Read More >>"> Fallin; At The Same Time (MELUANGKAN WAKTU BERSAMA) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Fallin; At The Same Time
MENU
About Us  

Hanya ada kesunyian dan kegelapan di kamar bernuansa merah muda itu. Di hari Minggu yang tampaknya cerah ini, Valerie hanya bisa berbaring di kamarnya. Aktifitasnya itu tak terusik sejak pagi. Bosan, sangat bosan. Dia sama sekali tak tahi harus berbuat apa. Pekerjaan rumah yang akan dikumpul besok, sudah dia selesaikan dari hari-hari sebelumnya. Teman-temannya pun sibuk, tidak ada yang bisa dia ajak keluar.

            Valerie terus menatap langit-langit kamarnya, terlarut dalam pikirannya sendiri. Entah apa yang sedang dipikirkan gadis itu. Imajinasinya memenuhi pikiran. Notifikasi pesan berdering dari ponselnya. Dia meraih ponsel yang ada di sampingnya, langsung memastikan pesan apa yang dia dapat.

Gavin: Val,

Gavin: Lagi sibuk ga?

Valerie: Ga ada kerjaan malah.

Valerie: Kenapa emangnya?

Gavin: Kalau ku ajak keluar dadakan gini bisa ga?

Gavin: Kalau ga bisa gapapa kok.

Valerie: Emm…. Sedadakan apa nih?

Gavin: 2 jam lagi berangkat.

Valerie: Eh buset! Dadakan banget.

Valerie: Mau kemana nih emangnya?

Gavin: Gardenia Plaza.

Gavin: Kata temen-temenku di sana lagi ada event, banyak bazar juga.

Gavin: Mau ikut ga?

Valerie: Mau banget!

Valerie: Sabar aku izin mama dulu.

Gavin: Oke.

            Bukankah hal ini terlihat aneh? Valerie yang beberapa hari lalu merasa kesal karena harus bertemu Gavin di luar sekolah, sekarang malah menerima tawaran untuk pergi bersamanya. Dia pun merasa kaget dengan perubahan sikapnya sendiri. Entah apa yang membuatnya menjadi seperti itu. Tak mungkin dia ‘baper’ hanya karena kata-kata manis yang dilontarkan Gavin beberapi hari yang lalu. Valerie bukan wanita seperti itu.

 

 

 

Kejadian di sekolah kemarin….

“Tugas melukis hari ini akan dilakukan secara berkelompok. Silahkan pilih sendiri kelompoknya, 1 kelompok berisi 5 orang.” Lagi-lagi ada tugas berkelompok. Kelompok Valerie sudah terbentuk, tetapi masih tersisa tempat untuk 1 orang lagi.

            “Kalau aku masuk kelompok ini boleh ga?”

            “Boleh aja! Sini gabung!”

            Pemandangan di hadapannya membuat Asther terkejut. Valerie baru saja menerima Gavin ke dalam kelompoknya. Biasanya gadis itu akan menghindari berkelompok dengan si pembuat onar, tetapi kali ini dia menerimanya dengan senang hati. Apa terjadi sesuatu di antara mereka akhir-akhir ini? Mereka tiba-tiba terlihat dekat. Bahkan tak hanya Asther, semua orang di kelas itu menyadarinya.

 

 

 

Kembali ke masa kini….

Valerie bergegas pergi ke kamar orang tuanya, ingin meminta izin untuk pergi bersama Gavin. Di sana mamanyanya sedang merias diri, bersiap untuk pergi ke acara arisan.

            “Kenapa, Val? Kok sampe lari-lari gitu?” Mamanya bertanya dengan terheran-heran.

            “Itu mi, temenku Gavin, dia ngajak pergi ke Gardenia Plaza 2 jam lagi. Katanya lagi ada banyak bazar disana. Aku boleh pergi ga?”

            “Gavin yang kemarin nganter kamu pulang itu? Boleh aja sih. Sama siapa aja perginya?”

            “Ada temen-temennya Gavin juga kok, mi, jadi ga berdua doang. Tapi keknya aku ga kenal deh sama mereka. Ga disebutin juga sih sama Gavin ada siapa aja.”

            “Coba kamu pastiin dulu. Ada cewenya ga? Kalau kamu cewe sendiri, mami ga bolehin.”

