Read More >>"> Aku baik-baik saja ¿? (Kuliah atau kuterima) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Aku baik-baik saja ¿?
MENU
About Us  

Terkadang kita harus berkata ‘iyya’ demi membahagiakan semua orang,

Dan terkadang kita harus rela mengorbankan perasaan diri sendiri demi memupuskan seseorang dimasa lalu.

Kita tidak pernah tau perahu kita akan berlabuh dimana jika kita tidak tahu siapa nahkodanya, namun kita bisa mengenalinya dengan cara berkenalan.

......................................................

 

 

“gimana kalau Kayla nikah aja yu” tutur pak de kepada ibu, tepat di depanku.

“aku tergantung gimana Kaylanya, dia ngotot mau kuliah ke luar negeri, rencananya mau nyusul Alfin, tapi menurut ibu Kayla ga usah nyusul Alfin kesana, kuliah di dalam negeri juga bisa” ibu turut menyetujui pendapat pak de meski samar,

“Kampus mana disini yang mau memberikan beasiswa untuk Kayla bu” tanyaku pelan, mengelak sebab tak ingin membatalkan kuliahku ke luar negeri yang sudah setengah perjalanan.

“ya udah nduk, nikah aja kalau gitu, umur kamu udah mau 22 tahun”

“lantas?” potongku

“kalau kamu nikah sehabis lulus kuliah, umurmu udah lebih dari 25 tahun, nanti apa kata tetangga kalau anak ibuk jadi perawan tua”

“buk, kemaren ibuk masih mendukung Kayla untuk kuliah, kenapa sekarang malah berbanding terbalik?” suaraku mulai naik, adek yang duduk di dekat ibuk hanya bisa melihatku sayu, dia belum bisa memahami hal seperti ini, namun tatapannya menyiratkan bahwa dia sangat kasian terhadapku.

“Kayla, ga baik ngomong dengan nada tinggi ke ibu kamu”

“enggeh pak de” jawabku pada akhirnya.

“ibuk cuma pengen kamu itu ada yang nafkahin, biar ga banting tulang sendiri berangkat pagi pulang malam, ibuk kasian sama kamu Kay, dan kebetulan anak teman ibu juga sedang mencari pendamping, dia sudah lulus S1, sekarang sedang mengajar di salah satu Madrasah Ibtidaiyah, juga mempunyai bisnis toko roti dan pakian, nanti kamu ga harus banting tulang sendiri” jelas ibuk yang sepertinya memang sudah menyiapkan calon untukku.

“jika lelaki itu berpendidikan, harusnya dia juga paham betul bahwa perempuan juga butuh pendidikan buk”

“Kay, mencari ilmu tidak harus di bangku kuliah nak, kamu bisa mempelajarinya dari rumah” tegas buk de.

“Baik, jika itu menurut ibuk, pak de dan bu de yang terbaik untuk Kayla, Kayla siap untuk di nikahkan”

“Alhamdulillah” jawab mereka serentak.

Setiap orang pasti pernah merasakan sakit dan tumbang, sakit hati yang kuterima hingga membuatku seakan buta, aku menutup mata dan telinga sembari menahan rasa sakit, merasa bahwa nantinya pengumuman tentang pernikahanku akan tersampaikan dengan baik ke keluarga Alfin, dan begitupun dengan Alfin, aku merasa ada dendam dalam hati yang ingin memperlihatkan bahwa ‘aku bisa tanpa kamu’, sayangnya dendam tersebut terbawa ke pernikahan sakral yang akan digelar sebentar lagi, hingga cinta bukan menjadi alasanku untuk menerima perjodohan ini, aku bahkan tidak tahu akan seperti apa nantinya keluargaku ini yang sama sekali dibangun tanpa rasa cinta, namun ini sudah menjadi hal biasa di kotaku, para orang tua berkeyakinan bahwa pasangan tersebut akan menumbuhkan rasa cinta setelah hidup bersama dalam satu atap, dan itu sama sekali tidak berlaku bagiku yang masih menaruk hati sekaligus kecewa terhadap Alfin, mantan tunanganku.

###

Semerbak bau melati sudah menjadi tradisi dan adat jawa ketika hendak menikah, ibuku meminta agar melati yang akan kupasang besok adalah melati asli, begitupun yang akan dipasang calon suamiku besok. Janur kuning dibentuk begitu indah di pintu masuk dan juga di jalan yang menjadi jalan utama ke rumahku, acara yang akan digelar besok tidaklah mewah, namun tidak juga sederhana. Setelah lamaran seminggu lalu, kami sekeluarga berencana untuk mempercepat pernikahan, terkesan sedikit terburu-buru, namun pihak laki-laki juga tak ingin menunda lebih lama, lelaki yang masih belum sama sekali terpaut dalam hati ini, lelaki 5 tahun lebih tua dariku yang kupikir dia akan lebih dewasa dan menerima ketika suatu saat nanti kuceritakan tentang betapa aku mencintai Alfin, lelaki yang sangat menuruti perintah kedua orang tuanya, meskipun dia juga belum pernah mengenalku, lelaki yang bernama Arsya Firdaus itu akan menjadi suamiku besok.

“Kay, kenapa belum istirahat, biar bu de yang selesain itu, kamu ga boleh capek yaa” tegur bu de ketika melihatku juga sibuk membantu membungkus makanan buat besok.

“baik bu de, ibuk mana?” tanyaku sebab sedari tadi sore aku tidak melihat ibuk,

“ibumu lagi di dapur luar, kamu jangan ke dapur, di dalam rumah aja yaa”

“baik bu de, kalau gitu aku ke kamar mandi dulu, baru istirahat” pamitku, bu de mengangguk.

Derrtt…. aku langsung berbalik badan seketika menyadari ada getaran dari hpku, betapa kagetnya aku ketika pesan tersebut dari nomor Hp Alfin yang sudah kuhapus, namun masih dengan jelas bisa ku ingat.

“Assalamualaikum Kayla, apa kabar? Semoga selalu sehat yaa, Aamiin. Aku mau ngucapin selamat untuk pernikahanmu besok, semoga lelaki itu lebih baik dariku, dan tentunya bisa membahagiakanmu Kay, doa terbaik untukmu dan calon suamimu”

Sederet pesan itu membuat hatiku semakin teriris, sudah bisa di tebak bahwa Alfin pasti mengetahui tentang pernikahanku dari mbak Rara, mereka sangat dekat. Alfin yang tiba-tiba memutuskan pinanganku waktu itu dengan alasan karena dia berada jauh dariku masih sedikit membuatku bertanya-tanya bahwa ada alasan lain dibalik itu semua, 

“Waalaikumussalam Alfin, terimakasih banyak, semoga doa baik senantiasa kembali kepada yang mendoakan” balasku singkat.

Bodohnya aku masih berharap akan ada lanjutan balasan dari Alfin, sudah 5 mneit berlalu dan tidak ada tanda-tanda getaran di Hpku, bodoh memang.

Aku mulai menguap, memutuskan untuk istirahat meski dengan susah payah aku memejamkan mata ini berkali-kali, bayangan akan masa depan yang memang sejatinya tak bisa aku bayangkan, membayangkan perihal akad besok bukanlah bapakku sendiri yang akan menjadi wali, namun diwakili.

Pandanganku menyapu seluruh sudut kamar indah ini yang sudah sedikit diberi hiasan layaknya kamar penganten baru, satu persatu gambar di bingkai foto mulai mengabur, sedikit kuberi senyum pada bingkai foto bapak meski beliau tak bisa menghadiri pernikahanku esok, dan akupun terlelap.

###

Arsya Firdaus

Dentingan jam di dinding mulai terdengar nyaring, menyadari ibu bapak sudah terlelap tidur, aku mencoba untuk memberanikan diri menelfon Raisa, kekasihku. Kami sudah cukup lama berpacaran, namun Raisi sering kali mengalihkan pembicaraan kala aku ingin menikahi dan melamarnya, Raisa ngotot untuk tetap melanjutkan S2nya sebelum menikah, dan aku mengiyakan untuk menunggu, namun takdir berkata lain, ibu memperkenalkan aku dengan Kayla yang jelas berbeda dengan Raisa, Kayla sangat tertutup dan tak banyak bicara, sedangkan Raisa sangat suka berdiskusi dan berorganisasi, Raisa memang bukan anak pesantren, tapi aku sangat mencintainya, siapa sangkah aku bisa jatuh cinta pada kakak kelasku sendiri, BEM fakultas yang cantik dan modern, tegas tapi penyayang, itulah kenapa aku berani mengungkapkan cintaku di semester 2 dulu, hingga Raisa lulus, akupun juga lulus, kami lulus secara bersamaan karena nilaiku bagus dan sudah menyelesaikan semua mata kuliah serta skripsi waktu itu, aku yang langsung di tawari kerjaan di salah satu Madrasah untuk mengajar Matematika membuatku sangat antusias untuk menerimanya, santri memang masih melekat dalam raga dan jiwaku, aku tumbuh dan besar dalam lingkungan pondok pesantren, sedangkan Raisa sama sekali jauh dari lingkungan tersebut, Raisa mulai memakai hijab ketika ia mulai memasuki semester 5 hingga sekarang, dan itu aku yang memintanya.

