Loading...
Logo TinLit
Read Story - Chapter Dua – Puluh
MENU
About Us  

Selama berada di rumah, sejujurnya aku nyaris tidak berjarak dari laptop. Harapan akan ketenangan di rumah, nyatanya tidak demikian. Justru rasa tak nyaman dan tak tenang semakin menyelimuti hati. Bahkan, ibu dan bapak sampai berulang kali mengecek kondisiku di dalam kamar, sekadar bertanya apa yang kulakukan seharian di depan monitor atau mengingatkan jam makan.

Jika diingat lagi, tampaknya sejak beberapa hari di rumah, jam makanku memang menjadi lebih berantakan daripada saat di kost. Tidak hanya waktu makan, jam tidur pun juga semakin kacau. Seolah mataku tidak mampu terpejam sebelum melewati tengah malam. Selalu ada rasa bersalah memenuhi benak yang muncul entah dari mana jika sampai aku tidur sebelum waktu tersebut.

Selama beberapa hari ini pula, intensitas komunikasi dengan Narendra turut meningkat. Memang pembahasan kami tidak pernah sekalipun keluar dari topik Majlis Rohis III, namun terus terang, hati yang tiba – tiba ikut campur membuat senyum senantiasa terbit selama aktivitas chatting. Aku sering menemui postingan di medial sosial, beberapa bacaan, bahkan langsung dari lisan orang – orang, bahwasannya jatuh hati bisa semakin dalam dikarenakan ketikan. Bermula dari diskusi progres dan kendala, berkedok saling menolong, berlanjut gurauan, hingga kemudian memberi celah harapan di sudut hati. Sesungguhnya, dari gurauan tersebut tidak ada yang akan menduga akan berdampak seperti apa untuk hati.

"Gimana, Dek?"

Pertanyaan Nadila yang terlihat dari notifikasi chatting membuatku kembali berpikir. Jujur saja, selama beberapa hari ini, dampak dari peningkatan intensitas chatting dengan Narendra membuatku kacau. Perasaan asing yang tiba – tiba membuat berdebar, kecemasan mengenai bagaimana kondisinya setiap ada pembahasan di group chat panitia, serta hawa selalu ingin membantu semakin lama semakin mengusik hari. Akan tetapi, suara di dalam benak terus berkata bahwa yang kurasakan ini sebagai wujud kepedulian karena tak ingin ada ketua yang menggapai seluruh job seorang diri. Bukankah semua bentuk dan ketersediaan atensiku pada Narendra tidak lebih dari sebatas kepedulian dan tolong – menolong antar sesama anggota?

"Wah ... virus merah jambu, ya, Dek. Kayanya aku tahu siapa, deh."

Kuharap keputusan untuk bercerita mengenai hasrat terlampau menggebu untuk senantiasa membantu Narendra bukanlah keputusan yang salah. Pasalnya, perasaan tak tenang tersebut telah mengusikku tanpa henti. Akan tetapi, tentu saja, semua tebakan Nadila yang menduga bahwasannya aku rajin membantu Narendra karena ada indikasi jatuh hati, langsung kubantah. Menyusun kalimat sehalus mungkin, karena jika dipikirkan kembali, sangat tidak mungkin aku jatuh hati pada seorang Adinata Narendra.

Masih segar di ingatan tentang tidak menariknya eksistensi Narendra di awal pertemuan kegiatan pengkaderan. Pun selama ini, bukankah aku membantunya karena peduli? Jantung yang berdebar semakin kencang juga pasti karena aku kaget berada begitu dekat dengan lawan jenis.

"Yang bener, Dek, bukan karena kamu jatuh cinta?" 

"Nggak, Mbak. Emang siapa, sih, yang Mbak Nadila maksud?"

"Mbak tahu, lho, Adek Kecil. Kan, orangnya Narendra."

DEG!

Gawat, tampaknya aku terlalu gamblang menjelaskan sensasi berdebar yang kurasa. Jemari menggeser layar ponsel dan menemukan isi pesan yang kutulis berisi tentang berdebarnya aku hanya karena melihat salam dari notifikasi chatting. Mungkin saja, Nadila langsung menduga orang itu adalah Narendra karena hal tersebut atau ... karena tingkat intuisinya yang dapat dikatakan tajam.