            Walau pun Valerie adalah anak bungsu dan anak perempuan satu-satunya, orang tuanya tidak terlalu protektif padanya, berbeda dengan kedua kakak laki-lakinya. Skylar dan Alex sangat protektif pada si bungsu. Jangankan pergi berkencan, jika mereka tahu ada yang mendekati adik mereka, mereka pasti akan mencegahnya. Bahkan mereka tidak mengenalkan Valerie pada teman-teman mereka. Hanya saja saat ini, mama Valerie bahkan tak mengenal Gavin, apalagi teman-temannya.

Valerie: Gavin,

Valerie: Ini kita perginya sama siapa aja ya?

Valerie: Mami ga kasih soalnya kalo aku cewe sendiri.

Gavin: Ada Noah sama Atlas.

Gavin: Mereka pada bawa cewe kok jadi kamu ga sendiri.

Gavin: Oh ya, nanti perginya aku jemput aja.

Gavin: Biar bareng.

            Setelah memastikan siapa saja yang akan ikut, Valerie diberi izin oleh mamanya. Dia bergegas bersiap, memilih baju yang cantik dan menata rambutnya. Entah kenapa dia amat sangat bersemangat untuk pergi. Entah karena dia berhasil menemukan kegiatan untuk mengisi kebosanannya atau karena akan meluangkan waktu bersama Gavin.

            Membutuhkan waktu yang cukup lama bagi Valerie untuk bersiap. Untungnya dia bisa selesai tepat waktu, tepat sebelum Gavin sampai ke rumahnya. Laki-laki yang tak berkulit terlalu putih itu memakai pakaian serba hitam yang membuatnya tampak serasi dengan motornya. Penampilannya berkebalikan sekali dengan Valerie yang mengenakan cardigan berwarna merah muda. Bahkan dari segi cara berpakaian pun mereka sangat berbeda.

            Gavin berdiri di samping motornya sambil memegang helm yang dia bawakan untuk Valerie. Karena Valerie lebih sering bepergian dengan mobil, laki-laki itu berasumsi bahwa perempuan itu tak memiliki helm di rumahnya. Asumsinya itu tak benar. Valerie memiliki helm di rumahnya. Memang bukan miliknya sendiri, tetapi mmilik kakak laki-lakinya. Hanya saja, Valerie tak begitu suka menggunakannya.

            Karena tak biasa memakai helm, Valerie sedikit kesulitan memasangkan pengait di helm yang dia gunakan. Gavin segera menyadari hal itu. Tanpa mengatakan apa pun, Gavin langsung mengulurkan tangannya untuk membantu Valerie. Tentu saja Valerie dibuat terkejut dengan gestur mendadak laki-laki itu. Jarak mereka saat ini sangatlah dekat. Lebih dekat dibandingkan saat 'boncengan' waktu itu.

            “Nah, udah,” Valerie memalingkan wajahnya, tak ingin sosok yang berhasil membuatnya berdebar, melihat wajahnya yang merah. Walau pun sudah berusaha menutupinya, Gavin tetap menyadari bahwa gadis itu salah tingkah. Dia menggigit bibirnya yang hampir tersenyum.

            “Pegang bahu aku aja kalau susah.”

            “Eh? Gapapa?”

            “Gapapa. Dari pada kamu jatoh.”

            Laki-laki itu memang memiliki kepekaan tinggi.

            Perjalanan mereka terasa nyaman dan menyenangkan. Didukung oleh cuaca cerah yang tak begitu panas. Angin yang berhembus sejuk menciptakan ketenangan di hati mereka, membuat keduanya bisa berbincang nyaman tanpa adanya kecanggungan di antara mereka. Mereka membicarakan banyak hal. Harga minyak yang naik, kemacetan kota, semua yang muncul di otak mereka. Orang-orang yang melihat mereka saat ini pasti akan mengira bahwa mereka adalah sepasang kekasih.

            Tak butuh waktu lama untuk sampai di tempat tujuan mereka. Bahkan dari situasi di tempat parkir saja, Valerie sudah bisa membayangkan betapa ricuhnya tempat itu. Biasanya Valerie akan merasa tak nyaman jika harus berada di lautan orang, tetapi kali ini Valerie merasa biasa saja. Mungkin karena dia tahu Gavin akan melindunginya.