Terdengar nada tersambung, namun tidak ada tanda-tanda bahwa panggilanku akan diangkat, sudah beberapa kali aku hubungi dan hasilnya tetap sama, sejak undangan aku kirimkan ke Raisa serta sedikit pesan penjelasan dariku, Raisa tidak mau mengangkat panggilanku lagi, dan itu hampir membuatku gila, bagaimana bisa aku menjalani pernikahan ini jika aku belum sepenuhmya menyelesaikan masalah ini, “AAhhhh” ucapku geram.

“Arsya.. bangun nak udah subuh, nanti harus berangkat ke pesantren jam 07.00” gedoran pintu itu membangunkanku yang belum benar-benar tertidur pulas, mataku terasa sangat berat untuk dibuka, “Arsyaa” panggil ibuk sekali lagi, kubawa diri ini untuk bangun , lalu berdiri dan membuka pintu meski sedikit lunglai, kulihat ibuk ada di depan pintu sedang memakai mukenah, “ayo basuk mukamu, nanti juga udah ga ngantuk, akadnya jam 09.00, kita harus sampe sana jam 08.00 syaa” aku hanya mengangguk mengiyakan sebelum berlalu ke kamar mandi untuk mengambil wudu’.

Suasana pagi yang lebih ramai dari biasanya, sanak saudara mulai berdatangan untuk mengiringku ke pesantren, tak lupa juga kami mengadakan doa bersama sebelum berangkat ke pesantren, bapak berkali-kali mengingatkanku untuk selalu mengingat nama panjang Kayla dan nama bapaknya.

Perjalanan menuju pesantren Hpku bergetar, tertera bahwa da notif pesan masuk, “maaf Arsya, aku tidak bisa mengangkat panggilanmu, cukupkan sampai disini saja, lupakan aku dan fokus pada calon isterimu yang sebentar lagi akan menjadi isterimu, jangan pikirkan tentang perasaanku, mungkin ini sudah jalan takdir kita, selamat menempuh hidup baru ya Sya, I Love you” hatiku teriris saat membaca pesan dari Raisa, ucapan terakhirnya menggambarkan bahwa dia masih sangat mencintaiku, begitupun denganku.

“kenapa Syah? Kamu aman kan” selidik ibuk dari belakang pengemudi, sepertinya beliau menyadari kegelisahanku, “aman buk gak ada apa-apa” jawabku  berbohong.

“sambil belajar buat ijab qobul Sya, jangan sampai lupa nama Kayla” tegas bapak. “enggeh pak”.

Jajaran para santri putra mulai terlihat sedari pintu masuk pesantren hingga di depan masjid, baju koko putih dan sarung berwarna hijau sudah menjadi seragam mereka (para santri putra) ketika ada acara, seperti halnya acara pernikahanku dan Kayla ini, aku bukan alumni pesantren ini, tapi Kayla lah yang nyantri disini sekaligus mengabdi selama setahun, ibu nyai dan pak kyai sangat menyayangi Kayla, bahkan kata ibuk, Kayla sempat mau dipinang ibu nyai sebagai memnantunya, namun pada saat itu Kayla menolak disebabkan masih ingin kuliah, Alhasil? Dia juga akan menikah sebelum kuliah.

Kami disambut dengan sangat ramah oleh keluarga Kayla, begitupun dengan keluarga pesantren ini yang sangat hangat menyambut kmai ketika kami tiba di masjid, disana sudah siap, ada MC, pak penghulu dan 2 orang saksi, ibu Kayla tersenyum haru ke arahku, namun belum kujumpai Kayla di dekat mereka.

“Baik semuanya, Bismillahirrohmanirrohim, Assalamualaikum Wr. Wb.” seorang bapak-bapak yang dengan santun membawakan acara di pagi hari ini, kami semua serentak menjawab salam beliau dengan pelan.

Bapak Mc tadi membacakan rentetan acara yang akan diawali dengan lantunan ayat suci Al-qur’an, ijab qobul dan dilanjut dengan penjemputan mempelai wanita, disitulah aku paham kenapa Kayla belum aku lihat di dalam masjid ini, rupanya dia masih ada di dhalem pengasuh dan akan aku jemput setelah akad ini.

“shodaqollahuladzim” ucap qiroah sebagai tanda qori’ tersebut sudah selesai.

“ apakah sudah siap ananda Arsya Firdaus?” tanya bapak penghulu setelah Mc mengarahkan acara selanjutnya yakni ijab qobul. “insya Allah siap pak”.

“bissmillahirrohmanirrohim, saya nikahkan engkau Arsya Firdaus dengan Kayla Putri binti…

“”saya terima nikah dan kawinnya Kayla Putri binti…….. dibayar tunai”

“bagaimana para saksi, sah?”

“sah…” jawab serentak para saksi. Pak kyai atau pengasuh pondok pesantren memimpin do’a yang diikuti oleh beberapa kyai sepuh lainnya, aku mengaminkan do’a tersebut dengan khusuk, sungguh pernikahan adalah hal yang sakral, kami didoakan oleh para kyai sepuh dan beberapa keluarga besar lainnya, setelah do’a selesai, aku di antar untuk menjemput Kayla ke dhalem atau ke kediaman pengasuh yang jaraknya cukup dekat dengan masjid utama.

Aku melihat seorang gadis cantik berbalut gaun putih menjuntai, jilbab syar’ie dengan warna senada dihiasi mahkota di atasnya, wanita itu terus saja menunduk, seakan malu harus memperlihatkan paras cantiknya, jujur aku terposona melihat ukiran hena di tangan dan jari-jari lentiknya yang sebentar lagi akan ku pasangkan cincin pernikahan disana.

“Kay, suamimu udah datang” titah sang ibu kepada gadis anggun di depanku, ia yang juga ku panggil Kayla seketika berdiri dan memegang tanganku dan menciumnya, aku memegang ubun-ubun Kayla sembari melantunkan do’a (isi do’a nanti nyusul), aku merasa ada air mengalis ditanganku yang tak lain itu adalah air mata Kayla yang sedang mengaminkan Do’aku dengan khusuk hingga menangis, setelah do’a selesai, kucium kening isteriku ini, matanya sayu, pipinya yang sudah merah muda sebeb make up, tambah memerah ketika kucium keningnya, malu yang menderu membuatku semakin yakin bahwa degupan jantungku tadi bukanlah degupan biasa.

“selamat nak, kini separuh agamamu sudah sempurna, semoga Allah meridhoi keluarga kecilmu”

“Aamiin bu nyai” jawab Kayla yang langsung menyalami bu nyai dan beberapa sesepuh lainnya, aku juga menyalami ibunda Kayla yang sekarang juga menjadi ibukku.

Setelah berpamitan, kami digereng kembali ke kediamanan mempelai wanita, yakni ke rumah Kayla, ibu nyai sekeluarga meminta maaf sebab tidak bisa mengantar Kayla hingga ke rumah, beliau sekeluarga ada undangan pernikahan sore ini ke luar kota.

Kayla masih sangat terlihat gugup ketika mengagandeng lenganku menuju mobil pengantin, kami duduk berdua di belakang pengemudi yang digereng beberapa mobil lainnya dari pesantren menuju rumah Kayla, sepanjang mobil melaju, Kayla tidak menguntaikan kata-kata sedikitpun, terlihat wanita ini belum pernah dan belum terbiasa akrab dengan lawan jenis, tidak seperti diriku yang sudah biasa akrab bahkan terkadang memegang tangan Raisa itu sudah hal biasa dulu, ‘Maaf Kay, kamu harus mendapatkan suami yang sudah pernah menyentuh tangan wanita lain, sedangkan kamu masih begitu suci, namun aku berjanji untuk menjagamu dan belajar mencintaimu dengan tulus’ gumamku dalam hati.

