Aku tidak tahu apa yang sedang aku lakukan di sini, tapi perasaanku seperti seorang asing di tengah orang-orang yang semestinya menjadi keluargaku. Walaupun tidak semuanya adalah keluarga, setidaknya mereka semua memiliki peran penting dalam perusahaan keluarga ini. Perusahaan yang bergerak di berbagai sektor industri yang besar, dengan kekuasaan dan pengaruhnya yang tak terbantahkan.
Mereka semua tampak begitu sibuk, tertawa dan berbicara tentang bisnis yang sedang mereka pegang. Terkadang, aku bahkan mendengar percakapan tentang bagaimana mereka akan menghabiskan harta warisan kakek jika suatu saat kakek meninggalkan kita semua. Padahal, kakek masih duduk di kursi utama sebagai pemilik acara ini, sebuah acara tahunan keluarga yang disebut "gathering keluarga."
Aku, sebenarnya, tidak peduli dengan semua itu. Bagi ku, semua omong kosong ini tak lebih dari debu yang terbawa angin. Seandainya di depanku ada laptop, aku pasti akan membukanya dan masuk ke dalam dunia game favoritku. Namun, tempat ini bukan kamarku, jadi aku hanya bisa berdiri di pojok ruangan, berpura-pura memainkan ponsel, menekan layarnya beberapa kali padahal aku hanya bermain-main dengan menu utama.
Ah, seandainya saja aku bisa melewati acara ini seperti melewati level sulit dalam game. Semua hal yang tidak ingin aku dengar akan terlewatkan begitu saja. Aku terus berdiri di pojok ruangan, mencoba menghilangkan kehadiranku seolah-olah aku adalah seorang eksekutif sibuk yang tengah memikirkan strategi bisnis.
Aku merindukan dunia virtualku, tempat di mana aku bisa melupakan semua masalah dan tekanan yang ada di dunia nyata. Namun, di sini, aku terjebak dalam perayaan keluarga yang tidak kunjung berakhir, dan setiap detik terasa seperti jam yang tak berujung.
Aku hanya berharap agar acara ini segera berakhir dan aku bisa kembali ke kamarku, menyalakan laptopku, dan bermain game sepuasnya. Hanya di sana, aku merasa benar-benar hidup.
Tiba-tiba, aku merasakan tatapan dingin dari arah lain, aku menoleh dan melihat seorang wanita cantik dengan senyum yang menghiasi wajahnya mendekat dan meloloskan dari kumpulan orang yang ada di sekitarnya. Dia tampak berbeda dari orang-orang di sekelilingnya, lebih muda dan segar.
Dia menatapku dengan tajam. "Kamu adalah Rendra, bukan?"
Aku terkejut oleh pertanyaannya. "Ya, betul. Bagaimana kamu tahu namaku?"
Dia tersenyum lembut. "Aku calon tunanganmu, Dita. Ayahku adalah teman dekat ayahmu dan mereka telah mengatur pertemuan ini."
Hatiku berdebar kencang. Aku tidak pernah mendengar tentang rencana pernikahan ini sebelumnya. Semua yang kudengar hanyalah bisnis dan perusahaan keluarga.
Dia melanjutkan, "Aku tahu ini mungkin tiba-tiba bagimu, tapi ayah kita sudah lama berbicara tentang ini. Aku harap kita bisa berbicara lebih banyak nanti."
Aku masih terdiam, mencoba mencerna semua informasi ini. Percakapan yang tidak terduga ini telah mengubah segalanya.