Padahal, dari awal memulai menceritakan emosi yang mengusikku, tidak sekalipun ada nama laki – laki yang tersebut. Hanya sebatas pendeskripsian emosi, serta kepala pening dan rasa tak nyaman seolah tak ingin jauh dari seseorang. Selebihnya, adalah bagaimana rasa tak senangku dan sedikit kekecewaan atas kurangnya tanggung jawab panitia. Hal tersebut tentu saja berdampak pada ketidakmaksimalan perencanaan kegiatan, walaupun nyatanya Hari H masih belum benar – benar di depan mata.

Ah, apa karena sedari tadi apa yang kukatakan pada Nadila berfokus pada "rasa peduli" dan kesadaran akan tanggung jawab?

"Wkwk apa, sih, Kakak Besar malah nebaknya Rendra," tanyaku.

Di luar dugaan, Nadila justru mengirimkan pesan suara dan membuatku bimbang untuk memutarnya. Apalagi, melihat bahwa durasi yang dikirimkan bisa dikatakan cukup lama. Inginnya kuputar agak nanti, akan tetapi rasa penasaran dalam dada meronta meminta dituruti.

Tidak disangka, ternyata pesan suara Nadila dimulai dengan tawa geli dari seberang. Kemudian, berlanjut mengenai betapa lucunya aku yang seolah berusaha mengelak. Hal lain yang juga tidak terduga, melalui pesan tersebut Nadila juga menyelipkan beberapa tips agar tak mudah baper pada lawan jenis.

"Baper apa, Kakak Besar? Orang nggak ngapa – ngapain, cuma tetiba berdebar aja," ujarku.

"Iyaaa itu namanya kamu jatuh cinta sama Narendra, Adek Kecil."

Ha?

Respon terakhir dari Nadila membuatku terhenyak. Kepala yang semula penuh, tiba – tiba seperti ada yang menghilang. Refleks aku merebahkan diri di kasur dengan posisi tengkurap dan mata berkedip bingung berulang kali. Kembali menatap bubble chat terakhir, kemudian membalikkan badan untuk terlentang menghadap langit – langit. Berlanjut badanku menghadap ke sisi kiri dengan tangan yang menggaruk kepala, padahal tidak ada rasa gatal. Aneh.

"Kamu ini, kenapa, sih, Rin?" 

Tentu saja tak ada yang menjawab pertanyaan untuk diriku sendiri. Jujur, aku juga bingung.

Ah!

Tindakan membolak – balikkan badan ternyata sudah kulakukan cukup lama karena ketika aku menatap ponsel, pesan Nadila sudah sekitar setengah jam lalu. Selama itu, bisa – bisanya aku tidak melakukan apapun kecuali berguling – guling tidak jelas. Isi kepala blank tanpa tahu harus melakukan apa. Dipikirkan kembali, sebenarnya aku ini sedang melakukan apa, sungguh tidak tahu. Atau mungkin, pertanyaan yang tepat adalah sebenarnya ada apa dan mengapa diriku ini.

"Ya Allah, mana aku tahu!"

"Hei, kamu ini kenapa, sih, Nayaka Rinka?" tanyaku pada pantulan diri di cermin.

Hishhh!

Dengan gemas tanganku mengacak puncak kepala. Sungguh, aku tidak mengerti sebenarnya Nayaka Rinka ini sedang kenapa. Tetapi, yang jelas, dia sadar bahwa sekarang kepalanya sedang tidak bisa berpikir. Kosong dan tidak tahu harus bagaimana.

Bunyi notifikasi mengalihkanku dari cermin. Pasti Nadila kembali mengirimkan pesan lainnya karena pesan terakhir sudah kubaca, namun tidak ada memberikan balasan sampai sekarang. Apalagi, seorang Nayaka Rinka tidak pernah lama membalas pesan yang sudah dibacanya. Dengan tangan kiri yang memukul dahi seolah mengetuk pintu, aku bergerak mengambil ponsel di tempat tidur.