“Kay” sapaku memecahkan suasana

“emm, iyya kenapa?” jawabnya yang langsung mengarahkan wajahnya ke arahku hingga mata kami bertemu sepersekian detik sebelum Kayla memalingkan wajahnya dariku dan kembali menunduk,

“Indah” gumamku pelan meski kutahu akan terdengar oleh Kayla

“apanya?”

“matamu indah Kay” rayuku,

Wanita disampingku ini masih senang menenggelamkan wajahnya dalam tundukan, ia tidak menanggapi rayuanku, namun bisa kulihat bahwa bibirnya sedikit melengkung seperti bulan sabit meski samar.

Pesta nikahan kami terlihat sederhana namun elegan, ruangan minimalis yang dibuat cantik dengan dekor pengantin berwarna putih dan coklat muda, Kayla sempat mendiskusikan ini terlebih dahulu denganku sebelum hari pernikahan, meski pada akhirnya warna yang Kayla sukalah yang tetap akan di pilih, dan aku sangat menghargai keputusannya. Acara tasyakkuran sebagai informasi untuk mengumumkan pernikahan kami, sebagaimana sabda Rasulullah Saw, “ di tulis hadis tentang mengumumkan pernikahan”.

Tak banyak teman-teman yang kami undang, hanya sebatas teman dekat saja, tamu ikhwan dan akhwat juga di pisah sesuai permintaan Kayla, gadis cantik yang sekarang duduk tegap disampingku terlihat kembali murung, namun tak berani kutanya, entah apa yang sedang ada dalam benaknya sehingga senyum manisnya sirna seketika.

Aku melihat seorang wanita berjalan ke arah kami untuk mengucapkan selamat, begitupun seorang pria yang mengikuti dari belakang, tak lain mereka adalah sepasang suami isteri ditandai dengan warna bajunya yang senada.

“selamat ya Kay, maaf mbak ga bisa lama-lama, insyaAllah lain kali mbak bakal main lagi kesini” ucap wanita itu sembari memeluk Kayla erat, tapi kenapa Kayla sangat sedih dengan kedatangan mbak ini, batinku.

“do’a terbaik buat kalian, titip Kayla ya Arsya”

“oh iyya mbak, pasti, terimakasih banyak sudah datang mbak dan masnya” jawabku sedikit kaku sebab belum terlalu kenal dengan mbak ini”

Setelah mbak tadi pulang, Kayla semakin menjadi pendiam, aku juga tidak mengerti kenapa ia tidak mau tersenyum kepada tamu-tamu, kecuali mereka mengajak foto bersama. Bisa dibilang tamu undangan lebih mendominasi teman-teman dari Kayla, temanku hanya sebagian yang datang sebab sudah banyak yang bekerja jauh merantau.

“tadi itu mbak Rara namanya, dia sudah kuanggap mbak kandungku sedari di pesantren” tuturnya melihat kearahku dengan lembut dan senyum tipis,

“pantas saja kamu begitu sedih saat mbak Rara pamit” balasku melihat dan mencoba menerawang bola matanya yang bening

“aku tidak bersedih sebab mbak Rara pamit untuk pulang, namun aku bersedih sebab dia adalah orang yang paling tau tentang kisahku sebelum aku bersamamu”

“hmmm, pantas kalian sangat dekat” responku tanpa banyak basa basi, sepertinya aku sudah tau kemana arah pembicaraan Kayla, kisahnya dengan siapa? Apa ia Kayla juga memiliki masa lalu, bukankah Kayla tidak pernah pacaran? Ah sudahlan, yang penting dia sudah menjadi isteriku saat ini, aku tidak mau tau seperti apa kisah masa lalunya kecuali ia  sendiri yang berkenan untuk menceritakan kepadaku.

Hari sudah semakin sore, tamu undangan juga sudah mulai berpamitan untuk pulang, dipelaminan ini juga aku dikenalkan dengan sahabat-sahabatnya, begitupun denganku yang sedikit mengenalkan temanku kepadanya. Acara di tutup dengan lantunan sholawat nabi bersama, seakan sholawat nabi menjadi pengiring kepulangan para tamu, dan menjadi pengantarku dan Kayla masuk ke kamar pengantin, acara selesai ditandai dengan pembacaan doa oleh kyai atau sesepuh di desa ini.

###

Aku merasakan kegelisahan Kayla yang sedari tadi mondar mandir setelah menghapus make upnya, aku yang juga sudah bersantai dikasur, duduk sendiri dan ingin sekali memanggil Kayla untuk duduk berdua di kasur ini, aku tau dia gugup, dan aku tidak akan memaksanya.

“emm, Mas Arsya punya masa lalu?” entah apa yang ada dipikiran Kayla sehingga menanyakan hal itu di malam pertama kami,

“punya, apa Kayla mau mendengarkan cerita masa lalua aku?” tawarku sedikit tidak enak, namun enggan bertanya kembali apakah Kayla juga mempunyai masa lalu,

“apa mas Arsya sudah selesai dengan perempuan itu? Jika masih ada rasa, aku akan memahami hal itu mas, dan meminta mas Arsya untuk tidak menyentuhku terlebih dahulu sebelum mas Arsya benar-benar melupakan perempuan itu, dan aku juga masih ingin berdamai dengan masa laluku” jujur, aku sangat kaget mendengar keputusan yang Kayla buat, rupanya dia juga mempunyai masa lalu, sedangkan kami belum kenal terlalu jauh,

“ohh iyya Kay baik jika itu maumu, namun jika kamu berkenan untuk bercerita, aku siap menjadi pendengar, dan tentunya aku juga akan menceritakan masa laluku ke kamu, bagaimanapun kita juga butuh pendekatan” tuturku tanpa ragu,

“iyya mas, kita memang dua insan yang sengaja di pertemukan untuk menikah tanpa harus kenal lebih dekat, awalnya aku kira cinta itu susah untuk sirna, ternyata tidak, sekali cinta itu dilukai, maka hati juga enggan untuk menerimanya kembali sebagai orang yang sama. Mas, sebelum bertemu kamu, lebih tepatnya sebelum aku dikenalkan denganmu, aku pernah bertungan, kami bertunangan atas dasar cinta satu sama lain, dia mengagumiku terlebih dahulu sebelum aku mengenalnya, kami satu pesantren, sama-sama mendapat kesempatan sebagai bintang pelajar waktu sekolah, sayangnya dengan keadaan ekonomi keluargaku, bahkan qodarullah beasiswaku juga di tolak, akhirnya aku memutuskan untuk bekerja sembari membantu keuangan ibu” dia berhenti sejenak, terlihat matanya mulai sayu, mungkin capek mondar mandir sambil cerita, akhirnya dia duduk di sampingku, namun tidak terlalu dekat,

“namanya Alfin, dia kuliah di Mesir, ia meminangku sebelum berangkat ke Mesir agar aku aman dari pinangan orang lain. Awalnya aku juga udah mendaftar untuk kuliah di Mesir dengan jalur beasiswa, namun dikarenakan satu dan lain hal, dan salah satunya Alfin mengirimiku surat untuk melepasku sebagai tunangannya, mimpi itu sirna seketika, aku tak ingin menghampiri masa lalu dengan cara datang ke negeri yang sama”

“kamu masih mencintainya?” tanyaku pelan seraya menoleh ke arahnya,

Kayla menggeleng dan berkata “apa arti cinta jika yang dicintai tidak bisa menghargai”, jawabannya menunjukkan bahwa Kayla masih ada rasa kepad Alfin, namun tertutup dengan rasa kecewa yang juga sangat dalam.

