah malam dan berganti hari ke hari ulang tahunnya. Valerie menyesap pelan matcha lattenya sebelum mendengar suara notifikasi pesan dari Gavin. Dia buru-buru melihat pesan itu. Pesan yang dikirimkan Gavin itu membuatnya terharu.
Gavin: Hai sayang.
Gavin: Happy birthdayyy.
Gavin: Jujur ga kerasa sih udah 1 bulan sama kamu. Rasanya bahagiaaaaa banget, tiap hari ga ada yang ngebuat hari-hariku berat. Hahaha aku bersyukur banget sih punya cewe kek kamu. Makasih ya udah mau nerima aku yang gini-gini aja. Makasih banget. Semoga aku bisa memeningkan kamu sampe lamaaaaaa banget.
Valerie sangat terharu saat membaca pesan itu. Matanya sampai berkaca-kaca. Walau pun sering bersikap manis, Gavin tak begitu sering menunjukkan rasa sayangnya melalui kata-kata. Cukup dengan ucapan “I love you” saja, tak lebih dari itu.
Selama ini Valerie merasa bersyukur bisa mendapatkan laki-laki baik seperti Gavin. Tidak dia sangka laki-laki itu juga merasakan hal yang sama tentangnya. Ulang tahun yang selama ini terasa spesial baginya, kini terasa lebih spesial lagi.
Semua tentang dirinya dirayakan, oleh orang-orang yang dia sayangi, dan di hari spesialnya.