Kamu salah, Rin!

Bukan pesan dari Nadila, bukan. Pun bukan pesan dari teman – temanku di Semarang atau dosen sekalipun. Bukan pula pesan dari anak rohis yang menanyakan apapun seputar rohis atau proker saat ini. Bukan orang – orang itu, tapi, hei, jantungku turun ke perut!

Hanya sebuah pesan berisi "Rin, aku mau nanya", akan tetapi rasanya perutku sakit sampai refleks ponselku terlempar. Reaksi yang sangat berlebihan hanya untuk sekadar pertanyaan singkat. Padahal, sebelumnya ketika pesan serupa diterima, tidak ada sensasi aneh seperti ini.

Lalu, sekarang kenapa, Rin?

"Astaghfirullah, Nayaka Rinka.Hishhh, kamu ini kena apa, sih? Senyam – senyum balas chat juga, ngapain. Nggak jelas."

Masa, iya, aku kaya gini, tuh, karena naksir Narendra?

Tunggu sebentar, sepertinya ada yang salah dengan otakku. Baru saja, pikiranku mengatakan suatu hal tak wajar ke diri sendiri yang kurang lebih sama dengan isi pesan Nadila. Hal tak logis yang membuaku kembali menerawang langit – langit kamar.

Masa, sih, kamu naksir Narendra?

Pikiran tak masuk akal kembali masuk kepala dan membuat semakin bingung. Masalahnya, sangat tidak logis jikalau sampai aku naksir atau jatuh hati pada Narendra. Selama ini, tidak pernah ada komunikasi apapun di luar proker dan dia bukan orang yang selalu menjadi ketua pelaksana. Dengan kata lain, bisa dibilang intensitas komunikasi dengan Narendra sangat sedikit. Meningkatnya satu tangga komunikasi juga karena kebetulan Narendra ketuplak Majlis Rohis III dengan aku sebagai sekretaris utama. Di luar hal tersebut, sebatas kontak mata sesaat. Hanya itu, tidak lebih.

Lalu, masa, iya, cuma gitu dan kamu bisa naksir, Rin?

Betapa anehnya jika hal tersebut sampai terjadi.

Masa, iya, kamu naksir Narendra?

Tidak masuk akal memang, namun pipiku mendadak basah. Pada momen itulah, baru tersadar bahwa air mataku sudah begitu membasahi pipi. Jujur, aku benar – benar tidak tahu air ini sudah mengalir sedari kapan. Aku tidak menonton film sedih dan tidak pula sedang overthinking seperti sebelumnya karena kuliah. Tentu saja, karena yang sejak tadi singgah di kepala adalah sosok Narendra.

Eh, kamu nangis karena mikirin Narendra?

Ugh!

Aku tidak mengerti kenapa setelah benakku menyebut nama itu, air mata yang keluar kian deras. Bahkan, seperti tidak mau berhenti. Rasanya percuma diseka, hal itu justru membuatnya semakin mengalir.

"Masa, iya, aku naksir Narendra? Ya Allah, nggak mau naksir. Nggak mau jatuh cinta, nggak mau," tangisku.

Tangan kananku memukul dada beberapa kali. Sesak dan aku tidak menyukainya. Aku tidak menyukai emosi ini. Sungguh, aku tidak ingin jatuh hati pada siapapun. Aku sedang ingin fokus pada kuliah dan diriku sendiri, tanpa interupsi lawan jenis sedikitpun. Tetapi, Ya Allah, kenapa setiap kata "nggak mau" yang keluar dari lisan justru membuatku makin menangis?