“bagaimana denganmu mas?” tanyanya menoleh ke arahku,

Dengan mengambil nafas dalam-dalam, aku berani menceritakan semuanya, “Maaf, aku akan mengisahkan dengan jujur perihal kisahku, dan terimakasih kamu juga sudah mau mengisahkan kisahmu kepadaku, sekali lagi maaf jika nanti apa yang akan ku ceritakan ini sedikit menyakitimu, dan inilah aku. Sebelum bertemu kamu, ya lebih tepatnya di pertemukan, aku pacaran dengan seorang gadis yang jarang paki jilbab, entah aku yang gila atau memang aku tidak bisa mengendalikan nafsuku saat ini, bahkan saat aku mau menikahimu, rasanya sangat berat mengingat aku kana meninggalkannya, kami pacaran sudah lumayan lama, dan aku tahu sedari awal hubunganku ini tidak disukai oleh kedua orangtuaku Kay, namun aku masih saja menjalaninya hingga kami lulus kuliah dan bekerja, setalah bekerja, kami jarang bertemu meski tetap di sempatkan untuk bertemu”

“lalu bagaimana keadaannya sekarang mas? Dia sama sepertiku, sama-sama perempuan yang mudah terluka perasaannya, apalagi sampai di tinggal nikah dalam keadaan masih saling mencintai satu sama lain, aku paham kok mas, namun aku harap kamu bisa secepat mungkin untuk melupakan perempuan itu, karena aku adalah wanita yang sudah sah menjadi isterimu dan siap menunggu perasaanmu hilang terhadap wanita itu, aku akan membersamaimu dan berusaha membuatmu jatuh cinta kepadaku” Kayla tersenyum menatapku, tutur katanya yang lembut membuatku semakin kagum, bukan hanya pengertian namun ia sosok wanita yang sabar. Aku dibuat goyah oleh ucapan terakhirnya yang menyatakan ia akan membuatku jatuh cinta kepadanya, jujur malam pertama ini kau sudah di buat terkagum-kagum dengannya, bagaimana dengan malam selanjutnya,.

Kayla tetap memilih tidur dengan tidak membelakangiku, matanya sudah terlelap, alisnya tebal hampir berdekatan, bulu matanya lentik, hidingnya mancung dan bibirnya berbrntuk bulan sabit versi mungil, tidak terlalu merah, namun pink pucat yang hampir senada dengan kulitnya yang kuning lansat. Aku juga merebahkan tubuhku ke kasur, tidur telentang tanpa harus melihat wajahnya menjadi pilihanku, kepalnaya yang masih berbalut hijab membuatku semakin penasaran, dan sesuai perjanjian, aku tidak akan menyentuhnya sebelum aku benar-benar sudah berdamai dengan masalaluku, begitupun dengan Kayla.

###

Kayla Putri

Langit biru turut menjadi saksi pernikahanku pagi ini, janji suci nan sakral ini juga di saksikan dan di doakan oleh para sesepuh dan kyai, aku seakan terbang bak ning dari pesantren besar, padahal tidak, aku hanyalah Kayla Putri, gadis biasa yang berasal dari desa, bukan keturunan prakyai ataupun darah biru, namun aku mengabdi kepada pesantren sehingga aku dikenal dan di sayang oleh para kyai dan bu nyai.

Aku gemetar menunggu ijab qobul selesai, namun disisi lain rasanya tak ingin dan tak rela jika aku harus menjadi isteri orang disaat yang bersamaan pesan pengakuan Alfin kuterima subuh tadi, pesan yang sungguh diluar dugaanku, Alfin mengakui jika ia telah jatuh hati pada wanita lain sewaktu dia masih bertunangan denganku, rasanya ingin marah, namun aku sadar inilah jalan terbaik yang Allah berikan untuk kami, dan dengan rasa penuh semangat bahwa aku ingin melupakannya dengan sebaik-baiknya kenangan.

“Alhamdulillah sudah sah Kay” respon bu nyai ketika ijab qobul selesai, “enggeh bu nyai, alhamdulillah” jawabku pelan, “kamu itu udah jadi isteri orang Kay, patuhlah dan menjadi isteri solehah ya” tutur bu nyai, “sebentar lagi Alfin bakal jemput kamu kesini Kay, udah siap?” tanya ibu melanjutkan, “siap kenapa buk?” tanyaku bingung yang langsung disambut tawa oleh  bu nyai dan mbak-mbak santri yang mendampingiku, “siap menjabat tangan suamimu untuk pertama kali maksud ibuk, kamu harus patuh, cium tangan suamimu, nanti dia bakal baca doa sambil memegang ubun-ubunmu nak” jelas ibuk membuatku tambah malu.

“Assalamualaikum” ketok pintu dengan suara pria yang mengucapkan salam, pertanda bahwa Alfin sudah di depan pintu dan siap untuk menjemputku, “waalaikumussalam” jawabku, salah satu mbak santri membukakan pintu, Alfin langsung masuk menemuiku, begitupun aku yang langsung berdiri untuk menyambutnya, terlihata ia diiringi para kyai dan fotografer di belakangnya, dengan tunduk dan rasa hormat ia mengulurkan tangan kanannya untuk kucium sebagai tanda baktiku kepadanya, ku ambil tangannya lalu kucium dengan sempurna menunduk, kurasakan ubun-ubunku yang juga ia elur sembari membaca do’a, aku meng-aminkan do’anya hingga selesai.

Setelah sesi foto selesai, kami diiring ke mobil untuk melanjutkan perjalanan pulang dari pesantren ke rumahku, ku gandeng tangannya mencoba untuk tidak kaku hingga sampai di mobil, duduk berdua tanpa bicara membuatku semakin kaku, terkadang hanya kontak mata yang membuatku tersipu malu.

###

Suara adzan subuh terdengar di telingaku, namun mataku begitu enggan dan sangat sulit untuk ku buka, rasa lelah berdiri menyalami tamu seharian membuat kakiku sangat sakit, badanku juga pegel-pegel, dengan rasa kantuk yang masih amat dalam, kucoba duduk, mengucak-ngucak mata dan sedikit kaget sebab hampir lupa jika kasur ini sudah berisi dua orang, seketika rasa kantukku juga sirna melihat lelaki disampingku tertidur sangat pulas dengan tangan melipat di dada, alis yang terlihat lebih tebal dari pada punyaku, matanya sipit apalagi saat terpejam, kumis tipis yang membuatnya semakin kece, aku tersenyum tipis sebelum bergegas ke kamar mandi.

“mas, bangun, yuk sholat subuh, aku tunggu ya” ajakku membangunkan mas Alfin sembari mengguncang-guncang tubuhnya dengan tangan yang sudah terlapisi mukenah,

“iyya, udah adzan kah?” tanyanya kembali

“iyya mas, sudah, aku juga melewatkan sepertiga malam sebab terlalu nyenyak tidur”

Tanpa menjawabku kembali, mas Alfin bergegas ke kamar mandi dengan tubuh masih sempoyongan, aku juga mendengar ibuk yang sepertinya sudah selesai sholat dan lanjut ke dapur menghangatkan makanan untuk sarapan sebab di rumah juga masih ada beberapa saudara yang menginap.

“Kay” panggil mas Alfin setelah datang dari kamar mandi,

“iyya mas, kenapa” tanyaku heran

“aku diledekin pak demu karena ga keramas, cuma ambil wuduk” mendengar hal itu, jujur membuatku tertawa dalam hati, aku hanya mampu tersenyum dan menjawab, “maaf ya mas, aku ndak punya kamar mandi di dalam, jadi itu kamar mandi 1 untuk semua, insyaAllah nanti kita buat kamar mandi di dalam ya, kamar ini sangar luas sebenarnya”

“emang kamu udah siap Kay” tanggapnya yang semakin membuatku menganga tanpa jawaban, mas Alfin mengambil saf di depanku, ia seakan tak menghiraukan pertanyaan terakhirnya tadi, sepertinya ia menyadari bahwa aku sangat malu dengan pertanyaan itu.

Jantungku berdebar untuk kesekian kalinya ketika pertama kali aku menjadi makmum dari suamiku ini, suaranya sangat merdu meski baru bangun tidur, terdengar sangat fasih bacaannya, masyaAllah.

###

Sore dengan suasana berbeda, ibuk tidak lagi menegurku kala aku duduk diteras pada sore hari, beliau juga sudah jarang menegurku, hanya saja beliau mengajariku menjadi isteri yang baik, mungkin karena memang tugas suamikulah untuk menegurku kalau aku salah.

Sore ini kami ada kumpul keluarga, sekalian aku dan mas Alfin pamit untuk liburan ke Bali, kami butuh pendekatan tanpa ada keluarga disekitar kami, awalnya merasa tidak enak untuk menyampaikan hal ini, namun berkat dorongan Mas Alfin yang begitu yakin dengan jawaban keluarga besar, akupun berusaha untuk yakin, dan alhamdulillah mereka semua senang dengan keputusan kami.

Kami berencana berangkat besok malam tanpa harus di antar, semua transportasi sudah kami atur serta tiket pesawat yang baru saja kami beli setelah mendapat restu dari keluarga.

“kamu packing punyamu sendiri, nanti aku packing punyaku sendiri Kay” titah mas Arsya,

“loh ndak gitu mas, ini sudah kewajibanku untuk meringankan beban suami, mas juga masih mau ngurusin kerjaan di depan laptop, gapapa biar aku saja” jawabku sambil lalu menata baju di koper, mas Arsyapun menyetujui dan lanjut kerja di depan laptop mengurusi surat menyurat di madrasahnya.