            Mereka bersusah payah mencari tempat parkir yang pada akhirnya mereka temukan jauh dari pintu masuk. Mereka harus berjalan cukup jauh hanya untuk benar-benar sampai di tempat itu. Valerie sedang memperhatikan orang-orang yang lewat ketika ada tangan yang menarik tangannya.

            “Jangan jalan di pinggir, bahaya,” Gavin menarik Valerie ke sebelah kirinya, guna melindungi gadis itu dari kendaraan-kendaraan yang melintas. “Gentleman sekali,” pikir Valerie. Mungkin karena sudah memiliki pengalaman berpacaran, Gavin jadi tau cara memperlakukan perempuan dengan baik.

            “Jalan ke pintu masuk aja penuh perjuangan ya,” Gavin terkekeh mendengar keluhan Valerie.

            “Kenapa? Dah cape?” Pertanyaan itu Gavin lontarkan sambil tersenyum. Entah sejak kapan Valerie merasa senyuman itu 'manis', membuat hatinya sedikit berdebar.

            “Belum kok! Jadi.... Ini kita mau kemana dulu?”

            “Makan dulu yuk. Kamu belum makan siang kan pasti.”

            “Ih tapi disitu ada tempat main. Ga mau main dulu aja?” Valerie baru saja melirik ke arah tempat yang penuh dengan permainan menyenangkan. Rasanya seperti mereka sedang berada di pasar malam yang buka di siang hari.

            “Makan dulu, Val. Entar kamu sakit kalau ga makan siang. Setidaknya isi perut dikit lah, jangan dibiarin kosong.”

            “Yaudah deh...,” Gavin mengabaikan wajah Valerie yang cemberut itu. Memang imut, tetapi Gavin tidak akan luluh hanya karena itu. Valerie memang harus mengisi perutnya dulu, jika tidak maagnya bisa kambuh.

            Ada banyak sekali pilihan makanan disana. Kebab, sosis bakar, sate ayam, takoyaki, dan masih banyak lagi. Valerie yang sebelumnya tak begitu tertarik untuk makan, sekarang malah membeli banyak makanan. Dia sampai kebingungan mau membeli apa saja. Gavin sendiri tidak membeli apa pun selain kopi hitam. Dia berencana untuk menghabiskan makanan yang tidak mungkin dihabiskan semuanya oleh Valerie.

            “Enak?”

            “Enak!” Gavin tersenyum karena respons Valerie. Gadis yang biasanya bersikap dewasa itu, sekarang sedang terlihat seperti anak kecil. Makannya sedikit berantakan, ada sedikit noda di dekat bibirnya. Tanpa Gavin sadari, tangannya meraih dagu Valerie, membersihkan noda itu dengan jempolnya. Valerie membeku, tak bisa menghindar. Gavin pun akhirnya menyadari perbuatannya.

            “Maaf…. Tadi ada noda di bibir kamu.”

            “Iya, gapapa,” Valerie sibuk melihat ke segala arah, tidak ingin matanya bertatapan dengan Gavin. Wajahnya menjadi merah lagi. “Kenapa aku jadi salting gini sih?” pikirnya.

            Keheningan menyelimuti keduanya, membuat suasa tiba-tiba menjadi canggung. Jika saja Gavin tak melakukan itu, mereka pasti akan bersikap biasa saja. Tetapi mau bagaimana lagi? Dia melakukan itu tanpa dia sadari.

            Sebelum rasa canggung semakin menggerogoti mereka berdua, Noah dan Atlas, beserta para kekasih mereka, menghampiri Gavin dan Valerie. Kesunyian ini tergantikan oleh riuhnya tawa. Walau pun sebenarnya Gavin tak berencana untuk bergabung dengan teman-temannya, dia menyusukuri kehadiran teman-temannya bisa meruntuhkan tembok yang terbentuk karena perbuatannya itu.

            “Kalian ga foto-foto? Banyak yang lagi cosplay tuh,” Ya benar, itulah yang sedari tadi Valerie perhatikan sejak berada di tempat parkiran, orang-orang yang berdandan seperti karakter anime. Valerie sendiri memang bukan penggemar anime, tetapi dia ingin sekali berfoto dengan orang-orang yang sedang cosplay itu. Sifat pemalunya itu membuatnya takut bahkan hanya untuk sekedar penyapa orang-orang disana, apalagi meminta foto.

            “Kamu mau foto?”

            “Mau sih…. Sayang banget kan kalau ga foto. Jarang lho ada event kek gini. Tapi emangnya kamu mau?”