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Heliofili
2723      1193     2     
Romance
Hidup yang sedang kami jalani ini hanyalah kumpulan berkas yang pernah kami tandatangani di kehidupan sebelumnya— dari Sastra Purnama
Kertas Remuk
139      112     0     
Non Fiction
Tata bukan perempuan istimewa. Tata nya manusia biasa yang banyak salah dalam langkah dan tindakannya. Tata hanya perempuan berjiwa rapuh yang seringkali digoda oleh bencana. Dia bernama Tata, yang tidak ingin diperjelas siapa nama lengkapnya. Dia hanya ingin kehidupan yang seimbang dan selaras sebagaimana mestinya. Tata bukan tak mampu untuk melangkah lebih maju, namun alur cerita itulah yang me...
The Twins
4542      1590     2     
Romance
Syakilla adalah gadis cupu yang menjadi siswa baru di sekolah favorit ternama di Jakarta , bertemu dengan Syailla Gadis tomboy nan pemberani . Mereka menjalin hubungan persahabatan yang sangat erat . Tapi tak ada yang menyadari bahwa mereka sangat mirip atau bisa dikata kembar , apakah ada rahasia dibalik kemiripan mereka ? Dan apakah persahabatan mereka akan terus terjaga ketika mereka sama ...
Menjadi Aku
520      403     1     
Inspirational
Masa SMA tak pernah benar-benar ramah bagi mereka yang berbeda. Ejekan adalah makanan harian. Pandangan merendahkan jadi teman akrab. Tapi dunia tak pernah tahu, di balik tawa yang dipaksakan dan diam yang panjang, ada luka yang belum sembuh. Tiga sahabat ini tak sedang mencari pujian. Mereka hanya ingin satu halmenjadi aku, tanpa takut, tanpa malu. Namun untuk berdiri sebagai diri sendi...
Secercah Harapan Yang Datang
7093      2859     5     
Short Story
Ini adalah cerita yang dipinta aurora diterbitkan sang fajar ditenggelamkan sang makar sebuah kisah terkasih dalam dunia penuh cerita, dan ini adalah kisah yang dibawa merpati untuk sebuah kisah persahabatan yang terakhir. #^_^
Finding My Way
780      473     3     
Inspirational
Medina benci Mama! Padahal Mama tunawicara, tapi sikapnya yang otoriter seolah mampu menghancurkan dunia. Mama juga membuat Papa pergi, menjadikan rumah tidak lagi pantas disebut tempat berpulang melainkan neraka. Belum lagi aturan-aturan konyol yang Mama terapkan, entah apa ada yang lebih buruk darinya. Benarkah demikian?
Babak-Babak Drama
476      331     0     
Inspirational
Diana Kuswantari nggak suka drama, karena seumur hidupnya cuma diisi itu. Ibu, Ayah, orang-orang yang cuma singgah sebentar di hidupnya, lantas pergi tanpa menoleh ke belakang. Sampai menginjak kelas 3 SMP, nggak ada satu pun orang yang mau repot-repot peduli padanya. Dian jadi belajar, kepedulian itu non-sense... Tidak penting! Kehidupan Dian jungkir balik saat Harumi Anggita, cewek sempurna...
Story Of Chayra
13354      3282     9     
Romance
Tentang Chayra si cewek cuek dan jutek. Sekaligus si wajah datar tanpa ekspresi. Yang hatinya berubah seperti permen nano-nano. Ketika ia bertemu dengan sosok cowok yang tidak pernah diduga. Tentang Tafila, si manusia hamble yang selalu berharap dipertemukan kembali oleh cinta masa kecilnya. Dan tentang Alditya, yang masih mengharapkan cinta Cerelia. Gadis pengidap Anstraphobia atau phobia...
Unframed
734      483     4     
Inspirational
Abimanyu dan teman-temannya menggabungkan Tugas Akhir mereka ke dalam sebuah dokumenter. Namun, semakin lama, dokumenter yang mereka kerjakan justru menyorot kehidupan pribadi masing-masing, hingga mereka bertemu di satu persimpangan yang sama; tidak ada satu orang pun yang benar-benar baik-baik saja. Andin: Gue percaya kalau cinta bisa nyembuhin luka lama. Tapi, gue juga menyadari kalau cinta...
Di Bingkai Sebuah Perjuangan Mimpi
3037      1708     3     
Short Story
Kisah ini menceritakan tentang sebuah kisah sang melodi yang terperangkap dalam kisah yang menjebak dan menggoda Senyum Yang Dibalut Komedi, Penasaran Lanjuutkan bacaa Kawan #^_^#=  ̄ω ̄=