Selang 15 menit aku menata pakaian mas Arsya, terdengar getaran hp dari rak buku dekat lemari, namun mas Arsya masih terlihat fokus tak menghiraukan getaran hpnya, aku yang sangat dekat dengan rak buku tersebut membuatku penasaran dan dengan sengaja aku lihat siapakah yang sedang menelpon malam-malam, tertera nama Alinda disana, dengan penuh keyakinan aku mengangkat panggilan tersebut tanpa bersuara, hanya ingin mendengar suaranya, sebab diam-diam aku tahu kalau pacar mas Arsya dulu namanya Alinda,

“Mas,,,, aku ga tahu mau minta tolong sama siapa lagi hixxx, aku lagi dirumah sakit, bapak ibukku baru saja kecelakaan di Jakarta dan aku harus kesana malam ini Mas, tapi ini udh malam dan aku takut nyetir mobil sendirian sedangkan kondisiku sedang tidak baik-baik saja, aku ingin kamu menemaniku ke Jakarta malam ini mas, aku mohon” perempuan itu menangis sesenggukan, kalimat per kalimat mulai susah ia ucapkan, dengan tangan gemetar kuserahkan hp itu ke pemiliknya, yaitu ke mas Alfin, “siapa Kay” tanyanya bingung, “Alinda mas, dia sedang butuh kamu” jawabku polos, aku ingin tahu bagaimana mas Arsya menanggapi permintaan tersebut, kulanjutkan kegiatanku menata baju dengan bersikap baik-baik saja, mas Arsya keluar kamar bahkan keluar rumah untuk berbicara dengan perempuan itu, jujur hatiku sakit, entah ini adalah sebuah rasa tidak terima atau rasa cemburu yang mulai hadir.

“Kay, kita batalin aja ke Bali ya, reschedule tiket pesawat malam ini masih bisa kan, nanti minta tolong kamu reschadelu karena aku harus pergi, ada urusan mendadak” titahnya setelah kembali ke kamar dengan wajah panik,

“kenapa mas, jelasin dulu” tanyaku yang pura-pura tidak tahu

“nanti aku jelasin, ini temanku lagi butuh banget pertolongan aku, jadi aku sangat minta maaf ke kamu karena harus di undur liburan pertama kita,” jelasnya sembari merapikan baju untuk siap-siap berangkat,

“apa Kayla harus ikut mas?” aku mencoba menawarkan diri, bagaimanapun juga mereka tidak boleh pergi berdua dalam keadaan seperti ini, namun sayangnya mas Arsya menolak dan ingin pergi sendiri,

“berapa hari mas pergi?”

“belum tahu, nanti mas kabarin lagi lewat hp yaa, kamu baik-baik disini, salam sama ibuk karena ga sempat pamit karena beliau sudah  tidur, sama adek juga ya Kay, Assalamualaikum”  mas Alfin pamit, sengaja tidak ku antar hingga depan pintu rumah karena aku sudah tidak kuat ingin melampiaskan dengan menangis, aku kecawa, sangat kecewa.

Suara motornya terdengar melaju sangat cepat, sekhawatir itukah dia dengan kekasihnya Alinda, memang Alinda sedang tinggal di kota sebelah, jadi bisa dengan mudah mereka bertemu, oh Allah kenapa sesakit ini.

Aku menangis meluapkan segala rasa, apa ia aku sedang menjalani cinta sepihak, secepat inikah aku luluh dengan segala perhatiannya, namun secepat ini juga dia berubah sikap dan tetap lebih perhatian dengan kekasihnya hingga harus mengorbankan banyak hal, dengan mata sedikit kabut aku reschadule tiket liburan kami ke Bali, ku tata kembali baju-baju yang sudah rapi di koper ke dalam lemari.

###

“Kay, bangun nak, kok pintunya dibiarkan sedikit terbuka, suamimu mana”  ibu membangunkanku untuk sholat subuh yang kesiangan sebab telat tidur, masih sedikit sempoyongan tanpa menjawab pertanyaan ibuk, langsung kubawa tubuh ini ke kamar mandi untuk mengambil wudhu’, melewati ibuk yang sedang berdiri di dekat pintu kamar .

Setalah merapikan kamar yang sedikit berantakan, kusamperin ibuk kedapur untuk meminta maaf sebab aku tak menghiraukannya tadi pagi, syukur beliau paham dengan keadaanku yang kaget karena telat bangun.

“suamimu mana Kay”

“beliau ada urusan mendadak buk, jadi maaf tadi malam ga pamit ke ibuk”

“ohh iya nggak papa, kapan pulang? Siang atau sore?” tanyanya kembali sambil mengulek sambel,

“belum tahu buk, nanti bakal dikabarin lagi” aku tak berani menatap mata ibuk sebab mataku sembam, jadi takut ketahuan kalau tadi malam aku menangis, aku selalu mengalihka tatapan beliau dengan cara bercanda dengan adikku sambil main suap-suapan.

“loh bukannya pesawat kalian jam 9 malam dari Surabaya”

“kami ga jadi berangkat nanti malam buk, sudah Kayla batalin juga tiketnya kemaren” setelah jawabanku, ibuk tidak bertanya lagi, kami pindah topik tentang adekku yang akan sekolah PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) taun ini, adekku cuma mau setaun di PAUD karena memang seharusnya ini tahun kedua dia di PAUD, cuma karena satu dan lain hal, kami sepakat untuk mengambil 1 tahun aja di PAUD dan langsung ke TK (Taman Kanak-kanak) 2 tahun.

“Selamat makan…” kata adekku yang sudah pintar mengoceh

“iyyaa selamat makan cantik” responku meniru cara bicaranya.

Makan pagi kali ini lumayan sepi, ibuk juga tidak banyak bicara, sepertinya beliau menyadari bahwa aku sedang tidak baik-baik saja.

“Buk, gimana menurut ibuk kalau Kayla coba daftar beasiswa prestasi di salah satu kampus dekat sini lagi” tanyaku memecah keheniningan,

“ya kalu ibuk terserah Kayla gimana, dulu kan sudah pernah di tolak, ya di coba lagi nggak papa, siapa tahu rezeki, tapi jangan lupa minta izin dulu ke suamimu nak”

“baik bu” kami melanjutkan makan hingga selesai tanpa adanya canda tawa kecuali adekku yang terkadang membuat kami tertawa dengan tingkah lucunya.

“ya udahh Kayla ke kamar lagi ya buk, mau buka laptop, sekalian mau liat-liat kampus dan pendaftaran” pamitku setelah mencuci piring dan beres-beres dapur,

“iyya Kay, ibuk dan adek mau ke warung dulu beli ikan, mumpung masih pagi pasti baru datang”

“uang belanja ada buk?”

“iyya masi ada, kamu tennag aja”

“daaaaadaaa” pamit adekku melambaikan tangan sambil dituntun oleh ibuk,

“dadaaa, hati-hati yaa” tanggapku.

Sesampainya dikamar, bukan laptop yang aku buka, namun hp, berharap ada pesan masuk dari mas Arsya, namun nihil, ingga sekarang belum ada pesan atau panggilan darinya, ‘pasti sangat sibuk mengurusi ini itu’ pikirku.

Dengan cepat kualihkan pikiran burukku dengan mencari info kampus terdekat, aku bertekad untuk tetap melanjutkan kulia seperti rencana semula, dan aku tidak akan meminta kepada mas Arsya sepeserpun, oleh sebab itu aku akan mencari kampus yang bisa memberikan beasiswa berprestasi kepadaku.

Jari jemariku mulai lincah, mataku tak henti membaca meneliti kalimat per kalimat di layar, dalam hati terus berdo’a agar Alla memudahkan dan memberi jalan supaya aku bisa kuliah dengan jalur beasiswa tahun ini. Drtttttttt “yes Alhamdulillah” ucapku girang setelah mataku tertuju pada salah satu link kampus yang membuka jalur beasiswa tahun ini, tertulis sampai tanggal 30 Juni, artinya itu sisa 10 hari lagi, senyumku melebar dengan mengabaikan getaran hp yang sedari tadi bergetar di atas nakas, aku melanjutkan membuka link tersebut untuk mendaftar, syukur beberapa dokumen sudah aku scan sebab dulu pernah daftar kampus juga, masih setengah perjalnaan mengisi pendaftaran, hati nuraniku seakan berbisik bahwa aku belum meminta restu dari mas Arsya, dengan cepat kuambil hpku diatas nakas, dan benar 2 panggilan tak terjawab dari mas Arsya, berdosa sekali diri ini sehingga harus mengabaikan suami demi kepentingan diri sendiri, jujur memang aku masih sakit hati, tapi bagaimanapun juga beliau adala suami sahku bukan Alinda.