            “Ya kalau itu yang kamu mau, bakal aku turutin,” Sebenarnya Gavin bukanlah tipe laki-laki yang suka berfoto, tetapi entah mengapa dia merasa harus memenuhi keinginan Valerie itu.

           

Tak terasa waktu berlalu dengan cepat, matahari akan segera terbenam. Waktu menyenangkan yang mereka habiskan bersama harus berakhir. Selama perjalanan, Gavin tak bisa berhenti tersenyum, mengingat hari yang dia lalui dengan Valerie hari ini. Harus dia akui, dia senang bisa menghabiskan waktu dengan gadis itu. Senyumannya itu tentu saja tidak bisa dilihat oleh Valerie, tertutupi oleh helm yang dikenakannya.

            “Makasih ya Gav untuk hari ini,” Senyuman manis Valerie lontarkan pada laki-laki itu.

            “Iya, sama-sama. Seneng ga hari ini?” Gavin membalas senyuman Valerie.

            “Seneng banget! Jarang sih ya ada acara kek gini. Padahal seru banget, banyak yang cosplay. Pada cakep-cakep weh.”

            “Coba deh kamu cosplay, pasti cocok.”

            “Ih engga ah, ga pede. Yang cosplay tadi cantik-cantik imut gitu.”

            “Ya, makanya itu kamu pasti cocok,” Pernyataan Gavin itu membuat Valerie terkekeh.

            “Jadi secara ga langsung kamu bilang aku cantik nih?” Valerie menaikan alisnya. Dia melontarkan pertanyaan itu sebagai candaan, tetapi jawaban Gavin membuatnya terdiam.

            “Iya.”

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Cinta dibalik Kebohongan
731      497     2     
Short Story
Ketika waktu itu akan datang, saat itu kita akan tau bahwa perpisahan terjadi karena adanya sebuah pertemuan. Masa lalu bagian dari kita ,awal dari sebuah kisah, awal sebuah impian. Kisahku dan dirinya dimulai karena takdir ataukah kebohongan? Semua bermula di hari itu.
Unending Love (End)
14502      1985     9     
Fantasy
Berawal dari hutang-hutang ayahnya, Elena Taylor dipaksa bekerja sebagai wanita penghibur. Disanalah ia bertemua makhluk buas yang seharusnya ada sebagai fantasi semata. Tanpa disangka makhluk buas itu menyelematkan Elena dari tempat terkutuk. Ia hanya melepaskan Elena kemudian ia tangkap kembali agar masuk dalam kehidupan makhluk buas tersebut. Lalu bagaimana kehidupan Elena di dalam dunia tanpa...
Konstelasi
741      369     1     
Fantasy
Aku takut hanya pada dua hal. Kehidupan dan Kematian.
Perihal Waktu
360      245     4     
Short Story
"Semesta tidak pernah salah mengatur sebuah pertemuan antara Kau dan Aku"
Evolution Zhurria
291      180     4     
Romance
A story about the evolution of Zhurria, where lives begin, yet never end.
Furimukeba: Saat Kulihat Kembali
398      268     2     
Short Story
Ketika kenangan pahit membelenggu jiwa dan kebahagianmu. Apa yang akan kamu lakukan? Pergi jauh dan lupakan atau hadapi dan sembuhkan? Lalu, apakah kisah itu akan berakhir dengan cara yang berbeda jika kita mengulangnya?
For One More Day
433      296     0     
Short Story
Tentang pertemuan dua orang yang telah lama berpisah, entah pertemuan itu akan menyembuhkan luka, atau malah memperdalam luka yang telah ada.
RINAI
365      261     0     
Short Story
Tentang Sam dan gadis dengan kilatan mata coklat di halte bus.
the invisible prince
1510      807     7     
Short Story
menjadi manusia memang hal yang paling didambakan bagi setiap makhluk . Itupun yang aku rasakan, sama seperti manusia serigala yang dapat berevolusi menjadi warewolf, vampir yang tiba-tiba bisa hidup dengan manusia, dan baru-baru ini masih hangat dibicarakan adalah manusia harimau .Lalu apa lagi ? adakah makhluk lain selain mereka ? Lantas aku ini disebut apa ?
Yang Terlupa
411      223     4     
Short Story
Saat terbangun dari lelap, yang aku tahu selanjutnya adalah aku telah mati.