Aku menghubungi beliau kembali, setelah nada tersambung kudengar, mas Arsya menjawab panggilanku tanpa salam tidak seperti biasanya, “kemana dari tadi Kay” aku yang kaget dengan nada beliau yang sedikit meninggi membuatku menjawab dengan terbata-bata “oh ini mas, maaf tadi lagi main laptop jadi ndak kedengeran hpnya kalau mas telfon, maaf mas” jawabku kembali kaku, “sekarang dirumah” tanyanya ketus, “enggeh mas, Kayla ga kemana-mana, mas kapan pulang? Gimana keadaan keluarga Alinda” tanyaku keceplosan mennayakan tentang Alinda, aku tau mas Arsya pasti kaget sebab dia kira aku tidak tau apa-apa tentang kepergiannya, “o itu, alhamdulillah uda mendingan sekarang, sore ini mas pulang, karena Alinda juga udah tenang” jawabnya secara terbuka, “baik mas, hati-hati, saya tunggu”, “iyya udah aku mau beres-beres, Assalamualaikum”, “Waalaikumussalam”, percakapan kami mulai sedikit hambar diakhir percakapan tadi, entah karena aku termakan api cemburu atau karena aku merasa tidak dihargai sebagai isteri, mas Arsya dengan legowonya menjawab pertanyaanku tanpa kata maaf, bahkan beliau bersikap seakan semua baik-baik saja, nyatanya tidak.

Aku menunggu kepulangan mas Arsya dengan sedikit gusar, aku butuh kejelasan tentang hubungan kami, aku juga butuh dukungan untuk melanjutkan kuliahku, aku butuh suamiku untuk memberikan pendapat tentang suatu hal yang baru ingin ku jalani.

Jarum jam sudah berada di angka 8 malam, namun belum terdengar juga suara motor mas Alfin, beliau juga tidak memberi kejelasan jam berapa akan pulang. “Suamimu kapan pulang Kay?” tanya ibu dari luar kamar, “malam ini insyaAllah sudah sampe bu”, “oh ya udah ibu ngeloni adek dulu ya, kamu jangan tidur dulu, biar nanti suamimu ga perlu manggil-manggil” pesan ibuk khawatir aku tertidur, “baik bu” jawabku mengiyakan.

Selang satu jam, belum juga suara motornya kudengar, dengan ati gusar, kucoba menelpon mas Arsya, namun nihil, telepon kami tidak tersambung dan itu membuatku semakin risau. “tok tok tok” aku kaget, aku belum mendengar suara motor mas Arsya  sebelumnya, “Kayla, ini aku” dengan cepat kubukakan pintu, ternyata benar itu mas Arsya yang sengaja mematikan motornya sebelum mendekati rumah, alasannya takut jika adek sudah tertidur, dan itu benar. “sudah makan mas” tanyaku sembari menyalami tangan beliau, mengambil beberapa barang yang beliau bawa seperti jaket, tas dan bingkisan, “udah tadi di jalan, mas mandi dulu, maaf ya harus menunggu sampe malam gini, kamu uda makan” tanyanya balik, “udah mas tadi, nggak kok aku belum terlalu ngantuk, gimana perjalnannya lancar?” , “iyya alhamduillah lancar” beliau berlalu ke kamar mandi.

“belum tidur Kay” tanyanya sedari kamar mandi “sambil mencium keningku),

“belum ngantuk mas” jawabku salting, perlakuan manisnya yang kadang suka bikin aku jatuh cinta, namun jika hanya jatuh cinta sepihak, itu sakit.

“mas, boleh aku nanya sesuatu, tapi kalau mas jawab yang jujur yaa, ini juga untuk kebaikan kita bersama”

“boleh kenapa?” beliau duduk disampingku setelah memakai baju tidur, siap mendengarkan pertanyaanku,

“aku ingin kuliah tahun ini dengan jalur beasiswa, tadi juga sudah sempat searching dan alhamdulillah ketemu, namun belum aku lanjutin karena aku butu izin dari mas Arsya” jelasku,

“kamu mau jurusan apa Kay” tanyanya menatap bola mataku, sangat dalam sehingga membuat diri ini semakin gugup,

“PAI mas” beliau mengangguk dalam artian mengiyakan,

“Kay” panggilnya, “iyya mas, kenapa?” (dengan posisi menjauhi tatapan tajamnya),

“kamu tidak ingin bertanya tentang Alinda?” wajahku sengaja kubuat datar, karena ini sudah biasa bagiku,

“Hmmm, Alinda, masih status pacar mas Arsya kan, Alinda yang mempunyai kendali atas mas Arsya dibanding aku, isteri sah-nya, Alinda yang membuatku cemburu beberapa hari lalu, dan Alinda sangat beruntung bisa memiliki hati lelaki yang sangat menyayanginya”  jelasku sembari tersenyum menatap bola matanya, mas Arsya tidak tersenyum sama sekali, beliau terlihat sedikit terkejut dengan kalimat per kalimat yang keluar begitu saja dari mulutku,

“sejak kapan kamu tahu kalau Alinda itu pacarku? Lalu kenapa kamu memberi izin ketika aku ingin pergi beberapa hari yang lalu?” tanyanya balik, kali ini nadanya sedikit meninggi,

“mas tidak perlu tahu sejak kapan aku tau kalau nama perempuan itu Alinda, mas juga tidak perlu bertanya kenapa aku tidak mencegah mas ketika mau pergi menemui Alinda sedangkan mas pergi tanpa meminta izinku, bahkan mas tidak memberi tahu kalau mas mau menemui Alinda, sayangnya aku tahu semuanya mas makanya aku sempat menawarkan diri untuk ikut bersama mas Arsya, namun mas Arsya menolak akan hal itu, dan saat itulah hatiku sakit mas, entah karena cemburu atau karena aku seola menjadi isteri yang tidak di hargai dalam pernikaan ini” aku mencoba untuk tetap tegar, aku tidak akan menunjukkan bahwa aku lemah dalam kisah cinta ini,

“maaf jika semua ini membuatmu sakit hati Kay, aku benar-benar panik mendengar suara tangis Alinda saat itu” (menunduk, menenggelamkan pandangannya),

“gapapa mas, anggap saja aku tidak pernah tahu tentang hubungan kalian sejauh mana”, mas Arsya mulai mendekat, beliau memelukku erat sembari mengelus kepalaku, kata maaf berulang kali ia ucapkan di dekat telingaku, sangat pelan, suara isak tangis yang belum perna aku dengar sebelumnya, malam ini aku dengar meski samar, “aku sangat berdosa Kay, maafkan aku” , aku melepaskan pelukannya dan mulai menenengkannya, “tak apa mas, kita ada sebab di jodohkan, bukan karena cinta, jadi wajar kalau kamu belum bisa move on dari Alinda, aku paham kok mas”

“makasih ya Kay, sudah mau memahami, mas janji akan menyelesaikan semuanya dan fokus ke hubungan kita” aku tersenyum, dalam hatiku berkata “memang seharusnya kamu fokus ke hubungan kita mas, mencoba menerima dan mulai belajar mencintaiku, bagaimana aku bisa ada di hatimu sedangkan kamu belum selesai dengan masa lalumu hingga sekarang mas”.

“Mas, hubungan bapak dan ibuk itu sudah tidak baik, jadi aku ingin hubungan kita baik-baik saja, makanya aku mengizinkan kamu bertemu dengan Alinda, namun bukan berarti kamu harus melanjutkannya, mungkin aku belum cerita bnayak tentang keluargaku ke kamu mas, tentang bagaimana aku mencoba bangkit kembali, tentang bapakku yang menikah lagi dan ibu rela menjadi saksi waktu itu, bahkan hingga saaat ini ibuk belum resmi bercerai dengan bapak namun bapak belum lagi kembali ke rumah ini, dia adalah lelaki yang dulu aku dibuat jatuh cinta saat masih kecil, namun cinta itu seketika patah dan hancur hingga saat ini, tapi bagaimanapun juga beliau adalah bapak kandungku, jadi aku hanya bisa berdo’a untuk keselamatannya dan semoga Allah memberikan kesadaran bahwa selama ini beliau berlaku tidak adil, dan aku harap mas Arsya bukan lelaki yang seperti bapak ya” jelasku yang menimbulkan rasa empati dari mas Arsya, “maaf Kay, aku belum banyak tau tentang bapakmu, dan insyaAllah aku akan selalu menemanimu hingga tua nanti, sebab aku sudah berjanji ke diriku sendiri bahwa aku akan menikah sekali seumur hidup”, “meskipun pernikahan itu ada dikarenakan perjodohan?” tanyaku menyipitkan mata, mencoba menerawang pernyataannya, “iyya semoga saja aku cepat jatuh cinta yaa” perkataannya sedikit menggoda namun aku tahu hari ini masih ada Alinda dalam hatinya.

###

Mas Arsya tiba-tiba ikut duduk mengambil kursi dan memposisikan dirinya di dekatku tepat di depan laptop yang sedang aku tatap, kami menunggu pengumuman beasiswaku yang sedari tadi belum ada e-mail masuk, ketar ketir mondar mandir mencoba menyibukkan diri dengan pekerjaan rumah tidak lantas membuatku lupa bahwa hari ini adalah hari pengumuman beasiswaku diumumkan, memang tidak sekali pengumuman, ada yang dapat di pagi hari, atau sore, dan sekarang jam sudah menunjukkan pukul 16.00 yang berarti ini sudah sore.

“gimana kalau kita rujakan aja Kay biar kamu ga stres mikirin ini” ajak mas Arsya yang sudah mulai bosan duduk disampingku,

“ya sudah mas Arsya kalau bosan duduk silahkan tiduran atau ngapain gitu mas, Kayla masi pengen disini hehe” jawabku rada sotoy,

Mas Arsya tetap tidak mau pergi, beliau malah mengelus-ngelus tanganku tanpa permisi, ya memang aku isteri sahnya, tapi ini tidak biasanya mas Arsya seperti ini, perlakuannya setelah menemui Alinda malam itu sangat berubah, makin hangat kepadaku dan sering mengucapkan kata maaf meskipun aku juga tidak tahu kesalahan apa lagi yang dia perbuat.

Kling… tanda e-mail masuk

Dengan cepat ku cek email tersebut, dan benar e-mail tersebut dari kampus yang aku daftar. Mas Arsya juga ikut antusias menyadari hal tersebut.

Dear Kayla….. congratulation

 

 

 

 

“Alhamdulillah….” ucap kami secara bersamaan, “akhirnya aku lolos juga” kataku pada diri sendiri sembari memeluk mas Arsya tanpa sadar, beruntung aku cepat tersadar akan hal itu sebab merasakan tubuh yang aku peluk sangat tegang, mungkin karena baru first time aku peluk jadi kaku “eh maaf mas hehe” ucapku cengengesan nahan malu, “gapapa Kay, kita kan suami isteri” balasnya mengerlingkan mata kirinya.

“jadi planing selanjutnya gimana Kay, kamu mau di antar atau mau bawa motor sendiri dari rumah” tanya mas Arsya mulai serius,

“nah itu yang harus kita rembuk mas, kampusku lumayan jauh dari sini, mas tau itu, aku jadi mikir gimana kalau kita ngontrak aja berdua, toh tempat ngajar mas Arsya juga di kota sebelah kan mas, lagian kalau aku naik motor sendiri tiba-tiba pulang malam aku takut mas” jelasku meminta pendapat,

“ide bagus Kay, coba nanti kita rembuk bareng keluargamu, mas juga bakal minta pendappat ke ibuk dan bapak” hening, pikiranku mulai mengusik pendapatku sendiri, kota yang akan ku tempati untuk kuliah tak lain adalah kota dimana pacar mas Arsya juga disitu, bahkan kabarnya dia juga sedang mengambil S2 di kampus yang sama denganku,

“Mas” panggilku sejenak, mas Arsya yang mulai sibuk dengan gadgetnya dan membelakangiku, “iyya Kay, kenapa?”

“hubungan mas Arsya dengan Alinda apa kabar? Alinda udah tahu kan mas kalau sampeyan ini suami orang” mas Arsya tersenyum lembut kepadaku dan tidak menggubris pertanyaanku,

“mas, Kayla nanyanya serius kok malah dikasih jawaban senyuman”

“Kay, Alinda belum siap mas tinggal, dia masih butuh aku” jelasnya santai,

“kalau misal mas ada di posisiku sekarang, apa yang mas rasakan jika aku masih berhubungan dengan Alfin, misalkan” sengaja aku mengibaratkan seperti itu sebab aku juga tidak tahu rasa apa yang harus aku perkenankan bersemayam dalam diriku saat ini,

Pertanyaanku seakan angin yang berlalu begitu saja, dia tidak menjawab pertanyaanku dan mengalihkan ke pembahasan yang lain.

Dia yang sah menjadi suamiku namun aku belum sepenuhnya memiliki hatinya, dia yang raganya membersamaiku namun hatinya masih atas kuasa Alinda, dia yang sekarang mulai mengusik hatiku dengan segala kelembutannya namun dengan berat hati harus ku akui bahwa dia juga bersikap lemah lembut kepada Alinda, bahkan bisa lebih.

Kututup laptopku dan kembali menata kamar yang mulai berantakan, menyibukkan diri dengan berbagai kegiatan agar berhenti berharap kepada selain yang maha cipta, yang maha membolak balikkan hati.

###

Kami tetap berinteraksi seperti biasa tanpa ada canggung, hari ini kami memutuskan untuk berdiskusi dengan keluarga besarku, yakni ibuk, pak de dan bu de, dengan meminta pendapat mereka perihal kuliahku dan planing kami yang akan ngontrak di kota sebelah sampai aku lulus nanti, kami sepakat untuk pulang ke rumah ketika liburan tiba.

“iyya ibuk gapapa, mungkin sudah waktunya kamu merantau ke luar kota nak, insyaAllah suamimu bakal jagain kamu” ucap ibu ditambai dengan banyak pesan hidup kepada kami berdua,

Andai beliau tahu bahwa anaknya hidup dalam suatu pernikahan yang tidak bisa memiliki hati suaminya seutuhnya, andai beliau tahu bahwa di kota sebelah akan banyak sekali kesabaran yang harus aku kuatkan karena kemungkinan besar aku akan bertemu dengan wanita yang bernama Alinda, andai beliau tahu bahwa anaknya ini tidak benar-benar bahagia namun aku percaya bahwa sebentar lagi Allah kasih hadiah yang tidak terduga, aku yakin itu.

“bapakmu tadi menghubungi ibuk Kay, dia titip salam ke kamu semoga kamu bahagia dengan pernikahanmu dan titip maaf karena belum bisa menjadi seorang ayah yang baik” tutur ibu di depan kami,

Aku tidak pernah melarang ibuk untuk berkomunikasi dengan bapak karena itu hak beliau, dan aku tahu ibuk juga menahan sakit yang amat dalamsehingga membuatku begitu sakit hati jika harus mendengar suara bapak, meskipun insyaAllah aku sudah memaafkannya dan semoga beliau bisa memeperbaiki semuanya, toh di dunia ini memang tidak ada yang sempurna.

“Ayah baik kok buk, dia bisa mempertanggung jawabkan semuanya, namun beliau tidak bisa adil, makanya harus menceraikan ibuk dan pergi ke luar negeri dengan wanita itu”

“ibumu juga Kay” tegurnya

“tidak buk, ibuku cuma ibuk yang sekarang ada di depanku, Kayla tidak bisa bilang bahwa Kayla menyayangi isteri bapak yang sekarang, karena itu sama saja dengan bohong, Kayla bicara apa adanya, sudah cukup Kayla sakit hati buk, Kayla tidak ingin mengungkit masa lalu yang begitu banyak luka di dalamnya, yang hanya ingin Kayla ingat itu hanya tentang kita dan bapak yang pernah bekerja untuk Kayla”

“tapi kamu juga punya saudara disana”  lanjut pak de,

“iyya Kayla tahu pak de, dan mungkin suatu saat nanti kami akan bertemu, aku sudah siap akan hal itu” jawabku lebih santai,

Diskusi kami diakhiri dengan guyonan ala pak de yang ngejulitin mas Arsya agar selalu setia kepadku dan cukup dengan satu isteri, terlihat muka merah mas Arsya yang sepertinya takut jika sampai detik ini dia memiliki wanita yang sengaja dia bawa dari masa lalunya, sempat mata kami terpaut namun akhirnya kami sama-sama tertawa lepas, aku yang menertawai kebodohanku dan mas Arsya yang entah tertawa karena apa, seakan lelucon yang sebentar lagi menyuruh kami untuk bersiap bahwa terkadang sindiran beda tipis dengan teguran.

“ya udah ayuk pak pulang, besok pagi harus kerja” ajak bu de ke pak de,

“iyya kami pamit dulu ya” pamitnya kepada kami semua

“udah kayak mau pergi kemana pak de, orang rumahnya cuma di depan sana” ledekku yang mengundang tawa di semua orang, adekku yang belum terlalu paham juga ikut tertawa dan menguap secara bersamaan,

“iyya,, si adek juga ngantuk ini, kalian juga sana masuk biar ga masuk angin kalau lama-lama di teras”

“enggeh bu, daaa pak de bu dee, selamat pacaran ya” ledekku ke mereka berdua, qodarullah hingga saat ini mereka belum di karuniai keturunan, makanya pak de dan bu de sayang banget sama aku dan dek, mereka tetap romantis dan menikmati setiap perjalanan hidupnya, namun kembali lagi ke apa yang tidak pernah kita tahu, kalaupun ada kerikil-kerikil kecil yang sedang mereka hadapi bukan menjadi alasan untuk berhenti tertawa di depan kami, aku  salut kepada mereka berdua yang hingga saat ini saling mensuport dan menyayangi satu sama lain.

Sesampainya dikamar, kami sama-sama terbungkam, pikiranku masih ragu untuk tinggal di kota sebelah, “kenapa Kay kok kayak pucet gitu” (sambil melihat wajahku),” ndak mas, aku cuma kepikiran aja” jawabku jujur, “tentang?” tanyanya kembali, “tentang hubungan kalian yang mungkin bisa aku lihat dengan mataku sendiri nanti, Alinda ada di kota sebelah kan mas” mas Arsya memilih untuk dia sejenak, “Mas janji itu tidak akan terjadi, meskipun aku masih berhubungan dengan Alinda namun secepatnya akan aku sudahi Kay, ibuk dan bapak sudah tahu tentang ini bakalan berkelanjutan, sebab sewaktu aku mau dijodohkan denganmu aku menolak keras, dan hingga saat ini aku bersyukur bisa dipertemukan dengan wanita sholeh dan baik hati sepertimu, jarang ada perempuan diluar sana yang masih bisa tersenyum di depan suaminya kala mereka tahu bahwa suaminya mencintai orang lain, suaminya lebih mementingkan perempuan lain dan aku minta maaf akan hal itu” lanjutnya, “kapan kamu akan mengakhiri hubungan kalian mas?” , “entahlah Kay, aku ga tau bagaimana caraku untuk ngomong ke Alinda”, “ya tinggal ngomong aja mas, mas ini kan cowok, keputusan untuk tidak melanjutkan hubungan itu paling kuat ada di cowok, lagian Alinda juga tahu kalau mas udah punya isteri”, “ga segampang itu Kay” bentaknya lumayan tinggi, aku kaget hingga membuatku terbungkam dan tak ingin menjawab lagi, ini baru pertama kalinya mas Arsya meninggikan suara kepadaku, lebih sakitnya dikarenakan tentang Alinda.

Aku keluar ke kamar mandi untuk cuci muka, meninggalkan mas Arsya dengan amarahnya yang mungkin akan meledak, biar saja semuanya mengalir meski begitu sakit, aku adalah wanita isteri sah mas Arsya dibanding Alinda yang hanya kekasih tanpa halal, aku tak ingin kalah di tengah peperangan batin ini, sakit memang harus ku korbankan demi suami yang telah Allah beri kepadaku.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Langit Indah Sore Hari
111      96     0     
Inspirational
Masa lalu dan masa depan saling terhubung. Alka seorang remaja berusia 16 tahun, hubungannya dengan orang sekitar semakin merenggang. Suatu hari ia menemukan sebuah buku yang berisikan catatan harian dari seseorang yang pernah dekat dengannya. Karena penasaran Alka membacanya. Ia terkejut, tanpa sadar air mata perlahan mengalir melewati pipi. Seusai membaca buku itu sampai selesai, Alka ber...
RIUH RENJANA
387      293     0     
Romance
Berisiknya Rindu membuat tidak tenang. Jarak ada hanya agar kita tau bahwa rindu itu nyata. Mari bertemu kembali untuk membayar hari-hari lalu yang penuh Renjana. "Riuhnya Renjana membuat Bumantara menyetujui" "Mari berjanji abadi" "Amerta?"eh
Unlosing You
354      243     4     
Romance
... Naas nya, Kiran harus menerima keputusan guru untuk duduk sebangku dengan Aldo--cowok dingin itu. Lambat laun menjalin persahabatan, membuat Kiran sadar bahwa dia terus penasaran dengan cerita tentang Aldo dan tercebur ke dalam lubang perasaan di antara mereka. Bisakah Kiran melepaskannya?
Niscala
311      200     14     
Short Story
Namanya Hasita. Bayi yang mirna lahirkan Bulan Mei lalu. Hasita artinya tertawa, Mirna ingin ia tumbuh menjadi anak yang bahagia meskipun tidak memiliki orang tua yang lengkap. Terima kasih, bu! Sudah memberi kekuatan mirna untuk menjadi seorang ibu. Dan maaf, karena belum bisa menjadi siswa dan anak kebanggaan ibu.
ALTHEA
83      66     0     
Romance
Ini adalah kisah seorang perempuan riang yang memiliki perasaan lebih ke manusia es batu, manusia cuek yang telah menyukai seorang perempuan lain di sekolahnya. Walaupun ia tahu bahwa laki laki itu bukan menyukai dirinya, tetap saja ia tak akan kunjung lelah untuk mendapatkan perhatian dan hati laki laki itu. Akankah ia berhasil mendapatkan yang dia mau? "Dasar jamet, bales chat nya si...
Archery Lovers
3925      1839     0     
Romance
zahra Nur ramadhanwati, siswa baru yang tidak punya niat untuk ikut ekstrakulikuler apapun karena memiliki sisi trauma saat ia masih di SMP. Akan tetapi rasa trauma itu perlahan hilang ketika berkenalan dengan Mas Darna dan panahan. "Apakah kau bisa mendengarnya mereka" "Suara?" apakah Zahra dapat melewati traumanya dan menemukan tempat yang baik baginya?
FIREWORKS
423      299     1     
Fan Fiction
Semua orang pasti memiliki kisah sedih dan bahagia tersendiri yang membentuk sejarah kehidupan setiap orang. Sama halnya seperti Suhyon. Suhyon adalah seorang remaja berusia 12 tahun yang terlahir dari keluarga yang kurang bahagia. Orang tuanya selalu saja bertengkar. Mamanya hanya menyayangi kedua adiknya semata-mata karena Suhyon merupakan anak adopsi. Berbeda dengan papanya, ...
Depaysement (Sudah Terbit / Open PO)
2983      1338     2     
Mystery
Aniara Indramayu adalah pemuda biasa; baru lulus kuliah dan sibuk dengan pekerjaan sebagai ilustrator 'freelance' yang pendapatannya tidak stabil. Jalan hidupnya terjungkir balik ketika sahabatnya mengajaknya pergi ke sebuah pameran lukisan. Entah kenapa, setelah melihat salah satu lukisan yang dipamerkan, pikiran Aniara dirundung adegan-adegan misterius yang tidak berasal dari memorinya. Tid...
Orange Haze
386      271     0     
Mystery
Raksa begitu membenci Senja. Namun, sebuah perjanjian tak tertulis menghubungkan keduanya. Semua bermula di hutan pinus saat menjelang petang. Saat itu hujan. Terdengar gelakan tawa saat riak air berhasil membasahi jas hujan keduanya. Raksa menutup mata, berharap bahwa itu hanyalah sebuah mimpi. "Mata itu, bukan milik kamu."
The Skylarked Fate
5435      1884     0     
Fantasy
Gilbert tidak pernah menerima takdir yang diberikan Eros padanya. Bagaimanapun usaha Patricia, Gilbert tidak pernah bisa membalas perasaannya. Seperti itu terus pada reinkarnasi ketujuh. Namun, sebuah fakta meluluhlantakkan perasaan Gilbert. Pada akhirnya, ia diberi kesempatan baru untuk berusaha memperbaiki hubungannya dengan Patricia.